|POV WILLIAM ANTSLEY|
Aku terlalu lelah untuk menghitung berapa lama ia pergi, sampai akhirnya dia kembali dengan sedikit lusuh dan Kucingnya yang ia gendong. Aku tak tau apa yang ia lakukan hingga mendapatkan Kucing itu kembali tetapi nampaknya ia melewatinya dengan cukup sulit sampai penampilannya seperti itu.
Sesaat ia melihat kami berdua yang sedang duduk bersama dengan pak kusir, dia segera mempercepat langkahnya menghampiri kami. Sebelumnya ia tak sempat memeriksa kami berdua saat setelah Kucing itu diambil.
"Willy!!! Dora!!" Jack memanggil kami dari kejauhan.
"Ayaaah!!!" mendengar panggilan darinya, seketika Dora berteriak merindukannya.
ia meletakkan Kucingnya dan memeluk erat kami berdua. Rasanya seperti saat aku kembali ke rumah orang tua ku dulu saat sedang masa bekerja. Kucingnya juga terasa bergerak menempel di sela-sela kakiku saat kami berpelukan.
"Apakah kalian baik-baik saja? Bagaimana dengan dahimu?"
Jack segera memeriksa dahi Dora yang sudah disembuhkan oleh Healer tadi.
"Aku baik ayah. Seorang Healer datang menyembuhkannya" Dora berkaca-kaca.
"Maafkan ayah karena meninggalkan kalian di dalam gerbong itu. Ayah hanya tak ingin kehilangan Kucing yang akan menjadi teman bermainmu nanti"
Jack memeluk Dora seorang dan merasa bersalah atas apa yang dia lakukan sebelumnya.
"Sebaiknya kau pikirkan dahulu sebelum bertindak. Kau bahkan tak berusaha membantu kami keluar dari sana terlebih dahulu. Bagaimana jika gerbong itu seketika runtuh dan mengenai kami? Apakah Kucing itu lebih penting dari nyawa kami?"
Nampaknya aku tidak sengaja berbicara layaknya orang dewasa seperti itu. Aku mengungkapkan isi hatiku terhadap tindakan gegabahnya yang tidak di iringi dengan pemikirannya itu. Aku tahu dia melakukan itu agar dia tak kehilangan kucing itu, tetapi apa gunanya jika ia mendapatkan apa yang ia cari, tapi tidak dengan keselamatan kedua anakknya.
"Kakak..." Wajah Dora tak berubah saat dia melihatku berucap seperti itu pada Jack.
"Maafkan Ayah. Ayah hanya tak mau kehilangan jejak pencuri yang mengambil kucing ini"
Wajahnya lebih murung dibanding saat dia kembali dari gang sempit itu.
"Tuan, apakah anda baik-baik saja?" Kusir datang menghampiri Jack dari belakang kami.
Beruntungnya Kusir datang guna memudarkan suasana ini.
"Aku baik baik saja, hanya saja aku jadi sedikit kotor"
sejak Kusir itu memanggilnya, Jack memasang wajah cerianya kembali, meskipun aku tak tau itu palsu atau tidak.
"Aku minta maaf sekali atas kejadian hari ini, aku tak menyangka seseorang dengan entengnya menyerang kereta kuda ku"
Kusir itu membungkukkan tubuhnya tanda meminta maaf kepada Jack.
"Tidak tidak tidak, kau tidak melakukan kesalahan apapun. Memang kejadian kali ini tidak sempat kita hindari, namun sisi baiknya adalah tidak adanya korban jiwa"
Jack menyangkal rasa bersalah dari sang Kurir yang merasa bahwa ia bersalah. Jack merogoh saku di celananya.
"Aku akan memberikan ini sebagai bayaran dan untuk ganti rugi gerbong kereta kudamu yang rusak itu" Jack memberikan 1 koin emas kepada pak Kusir lansung di tangannya.
"Astaga tuan!! Kau tak perlu memberiku koin emas seperti ini! ini terlalu berharga bagiku hanya untuk sekali perjalanan ini. Lagipula bukan salah anda bila kereta kuda saya rusak begitu" ia terkaget melihat apa yang barusan diterimanya oleh Jack.
Kusir itu ada benarnya. Bahkan 1 koin emas itu digunakan kami setidaknya untuk sehari penuh, dan Jack memberikannya untuk perjalanan pulang kami. Namun bagi Jack itu adalah bayaran yang setimpal untuknya.
"Tidak apa-apa. Ini juga sebagai tanda terima kasihku karena telah menjaga anak-anakku selagi aku pergi. Tetapi jika kau masih bersih keras menolaknya, bagaimana jika kau memberikan tumpangan terakhir untuk kami sebelum kau memperbaiki kereta kudamu itu? Nampaknya masih bisa berjalan walaupun tidak sebagus sebelumnya"
Jack akhirnya memberikan pilihan lain kepada sang Kusir agar dapat menerima koin emas yang diberikannya.
"Lagipula tidak ada kereta lain disekitar sini untuk kami tumpangi selain milikmu"
"Sigh... baiklah kalau anda memaksa, Tuan. Aku akan membawa kalian pulang"
Pak kusir itu tersenyum mendengar permintaan Jack untuk membawanya pulang.
Pada akhirnya kusir itu menerima koin emasnya dan mengantar kami pulang sebelum dia pergi memperbaiki gerbongnya yang rusak.
--------------------
Untungnya Jalan menuju rumah kami dapat dilalui kereta ini, Jadi kami tak perlu turun di jalan Besar. Pak Kusir pun tidak masalah menurunkan kami tepat didepan rumah kami asalkan keretanya dapat kembali ke jalan besar.
Saat kami berhenti tepat di depan halaman depan rumah kami, Liz keluar dari rumah. sepertinya dia menyadari langkah kaki kuda yang jarang melewati jalan ini. aku tak tahu eksperi apa yang ia berikan, namun perubahan wajahnya yang awalnya terlihat biasa saja, berubah menjadi terkejut.
"Astaga!! Apa yang terjadi??"
Ia kemudian berjalan mendekati pagar halaman depan tempat kami diturunkan. Sepertinya dia terkejut melihat gerbong kereta yang rusak di bagian kiri.
"Ibuuu!!" setelah melihat Liz menghampiri, Dora berlari secepat yang ia bisa untuk memberi pelukan di bagian kakinya. Dora terlihat memeluknya dengan sangat erat hingga Liz pun mengangkat Dora dan mendekapnya.
"Maaf, sepertinya kami terlambat pulang" seperti biasa, Jack memberikan senyuman riangnya untuk menutup kecurigaan Istrinya. Bagiku bukannya menutupi, hal itu malah dapat memancing kecurigaannya.
Setelah kami semua turun dari kereta, kereta kuda itu langsung pergi menuju jalan besar.
"Sekali lagi terima kasih, Tuan!!" Aku tak mengira Kusir itu tak akan memberikan sepatah kata setelah kami sampai di rumah. Jack sempat menoleh kearah kereta itu pergi dan melambaikan tangan.
Tak disangka, Liz menghampiri Jack dan menarik pipinya.
"Apa yang terjadi kepadamuu?. Kenapa kau lusuh dan berdebu seperti ini? kalian kan hanya pergi untuk mengidentifikasi Binatang itu. dan juga bagaimana dengan hasilnya? Apakah dia berbahaya?"
Pemandangannya terlihat sedikit menyeramkan melihat ia menarik pipi Jack sampai kepalanya ikut tertarik dengan wajah yang sedikit menyeramkan. Terdengar suara kesakitan yang tak bisa kubayangkan hanya dengan melihatnya. Di lain sisi, Dora cukup tenang dan tersenyum melihat Ayahnya seperti itu, sebelumnya ia sangat menantikan kembali di pelukan Ibunya.
"Baik baik, Tolong berhenti terlebih dahulu, biar aku jelaskan satu persatu"
Liz akhirnya melepaskan pipinya dan kembali dengan wajah normalnya.
"Sebelum itu, bagaimana kalau kita masuk kedalam terlebih dahulu? Cuacanya cukup panas diluar sini" lanjut Jack.
"Baiklah kalau begitu, ayo kita masuk" Liz pun menyetujuinya.
Dengan begitu, kami berempat bersama dengan kucing ini, masuk kedalam di ruang tamu. Dengan Kami berempat yang telah duduk di kursi dan sofa, Jack memberikan jawabannya.
"Pertama-tama, untuk Binatang itu, ia termasuk dalam famili Kucing, kemungkinan dia masuk kedalam spesies yang berbulu lebat atau bisa dibilang Fluffy"
Pandangannya tertuju pada Kucing kami yang selalu berjalan menempel di kakiku sembari ia menghitung jawaban yang ia berikan kepada Liz dengan jari-jemarinya.
"Syukurlah. Dia bukanlah Binatang yang membahayakan" Liz menghembuskan nafas lega.
"Hehehe. aku harap begitu"
saat ia tertawa dengan kalimat setelahnya itu memiliki nada suara yang berbeda. Mungkin kalimat akhirnya itu hanya aku dan dirinya sendiri saja yang dengar. Sepertinya Jack tidak berani memberitahukan hal yang terjadi di tabung kaca waktu itu.
"Jadi... kau panggil apa kucing ini?"
Liz tidak mendengar kalimat akhir Jack dan langsung menanyakan pertanyaan lain.
"Maksudmu?"
"Ya... karena menurutku dia akan menjadi teman bermain Dora, sebaiknya dia diberikan sebuah Nama untuk memanggilnya dengan mudah" ucap Liz sambil mengelus kepala Dora yang berada disampingnya.
"Ah... itu tak terpikirkan olehku sebelumnya"
"Aku aku aku. Aku ingin memberinya dengan nama Oto" seketika dengan tidak sabaran, Dora memberikan sebuah nama tanpa memikirkan yang lain. Dora terkadang tidak ingin kalah denganku soal menentukan sesuatu.
"Oto? Kenapa kau memberi nama seperti itu?" Liz bertanya kepadanya.
"Aku tak tau, ibu. Menurutku itu nama yang sesuai dengan bulunya yang tebal dan matanya yang bulat" ucap Dora entah dia asal mengambil naama dengan referensi yanjg ia jelaskan itu atau tidak.
"Bagaimana denganmu, Willy? apa kau tidak keberatan dengan nama yang diberikan Dora" tanya Liz.
"Aku tidak keberatan dengan nama Jelek yang diberikan dora itu. Lagipula Kucing ini sering berada di sekitar kakiku, lihatlah" aku mencoba menggodanya sedikit setelah dia memberi nama yang cukup lucu untuk kucing ini. Terlihat dia menampakkan wajah imutnya saat sedang kelihatan marah.
"Willy..." dan sekali lagi, aku kena tegur Liz karena membuat Dora seperti itu. aku hanya tersenyum dan mengusap kepalaku tanda bahwa aku hanya bercanda.
"Kalau begitu Oto akan menjadi nama dari kucing ini" lanjutnya.
Rasa gembira Dora berhasil menutupi wajah imut marahnya tadi dengan cukup mudah.
"Lanjutkan, Sayang" Liz meminta Jack untuk melanjutkan jawabannya.
"Baiklah. Yang kedua, alasan kami telat kembali..." Jack berhenti sejenak dan menundukkan kepalanya. Terlihat pandanganku, ia sepertinya menutupi wajah murung khawatirnya.
"Teruskan"
Jack menarik nafas dalam untuk melanjutkan kalimatnya dengan wajahnya yang berubah menjadi terlihat serius.
"Kami diserang oleh sekelompok perampok" akhirnya ia memberanikan diri untuk menyelesaikan kalimatnya.
"Apa katamu!?!?" dari wajahnya yang menjadi kaku, nampaknya ia terkejut mendengar apa yang Jack ucapkan sebelumnya.
"Ayah benar. Saat kami dalam perjalanan pulang, tiba tiba saja kereta kuda yang kami tumpangi diserang oleh perampok dengan sebuah sihir api dan membuat gerbong terjatuh." aku mencoba angkat bicara dan membenarkan pernyataan Jack.
Sepertinya suasana berubah menjadi sedikit suram
"Para perampok itu mengambil Oto dan memasukkannya kedalam sebuah karung. Dan aku pergi meninggalkan mereka berdua didalam sana untuk mengambil Oto yang dicuri" Jack menambahkan sedikit detail kejadian sebelumnya.
Aku melihat Liz mengepalkan kedua tangannya.
"KENAPA KAU MELAKUKAN ITU!?!?" ekspresi marahnya kali ini bukan main-main dibandingkan sebelumnya. Suaranya keluar lebih keras di telingaku. Di lain sisi, Dora memeluknya tepat setelah dia berteriak.
"KENAPA KAU TEGA MENINGGALKAN MEREKA DI SANA SEDANGKAN KAU DENGAN ENTENGNYA PERGI MENGAMBIL KEMBALI Oto!?!? BAGAIMAN JIKA MEREKA BERDUA TERLUKA?"
Liz melanjutkan omelannya tersebut. Dan Jack terlihat terdiam dengan matanya yang melirik kebawah deengan wajah datar nya tersebut.
"Maafkan aku, Ibu... ini semua salahmu" tiba-tiba saja Dora angkat berbicara dan membuat Liz tersadar bahwa ia sedang memeluknya.
"Aku memaksa Ibu dan Ayah agar memperbolehkan Oto dapat bermain bersamaku dirumah"
Dora merasa bersalah karena ayahnya dimarahi seperti itu. Sebagai anak seumurannya, dia sudah mengetahui bagaimana menunjukkan rasa bersalahnya sendiri, sungguh jenius.
"Astaga, maafkan Ibu, sayang. Ibu tak bermaksud berteriak seperti itu" Wajahnya berubah dan ia membalas pelukan yang diberikan Dora untuk menenangkan dirinya.
"Maaf menyela. Menurutku itu adalah hal yang wajar untuk Ayah pergi meninggalkan kami berdua saat itu demi mengambil Oto yang di idam-idamkan Dora. Lagipula dia telah menyuruh pak Kusir untuk menjaga kami. Walaupun sebenarnya itu perbuatan yang sedikit melenceng"
Aku mencoba untuk menetralkan suasana agar tidak terjadi sesuatu yang membuat mereka bertengkar.
"Benarkah? Aku bahkan tak ingat berkata seperti itu" ucap Jack berusaha mengingat perkataannya itu.
Liz tiba-tiba saja melempar bantal sofa yang berada si sebelahnya tepat di muka Jack dan kembali dengan wajah seramnya.
"Emm... mungkin Ayah sedang banyak pikiran semenjak kembali dari Perpustakaan Kodeks, jadinya ia mudah lupa dengan apa yang ia ucapkan" ucapku kembali mencoba menetralkan suasana.
Sebenarnya aku sedikit mengarang dengan apa yang kukatakan tadi. Aku hanya tak ingin mereka berdua bertengkar hebat, kemungkinan terburuknya ialah terjadi perpepecahan dan menjadi keluarga tak utuh atau biasa kubilang Broken Home.
"Ah..., mungkin karena itu ya" Jack hanya bisa setuju dengan penjelasanku.
Liz juga sepertinya sedang menenangkan dirinya dan suasana kembali normal.
"Oh iya aku ingat. Untuk sebelumnya mohon maafkan kesalahan dan kelalaianku, Sayang, tetapi..." Jack memberanikan diri untuk berbicara dan mencoba meminta maaf kepada Liz.
"Apa lagi?? Jangan sampai kau merusak kembali ketenanganku ini, kau sudah membuatku marah sebelumnya"
Wajah serius Jack kembali ia perlihatkan.
"Ada sesuatu yang harus kita bicarakan berdua. Mari kita bicarakan hal ini di kamar"
ucapnya kepada Liz yang sedang menenangkan diri. Liz terlihat sedikit terperangah mendengar ucapannya dengan wajah serius itu.
"Apa maksudmu dengan 'berdua' ?" Liz bertanya dengan nada yang sedikit lebih pelan dibanding sebelumnya.
Jack berdiri dari kursinya dan berjalan perlahan ke kamar menghiraukan pertanyaan yang dilontarkan Liz.
"Hei, tunggu dulu! Jackk!!"
Liz mencoba memberhentikannya berjalan, namun Jack tak bergeming sedikitpun. Aku tak tau apa yang sedang dipikirkan Jack saat ini, tetapi aku berani taruhan bahwa dia akan mencaritakan kejadian di tabung kaca siang tadi.
"Kalian berdua, sebaiknya makan dulu ya. Ibu akan menyiapkan makanan yang sudah Ibu masak saat kau pergi" Liz juga berdiri dan pergi mengambil makanan untuk kami berdua.
"Tapi aku mau disuapi oleh Ibu" ucap Dora dengan manja.
"Umm Willy, tolong bantu suapi Dora nanti ya" ucap Liz yang sedang berada di ruang makan dekat dapur rumah.
"Tidak Mau!! Aku mau disuapi Ibu!"
wajar saja dia lebih manja saat ini mengingat kejadian sebelumnya.
"Baiklah, sayang. Jack! Aku akan menyuapi Dora makan terlebih dahulu. Kau tunggu sebentar disana"
"Santai saja, sayang. Aku akan rebahan sejenak" ucap Jack dari kamarnya.
Liz memuculkan Kepalanya dari balik tembok pemisah "Dan untukmu, Willy. Setelah kau selesai makan dan Ibu selesai dengan urusan ini, bersiaplah untuk berlatih sihir di halaman"
Aku bahkan hampir lupa dengan latihan sihir yang akan kulalui. Harusnya aku berlatih tepat setelah aku selesai dengan latihan menggunakan pedang, namun dikarenakan Oto datang entah dari mana, maka kami menunda latihan itu sementara.
"Baik, Ibu. Aku akan menantikannya" ucapku dengan semangat menunggu.