"Argh! Ini adalah hari yang nggak bakal gue lupain seumur hidup!" teriak Reno girang dalam hatinya.
Sekarang Reno sedang berdiam diri di kamar, dengan bedcover yang menyelimuti tubuhnya. Waktu menunjukkan pukul 11.38 malam, yang mana sebentar lagi akan tengah malam.
Ia sedang seorang diri di dalam kamar, karena Arsyad sedang turun ke bar yang tadi ditempati oleh Reno dan Danu. Kata Arsyad mereka sedang ingin membicarakan tentang cafe yang ingin dibangun oleh Arsyad. Berhubung kaki Reno sedang sakit dan pegal juga, jadinya ia memilih di kamar dan tidak ikut turun.
Ditembak oleh tiga pria yang dicintainya juga, membuat Reno salah tingkah dan girang, bahkan ia merasa menjadi gila saking senangnya. Ia benar-benar tidak percaya kalau hari ini akan datang, rasanya seperti mimpi.
Tak lama Reno menyingkirkan guling yang sedang dipeluknya dan mengambil hp miliknya. Segera ia melakukan video call dengan sahabatnya, Icha si cewek bar-bar.
"Icha! Lu harus dengerin cerita gue! Ini bener-bener gila!" teriak Reno sesaat setelah panggilan video itu dijawab.
Icha memasang raut wajah malasnya, terlihat perempuan itu juga sedang memakai masker wajah untuk mempercantik dirinya.
"Halah. Lu jalan-jalan ke Bali aja nggak bilang-bilang ke gue, mana sama tiga cogan lagi" kesal Icha.
"Serius ini gue! Lu kudu denger dulu cerita gue!"
"Ada apaan sih? Kok lu kayak girang banget dah?"
Reno menghembuskan napasnya lalu menariknya kembali dalam-dalam, senyum manisnya tidak bisa ia sembunyikan.
"Sumpah demi Neptunus ya, gue seneng banget asli! Lu bayangin, lu bayangin ya. Gimana gue nggak girang, soalnya tadi mereka bertiga nembak gue anjir!" ucap Reno, matanya seakan berbinar-binar.
"Hah?!!!" kaget Icha. "Ealah, masker gue jadi retak kan. Udahlah bodo amat. Terus gimana?! Siapa yang lu terima Ren?!"
"Nah itu masalahnya. Gue nggak bisa milih, soalnya gue sayang banget sama mereka bertiga. Jadinya nggak ada yang gue terima, hehe."
"HAH?! LU TOLOL YA REN?! UDAH DITEMBAK BUKANNYA DITERIMA AJA!!!" teriak Icha sangat kencang, sampai-sampai Reno menjauhkan hpnya. "Demi apapun lu harus pacaran! Kalo nggak bisa milih satu, ambil semuanya! Nggak boleh mubazir buang-buang dua cogan lainnya!!!"
Reno terbengong mendengar perkataan Icha.
"Dih gila lu! Nggak salah apa kalo nerima semuanya? Emangnya bisa ya pacaran sama tiga orang sekaligus? Lagian tadi gue juga udah nolak mereka."
"Nggak! Nggak bisa! Sekarang pokoknya lu temuin mereka lagi, terus lu bilang kalo lu mau jawab ulang pertanyaan mereka tadi! Lu harus gentle, megang tangan mereka terus bilang kalo lu mau jadi pacar mereka bertiga! Buruan! Kapan lagi ada kesempatan begini Renooo!!!"
"Terus kalo mereka nggak mau dan bilang harus milih salah satu, gimana?"
"Elah, tinggal bilang kalo lu mau pacaran bertiga. Misal mereka nggak mau, bilang ada nggak bisa. Pokoknya harus kudu wajib pacaran sama mereka bertiga, titik."
"Bentar, gue mikir dulu."
Kalau menurut Reno, perkataan Icha ada benarnya juga. Reno sayang mereka bertiga, dan mereka bertiga juga sayang Reno, ia juga tidak mungkin bisa memilih salah satu di antara mereka. Ia berpikir jika tidak bisa memilih salah satu, lebih baik tidak memilih semuanya. Rasanya itu cukup adil.
Apa ia harus menerima mereka bertiga seperti yang dikatakan Icha? Tapi rasanya terlalu serakah kalau harus menerima ketiganya.
Icha yang tak kunjung mendengar suara dari Reno, mulai memutar kedua bola matanya malas.
"Gimana?! Jangan kelamaan mikir! Keburu mereka bertiga kepincut sama bule-bule di sana bego!" ucapnya keras untuk menyadarkan Reno.
"Bener kata lu, mubazir kalo nggak diterima" sahut Reno.
"Yaudah buru sana, samperin mereka bertiga. Tadi lu chat gue kalo mereka lagi di bawah kan? Buruan, jangan lama-lama."
"Tapi... gue takut naik lift. Gimana dong?"
"Elah, lebay banget nih sahabat gue. Buruan turun, gue temenin sambil telponan sini. Nanti kalo udah di bawah baru lu matiin."
"Eh nggak usah deh, nggak apa-apa. Nanti gue nunggu orang aja buat barengan."
"Yaudah cepet, gue tunggu kabar selanjutnya."
Setelah panggilan terputus, segera remaja itu beranjak dari kasurnya. Ia mengunci pintu balkon dan juga pintu kamar, kemudian beranjak menuju ke pintu lift untuk turun ke lobby.
Napasnya lega, ketika mengetahui di depan lift ada dua orang bule perempuan dan bule laki-laki yang sepertinya sedang berpacaran. Saat pintu lift terbuka, Reno masuk bersamaan dengan dua orang bule itu menuju ke lobby untuk menyusul mereka bertiga yang berada di bar.
"Semoga ini adalah keputusan yang tepat untuk menjaga perasaan masing-masing" batin Reno.
~ ~ ~
Di bar, terlihat Arsyad, Bayu, dan Danu sedang duduk di satu meja bersamaan. Meski di sana ada banyak jenis alkohol yang menggiurkan, namun mereka tetap memesan jus buah. Mereka bisa saja membeli satu truk besar alkohol kalau mau, namun karena alasan kesehatan mereka tidak meminum minuman terlarang itu.
Sekarang mereka sudah berkumpul dengan minuman masing-masing. Mereka sama penasarannya, ingin tau bagaimana hasilnya.
"Jadi gimana hasilnya? Siapa yang mau ngasih tau duluan?" tanya Danu penasaran.
"Eum, bareng-bareng aja ya bilangnya? Jawabnya cukup diterima atau ditolak, oke?" sahut Bayu, yang disetujui oleh Arsyad dan Danu.
"Satu... dua... tiga... ditolak!" jawab mereka bersamaan.
Mata mereka bertiga saling tatap, mereka tidak percaya dengan jawabannya. "Ini beneran ditolak semua?" batin mereka masing-masing.
"Hahaha, ditolak semua ya ternyata" ucap Danu terkekeh.
"Huft, syukur deh. Baru saya mau marah kalau ada yang diterima, tapi nggak jadi haha. Kayaknya lebih baik begini" sahut Arsyad.
"Saya nggak nyangka, dia nolak kita bertiga. Mungkin untuk jaga perasaan kita, biar nggak berantem cuma karena status" ujar Bayu. "Lagian itu juga cuma taruhan kan dari beberapa bulan lalu? Sekarang pokoknya taruhan itu nggak jalan lagi. Lupain aja soal ini, oke?"
Arsyad dan Danu mengangguk setuju. "Oke, taruhan ini nggak jalan lagi" ucap mereka bersamaan. Perasaan mereka cukup lega setelah mengetahui jawaban dan setelah mengakhiri taruhan ini.
Tak lama dari itu, Danu hendak untuk minum jus buah yang dipesannya. Saat ingin meneguk, ia melihat seseorang berdiri tak jauh dari belakang tempat duduk Bayu. Setelah diperhatikan lagi, ternyata orang itu adalah Reno. Dikarenakan hanya Danu yang duduk menghadap ke sana, jadi hanya dia yang bisa melihat Reno.
Namun ada yang aneh. Kenapa Reno hanya berdiri di sana dan tidak bergabung dengan mereka?
Selang beberapa detik, Reno menundukkan kepalanya. Dengan jelas, Danu melihat bahu Reno yang bergetar dan tangannya seperti sedang mengusap sesuatu di wajahnya. Ketika Reno kembali melihat Danu, remaja itu tersenyum. Sebuah senyum yang dipaksakan dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Setelahnya Reno berlari, meninggalkan mereka bertiga dan juga bar ini.
Menyadari ada yang salah, Danu pun bangkit dari duduknya.
"Ren?! Tunggu dulu Ren!" ucap Danu sedikit berteriak.
Arsyad dan Bayu yang sedang dudu diam, tentu kaget mendengar suara Danu.
"Kenapa Dan?" heran Bayu.
"Tadi ada Reno, dia nangis! Kayaknya dia denger soal taruhan kita Bay!" jawab Danu panik.
"Duh! Si Reno pasti salah paham!" imbuh Arsyad.
Tanpa berlama-lama lagi, mereka bertiga langsung berlari dan bergegas untuk mengikuti ke mana Reno pergi.
Mereka bertiga melihat Reno berlari ke arah hotel, namun mereka sulit untuk mengejar karena Reno berlari sangat cepat dibanding mereka. Jadinya mereka berniat untuk terus mengejarnya.
Namun sesampainya di lobby hotel, mereka bertiga tidak bisa menemukan keberadaan Reno. Kembali mereka berlari menyusuri tangga untuk menuju ke kamar mereka yang berada di lantai lima, bermaksud mencari Reno di dalam kamar.
"Ren!" teriak Danu setelah pintu kamar sudah dibuka.
Tetapi kamar sangat sepi dan kosong. Di balkon tidak ada Reno, begitupun di kamar mandi. Remaja itu tidak ada di dalam kamar.
Arsyad mencoba ke balkon, untuk mencari Reno dari atas sini. Siapa tau ia bisa melihat ada anak yang sedang berlari. Namun sayangnya langit sudah malam dan posisinya sangat jauh dari pantai, sehingga yang ia lihat tidak terlalu jelas. "Dek, kamu di mana?" batin Arsyad.
"Duh gimana nih?! Kalau Reno tiba-tiba nyebur ke laut gimana?!" ucap Bayu panik, ia tidak bisa berpikir jernih saat ini.
"Jangan ngomong yang aneh-aneh Bay!" balas Arsyad marah.
"Dia udah panic attack Syad! Kalo tiba-tiba kambuh gimana?! Ini udah jam 12 malem!!!" sahut Bayu lagi.
Danu mendengus kesal mendengar ucapan mereka berdua.
"Udah, udah, berisik! Jangan ngomong macem-macem! Ayo cari lagi di luar hotel!" ucap Danu yang ikut kesal.
Bip...! Bip...! Bip...!
Baru saja mereka ingin keluar dari kamar, tiba-tiba saja mendengar suara panggilan telepon masuk. Suara nada dering yang tidak asing, yang mana ini adalah nada dering dari hp milik Reno. Dengan cepat mereka mengambil hp Reno yang terletak di atas meja, melihat siapa yang menelpon malam-malam begini.
Kening mereka berkerut, terutama Danu yang memegang hp itu. Karena tertulis dengan jelas kalau nama kontaknya adalah 'Icaabe". Danu tak ambil pusing, karena ia yakin itu adalah kontak teman Reno yang namanya Icha. Segera ia menjawab panggilan telepon itu.
"Happy birthday to you, happy birthday to you. Happy birthday, happy birthday, happy birthday Reno."
"Selamat ulang tahun ya Ren, bestie gue, my best-best friend pokoknya. Semoga lu bisa jadi anak yang lebih baik lagi, lebih humble lagi sama semua orang, terus murah senyum, jangan sombong mentang-mentang kegantengan lu nggak ketolongan, semakin banyak disukain orang, pokoknya tetap jadi Reno yang gue kenal tapi harus jadi lebih baik lagi. Gue pasti doain yang terbaik buat sahabat terbaik gue. Mohon maap nih agak telat sepuluh menitan, gue ketiduran bentar abis maskeran tadi. Tapi gue masih jadi orang pertama yang ngucapin kan?"
Danu diam membatu, ketika ia mendengar jawaban dari telepon masuk itu. Matanya menatap Arsyad dan Bayu secara bergantian, karena ia yakin kalau mereka berdua juga bisa mendengar suara dari telepon itu juga meski tidak di loudspeaker. Raut wajah mereka berubah, menjadi merasa bersalah setelah mendengar apa yang Icha ucapkan dari telepon itu.
"Reno... ulang tahun hari ini?"
* * *