Pagi ini masih seperti biasanya, kabut masih sangat tebal menyelimuti desa kami. Tapi warga sudah mulai beraktivitas seperti biasanya, pergi ke sawah dengan senjata utama mereka, cangkul dan sabit. Bahkan beberapa di antaranya ada yang menenteng bakul kecil berisi perbekalan. Mungkin itu mereka yang mempunyai ladang jauh di lereng gunung jauh dari pemukiman.
Aku dan mbak Is berangkat ke sekolah bersama, mbak Sri sudah berangkat terlebih dahulu sedangkan mas Hadi memutuskan untuk izin karena ingin menjaga ibu dan kedua adikku. Hari ini tetangga yang datang ke rumah untuk masak dan mengurus adikku.
Sampai di depan gerbang, kami berpapasan dengan si Tompel, Tumari. Dia berjalan seolah tidak melihatku, tapi saat mbak Is tidak memperhatikannya dia menoleh ke arahku dan mengarahkan kepalan tinjunya kepadaku.
Aku sama sekali tidak takut, aku malah sengaja membalasnya dengan bergantian mengarahkan tinju ke dia, lalu ku julurkan lidahku ke arahnya.