Chereads / Story of a Reincarnator / Chapter 20 - Kebersamaan

Chapter 20 - Kebersamaan

|POV WILLIAM ANTSLEY|

Kalau diingat-ingat, sudah lama sekali rasanya aku tak makan malam bersama keluarga. Sejak umur 20 tahun, aku merantau dari rumah orangtuaku dan mendapatkan pekerjaan di daerah yang lebih maju dalam teknologi.

Rasanya nostalgia sekali melakukan makan malam seperti ini, walaupun bersama keluarga baru di dunia yang berbeda. Entah bagaimana rasanya dalam diriku, menghabiskan waktu bersama saat ini benar-benar menghangatkan hati sejenak.

Aku tak pernah merasakan berebut makanan dengan adikku yang cerewet ini, ya itu juga karena aku adalah anak satu-satunya di keluargaku ini. Walaupun suasana rumah yang cukup sederhana, aku sangat menikmati kebersamaan ini. Selama 4 tahun ini aku sudah cukup mendalami karakteristik sebagai William ini, namun benar-benar sulit memainkan peran seorang bocah umur 4 tahun ini bagiku.

Terkadang aku tak sengaja berbicara suatu kata yang mungkin hanya orang dewasa yang mengerti. Aku tak tau bagaimana mereka menanggapi aku yang seperti itu, tetapi aku berusaha tidak membeberkan siapa diriku sebenarnya ini.

Tak tinggal pula Oto dengan seekor ikan yang sudah diolah oleh Liz untuk dimakannya dibawah meja makan kami.

"Jangan makan terlalu cepat, Dora. Kau bisa tersedak" Liz menegur Dora yang makan dengan tergesa-gesa dari seberang meja makan.

"Awu tk mwu mwanan wu gi webut gagag!" ucap Dora dengan mulut yang masih penuh makanan, terlihat dari kedua pipinya yang mengembang dan beberapa kunyahan yang jatuh dari mulutnya.

"Telan dulu makananmu, Dora. Tidak baik berbicara dengan makanan dimulutmu itu" Jack ikut menegur Dora yang berada disampingnya.

Dora menyempatkan diri untuk menelan seluruh makanan yang ada didalam mulutnya dan meneguk segelas air setelahnya. Aku bisa mendengarkan suara lega yang keluar dari mulutnya itu.

"Aku tak mau makananku di rebut kakak!" ucap Dora dengan lantang sambil menunjuk kearahku.

Tak ingin ditegur juga oleh mereka berdua, akupun menelan makananku terlebih dahulu sebelum bertikai dengan Dora.

Aku memukul meja dengan tangan kananku yang memegang sendok. "Hei, aku mengambilnya dari tengah meja, siapapun berhak memilikinya tahu. Lagipula piringmu masih ada makanan yang belum kau makan" ucapku tak mau kalah lantang suara dengannya.

"Aku tadi ingin mengambil lauk itu, tapi kau merebutnya dariku, ini tidak adil" protesnya dikarenakan aku mengambil potongan terakhir lauk yang ia inginkan.

"Siapa cepat dia dapat tahu. Kau harus cepat dalam bertanggap, dan juga lihatlah lauk yang lainnya! kau hampir mengambil semuanya dan tak menyisakan untukku" aku kembali menangkal protesnya dengan menunjukkan keserakahannya.

"Tapi... ini lauk kesukaanku" ia terlihat muram sambil melihat lauk kesukaannya.

"Bagaimana kalau kita bertukar saja. Aku akan memberikan sisa potongan lauk yang kuambil dengan potongan lauk kesukaanmu?"

sebenarnya aku kurang suka melakukan cara ini, namun daripada Dora menangis, lebih baik aku memberikan pilihan yang lebih diuntungkan Dora, lagipula dia adalah adikku, mau tidak mau aku harus bersikap mengalah padanya.

"Tapi..." Dora masih merasa ragu dengan pilihan yang kuberikan.

"Tidak apa-apa, Dora. Kakakmu mau kau mendapatkan lauk yang kau inginkan tadi untuk ditukar dengan lauk yang kakakmu inginkan. Dan kau tidak boleh serakah ya, itu bisa berdampak buruk nantinya" Liz memasuki pembicaraan dan menasihati Dora.

"Baiklah, baik" ia menunjukku dengan sendok yang ada pada genggamannya itu. "Berikan punya kakak lebih dulu"

Dengan begitu, aku memberikan potongan terakhir dari lauk yang ia ingin kan dariku menuju piringnya. Dengan cepat ia menyendok makanan itu dan mengunyahnya. Aku dapat melihat wajahnya yang menikmati lauk itu dengan suara kenikmatan kecil saat dia mengunyahnya.

"Sekarang berikan lauk kesukaanmu itu"

Menunggu dia memberikan punyanya, ia menyendok sepotong dan ia malah memakannya dengan kunyahan yang lebih cepat.

"Hei, itu tidak adil!" akupun memprotesnya karena dia tidak melakukan pertukaran lauk antara kami berdua.

"Dora..." Jack kembali menasihati Dora yang rakus dengan senyuman seorang ayah.

Sesempatnya Dora menelan makanan yang ada dimulutnya. "Maafkan aku, Ayah" ucap Dora dengan wajah murung tak disinari cahaya.

Ia pun menancapkan potongan terakhir lauk yang tersisa di piringnya dengan garpu yang ada ditangan kirinya dan diberikan kepadaku.

"Ingat, Dora. Tidak.. boleh.. serakah!" ucap Jack.

"Iya Ayah" Dora menanggapinya dengan sedikit anggukan.

Tak lama setelah makan aku tidur dikamarku sendiri, sedangkan mereka bertiga tidur bersama. Dora kelihatannya masih terbilang kecil untuk tidur sendiri. Ia juga merasa takut untuk tidur sendirian di umurnya saat ini.

Awalnya Aku berniat untuk membaca beberapa buku milik Liz untuk sementara sebelum tidur, namun dikarenakan rasa kantuk karena dua latihan setiap hari membuatku lelah untuk membaca pada malam hari.

Aku memutuskan untuk tidur lebih cepat dari biasanya bersama dengan Oto yang berbaring berada di ujung tempat tidur dekat kakiku berada. Aku tak tahu berapa lama aku bisa bertahan untuk berlatih seperti ini kedepannya. Meskipun Blessing Pool dapat membantu memulihkan energi dan staminaku, namun tidak dapat membantu banyak pada sesi latihan sihir bersama Liz.

Ngomong-ngomong apa yang akan terjadi jika aku sudah mendapatkan apa yang kubutuhkan di dunia ini ya? Aku berniat mencari seseorang yang memanggilku kesini, lalu setelah itu apa? Memintanya untuk mengembalikanku kembali ke bumi? Tetapi nyatanya aku sudah mati disana.

Sepertinya rasa lelah ini membuatku tidak dapat berpikir jernih. Aku harus membuat pemikiran yang kontroversial ini dapat menjadikan tidurku jadi nyenyak. Untuk masalah esok hari, kuserahkan padaku di esok hari saja.

Huh..Lelah sekali.

----------

"Ini untukmu, Jul"

"Eh, yang benar? Bukankah kau membutuhkan mie instant ini juga, Chris?"

"Tidak apa-apa, aku masih punya banyak di kost. Anggap saja ini sebagai hadiah karena pencapaianmu di tempat kerja ini. Kami benar-benar berharap banyak padamu"

"Terima kasih, Chris. Aku akan menerimanya, lagipula mie instant di apartmentku juga sudah habis. Aku memakannya terakhir kemarin sore. Jadi menurutku ini sebuah keberuntungan untukku"

"Hahaha, aku tahu kau pasti suka dengan mie instant, jadi aku memberikannya kepadamu"

"Bagaimana aku bisa membalas kebaikanmu ini Chris, apakah ada sesuatu yang mungkin kau inginkan?"

"Umm... ah, aku tahu. Kemarilah dan kubisikan apa yang kuinginkan agar karyawan lain tidak tahu soal ini"

"B.A.N.T.U A.K.U M.E.N.G.A.L.A.H.K.A.N O.R.A.N.G I.T.U"

"Tunggu.. kau bilang apa Chris?"

"Hah? Kenapa jadi gelap seperti ini?"

"Oto, sedang apa kau disini? Tunggu dulu... siapa Oto?"

"Kenapa aku mengecil seperti ini"

"Siapa kau? mengapa kau juga memiliki Oto di gendonganmu?"

"BERLATIHLAH SEKUAT TENAGA. BOB AKAN MENUNTUNMU KEPADAKU SAAT WAKTUNYA TIBA"

Gah...

Sial... ternyata itu hanya mimpi. Visualnya tersebut terasa sangat nyata bagiku, seolah-olah itu pernah terjadi sebelumnya.

Melihat kearah jam dinding disamping kiri ruangan, ternyata waktu sudah menunjukkan jam 6 pagi. Aku terbangun dengan posisi duduk dengan Oto yang sudah berada diatas kakiku yang tertutup selimut berbulu.

"Willy... waktunya bangun!" Liz masuk kekamarku berniat membangunkanku.

"Ah, ternyata kau sudah bangun. Tidak biasanya kau bangun jam segini" ucapnya melihatku yang sudah terbangun.

"Aku... tidur lebih cepat semalam. Dan Oto sepertinya juga membantuku untuk bangun pagi ini" aku mencoba untuk memberikan alasan lain untuk ia percayai.

"Kalau begitu begitu bersihkan dirimu terlebih dahulu. Ibu akan menyiapkan sarapan" Liz pun meninggalkan kamarku dan menutup pintu kamar.

Aku tak tahu apa yang kualami dalam mimpi buruk tadi, tetapi itu membuatku merinding bahkan saat bangun. Walaupun aku sudah dewasa secara mental, namun mimpi itu benar-benar berbeda dari semua mimpi buruk yang kualami.

Mengalahkan orang itu?

Berlatihlah sekuat tenaga?

Entah ini mimpi yang timbul karena pelatihanku atau karena Oto hadir dalam kehidupanku sekarang?

Kepada siapa pria itu memanggil Bob? Seorang Pria dengan rambut putih tak berwarna yang menutupi kedua telinga dan matanya, juga postur tubuh yang ideal dengan tinggi yang sekiranya melebihi Jack.

Anehnya aku dapat mengingat mimpi buruk, sedangkan mimpi indah tak dapat kuingat sama sekali setelah beberapa detik aku terbangun, sungguh tidak adil sistem kinerja otakku ini.

Sebenarnya aku ingin cari tahu lebih banyak tentang ini, tetapi hanya informasi ini saja dari informasi lain, yang membuatku sangat penasaran sekaligus merinding untuk dicari tahu. Sebaiknya aku segera mandi sebelum Liz memarahiku.

Aku akan mencaritahu masalah ini seiring berjalannya pelatihanku. Orang itu sempat mengatakan 'berlatihlah sekuat tenaga', mungkin aku akan mendapatkan petunjuk dijalan perkembanganku ini.

------

Mandi di pagi buta memang sangat menyejukkan juga menyegarkan. Dengan air yang dingin, mandi pagi juga dapat membuat tubuhku yang pegal kemarin kembali menjadi bugar dan sehat, hampir sama dengan Blessing Pool namun ini tidak berpengaruh pada pemulihan stamina dan energi.

Aku datang menghampiri ruang makan dimana Jack sedang duduk memakan roti lapis bagiannya.

Dia sempat melirikku memasuki ruangan disaat ia mengunyah roti lapisnya. "Duduklah dan makan roti lapis ini bersamaku. Ada yang perlu ayah bicarakan untuk latihan kedepan" ia menarik bangku disebelahnya agar aku duduk disampingnya.

Aku hanya meng-iyakan saja agar aku dapat mengisi perutku dengan cepat.

Akupun menempatkan diriku pada kursi yang sudah ia siapkan dan mengambil sepotong roti lapis yang sudah disiapkan untuk bagianku. Sembari berlangsungnya sarapan, Jack memulai pembicaraannya yang ia ingin aku dengarkan.

"Mulai hari ini, Willy..." aku mengalihkan pandanganku padanya sembari mengunyah makananku. "Oto akan ikut bersama kita" ucapnya dengan nada datar berharap aku tidak terkejut.

Kesepakatan Sebenarnya hari lalu adalah Oto akan menjadi teman bermain Dora disaat kami pergi latihan. Namun ia malah akan membawanya bersama kami. Apa yang sedang ada di pikirannya saat ini sampai mengabaikan kesepakatan itu.

Aku mencoba menelan makanan yang ada dimulutku lebih cepat untuk menanggapi ucapannya itu. "Kenapa Ayah membawa Oto ke pelatihanku? Bukannya dia ini kita pelihara agar dapat menemani Dora disaat aku tidak ada bersamanya di rumah?"

Ia pun mengarahkan pandangannya padaku hingga kami saling bertatap. "Ayah merasa Oto dapat menimbulkan masalah untuk keluarga kita. Maksudku bukan berarti dia ini pembawa sial, bukan. Lebih seperti dia ini adalah barang incaran orang-orang jahat seperti perampok kemarin" Jelasnya, kembali menghadap dan memakan roti lapis di tangannya.

Yang aku alami bersamanya, Oto-lah yang kemungkinan membantuku untuk dapat berkolaborasi dengan Mana dalam tubuhku ini. juga mungkin sebagai jam alaram untuk membangunkan tidur.

Dan juga aku merasa bahwa 'sesuatu' yang orang dalam mimpi itu panggil dengan nama Bob ialah Oto. Aku pernah mendengarnya nama itu sekali saat setelah berhasil menguasai Mana dalam diriku. Dua bukti ini mungkin belum cukup untuk membuktikannya, tetapi intuisiku berkata bahwa Bob itu memanglah Oto. tetapi aku tidak mau meyakini sepenuhnya sampai aku menemukan kebenarannya.

Oh iya, aku juga mengingat kejadian kemarin saat berada di ruang identifikasi. Sesuatu dari Oto membuat Anna sampai terjatuh dengan sendirinya. Mungkin hal ini ada kaitannya dengan kejadian waktu itu. entah sampai berapa lama Jack akan merahasiakannya dariku, namun aku sudah mengetahuinya, tetapi aku tak tahu penyebab yang lebih rincinya.

"Apa ini berkaitan dengan masalah kemarin?" Aku membuat pengertian 'masalah' itu lebih luas dan mengambil gigitan roti lapis kembali.

"Ya seperti itulah. Ayah tak mau Oto dicuri kembali oleh orang yang hanya mementingkan uang atau semacamnya sebagai ganti dari Oto yang dicurinya" Jawabnya sesuai dengan perkiraanku.

Dia pasti akan mengartikan kata 'masalah' yang kumaksud sebagai insiden penculikan itu, dan bukan insiden dalam ruang identifikasi.

Aku kembali menelan makananku. "Kalau Ayah sudah bermaksud seperti itu, apakah ayah sudah bicara pada Ibu dan juga Dora? Dora kemungkinan besar akan menolak Oto untuk dibawa. Atau kemungkinan terburuknya, ia ingin ikut berlatih bersama kita" ucapku tanpa memandangnya dan hanya fokus pada roti lapis milikku.

"Ah..." suara mendadaknya menarik perhatianku sembari dia menyempatkan dirinya untuk menelan roti lapis yang ada dimulutnya dan minum sejenak. "Untuk kemungkinan terburuk yang kau sebut itu, mungkin akan terjadi 3 sampai 4 tahun kemudian" ucapnya dengan menunjukku.

Aku sedikit terkejut mendengar Dora akan ikut berlatih bersamaku. "Jadi maksudmu..."

"Dora akan memulai pelatihannya pada 3 sampai 4 tahun kedepan nanti bersamamu" ucapnya melanjutkan kalimatku.

Aku tak menyangka Dora akan berlatih bersamaku nantinya. Aku masih tak tahu bagaimana Jack akan menuntaskan masalah baru ini jika ia ingin membawa Oto bersama.

"lalu bagaimana dengan pertanyaanku sebelumnya?" aku mengingatkannya kembali soalan Liz dan Dora yang akan mendengar hal ini.

"Ayah sudah membicarakannya pada Ibumu sebelum kalian memulai latihan, dan kepada Dora semalam, apa kau tak mendengar tangisannya?" ia kembali memakan roti lapisnya itu.

"Aku tak mendengarnya. Sepertinya ia menangis setelah aku sudah tidur lelap" ucapku juga menggigit sisa dari Roti Lapis milikku.

Dia menelan makanannya. "Sebenarnya Sangat sulit untuk meyakinkannya tadi malam, namun ia juga mulai menerima apa yang terbaik bagi keluarga ini. Dora mulai belajar dari kesalahan yang mungkin ia yakini miliknya itu" ucapnya dan meneguk segelas air.

"Jadi dia tak akan marah ataupun menangis selagi kita berpi bersama Oto kan?" tanyaku sembari menghabiskan segelas air yang disediakan untukku.

"Tak masalah. Aku sudah menjanjikannya bahwa ia bisa bermain bersama dengan Oto saat dirumah. Dan juga Ayah memberitahunya untuk berlatih bersamamu dan ditemani Oto pada waktu mendatang nanti" jawabnya menghabiskan sisa roti lapis miliknya.

Aku bangkit dari kursiku dan menuju ke kamar. "Kalau begitu aku akan bersiap-siap untuk latihan hari ini, Ayah"

"Umm... jika kau sudah siap, tunggu Ayah selesai makan dan bersiap juga ya" ucapnya dengan makanan yang masih ada dimulutnya.

"Telan dulu makananmu itu sebelum berbicara, Ayah. Itu tidak baik" aku menghadapnya dan memberikan seringai terbaikku untuk mengejeknya.

Jack hanya tersenyum mendengarnya sambil terus mengunyah makanannya.