"Huft..."
Helaan napas berat dari Arsyad, terlihat ia sedang memikirkan sesuatu. Terlebih ini sudah hampir jam 9 malam, rasanya sudah lama sekali sejak Bayu harus menyatakan cintanya kepada Reno. Apakah akan memakan waktu selama itu hanya untuk menyatakan cinta?
Sekarang ia sedang berada di balkon kamar, melihat ke arah pantai untuk mencari Reno dan juga Bayu yang seharusnya ada di sana. Sayangnya mata Arsyad tidak setajam itu, semua yang ia lihat seperti sama dan tidak bisa membedakan mana Reno atau Bayu di antara kerumunan orang di pantai. Di telpon atau chat pun tidak ada balasan.
Pria gagah itu membuang napasnya kasar, entah mengapa ia merasa khawatir dengan kondisi adik kesayangannya itu. Hingga ketika ia mengecek hpnya lagi, ternyata sudah ada pesan dari Bayu.
'Sini Syad, kita bertiga lagi di minimarket di lobby. Oh iya, jangan lupa bawain jaket atau sweater ya sama minyak kayu putih juga buat Reno. Dia kedinginan, ini lagi minum coklat panas, soalnya di bar tadi nggak ada minuman panas. Cepet, udah malem, saya udah selesai tadi.'
"Ya iyalah Bay nggak ada minuman panas, itu kan bar. Ada alkohol sih yang bisa angetin badan, tapi mana boleh Reno minum gituan..." gumam Arsyad dalam hatinya.
Kembali pria itu memasukkan hp ke saku celananya, lalu berjalan masuk dan membuka koper bawaannya di dalam lemari. Ia mengambil sweater yang cukup tebal dan juga minyak kayu putih sesuai dengan yang Bayu minta tadi, serta ia mengambil barang yang sudah ia persiapkan sebelumnya untuk mengikuti perjanjian dari Bayu soal persaingan ketat ini.
Di depan cermin, Arsyad sedang memperhatikan penampilannya sendiri. Berbalut dengan celana selutut dan juga kaos polos agak ketat dengan kancing yang dibuka, rasanya Reno akan menyukai penampilan Arsyad saat ini. Setelah mendapat barang dan sudah menutup pintu balkon serta pintu kamar, segera Arsyad bergegas menuju ke minimarket lantai dasar hotel itu.
Di dalam minimarket, Arsyad terdiam sejenak ketika melihat mereka bertiga sedang duduk berjejer sambil minum. Tiba-tiba saja ia kepikiran bagaimana cara berbicara kepada adik kesayangannya itu untuk menyatakan cintanya. Meski sudah dekat dan pernah berhubungan badan juga, tetap saja Arsyad gugup.
Sementara itu, Bayu yang duduk menghadap kaca bisa melihat jelas pantulan bayangan Arsyad yang berada di belakangnya. Ia sedikit menaikkan alisnya, bingung karena Arsyad sudah berdiri diam hampir dua menit. Kemudian ia memutar kursinya untuk menengok ke Arsyad.
"Syad?" panggil Bayu. "Sini, ngapain diem aja di situ?" ucap Bayu keheranan.
"Eh..." kaget Arsyad, ketika Bayu memanggil namanya. "Iya-iya, bentar, saya ke sana" lanjut Arsyad.
Berjalan mendekat, lalu Arsyad duduk tepat di sebelah Reno. Segera ia meletakkan sweater serta minyak kayu putih di meja di hadapannya, kemudian tangannya memegang lengan Reno untuk mengecek apakah tubuhnya dingin atau tidak.
"Masih kedinginan nggak kamu Dek?" cemas Arsyad. Tangan remaja itu memang agak dingin dari biasanya, entah karena ruangan ini ber-AC atau apa. Yang jelas Arsyad takut adik kesayangannya kenapa-napa.
Sambil memegang gelas coklat panas setelah meminumnya, Reno menoleh ke Arsyad. "Masih si Bang, tapi udah jauh mendingan dari tadi. Soalnya tadi aku sampe menggigil, tapi sekarang udah nggak meski masih agak dingin" jelas Reno.
Reno memang terbilang sudah besar, namun di mata Arsyad ia tetapnya adik kecilnya. Khawatir tentu ada, terlebih kepada Reno. Ada perasaan sedih kalau ia melihat adiknya kurang fit. Segera ia memakaikan minyak kayu putih di beberapa bagian tubuh Reno, tak lupa juga ia memakaikan Reno sweater tebal yang dibawanya.
Pandangan Arsyad yang tadinya ke Reno, kini berubah menjadi ke Bayu. "Kenapa nggak dibawa ke kamar aja Bay? Malah dibawa ke sini? Ini kan AC, sama dinginnya kayak di luar kalo malem. Di kamar AC-nya bisa dimatiin kalo perlu, Reno juga bisa berendem air anget" ucap Arsyad penuh tanya.
"Sama aja, kan di kamar AC juga belum dimatiin, udara nggak langsung panas juga kalo dimatiin. Langsung berendem air anget juga nggak baik kalo tubuh lagi dingin, jadi ya diangetin dulu sama coklat panasnya" sahut Bayu.
Arsyad memutar kedua bola matanya, malas kalau Bayu sudah bicara soal kesehatan. Meski ada benarnya, tetap saja menurutnya Reno lebih baik langsung dibawa ke kamar.
Beberapa menit kemudian, mereka berempat masih diam, hanya ada obrolan sesekali agar suasana tidak terlalu sepi. Arsyad mengecek hpnya, dan ternyata sudah hampir jam 10 malam. Tak lama dari itu, ia melihat ada notifikasi pesan masuk dari Danu.
'Buruan, lelet banget jadi orang. Udah mau jam 10 malem nih, si Reno kayaknya udah ngantuk juga. Ajak Reno ke kamar, nembaknya di balkon kamar aja. Pemandangannya sama-sama ke pantai ini, biar Reno nggak capek juga bolak-balik dari sini ke pantai.'
Setelah membaca itu, Arsyad menoleh ke Danu. Keduanya pun saling kontak mata karena Danu sedang melihat Arsyad juga. Kembali jari-jari tangan Arsyad mengetik, untuk membalas pesan dari Danu.
'Iya-iya, bawel banget kamu' balas Arsyad sedikit kesal. Ia memasukkan kembali hp ke saku celananya, lalu mendekatkan kursinya ke Reno dan merangkul remaja itu.
"Ke kamar yuk Dek? Udah abis kan minumnya?" tanya Arsyad dengan senyum.
Reno menganggukkan kepalanya, menurut permintaan Arsyad. "Aku sih ayo Bang. Tapi... boleh pesen coklat panasnya lagi nggak? Soalnya enak banget, hehe" pinta Reno malu-malu.
Arsyad mencubit pipi Reno gemas, wajah Reno yang malu-malu memang sangat imut. "Boleh dong. Mau berapa? Satu? Dua? Apa sepuluh biar sekalian buat besok?" ledek Arsyad.
"Satu aja lah, banyak banget sampe sepuluh" sahut Reno sambil meninju pelan paha Arsyad.
Kembali pria itu tersenyum, lalu turun dari kursi dan menggendong Reno. "Yaudah hayuk, sekalian langsung ke kamar. Kita duluan ya Bay, Dan" ucap Arsyad. Ia mengedipkan matanya beberapa kali untuk memberi kode kepada mereka.
"Iya. Abis ini saya sama Bayu mau ke bar yang tadi dulu ya Ren, kayaknya ada yang ketinggalan di sana. Kamu sama Arsyad dulu ya" sahut Danu.
Reno hanya mengangguk mengiyakan, karena sejujurnya ia sudah mengantuk.
Segera Arsyad berjalan menuju ke tempat coklat panas dan membayarnya di kasir. Setelah itu barulah mereka berdua kembali ke kamar.
Sesampainya di kamar, Arsyad langsung meletakkan Reno di atas kasur. Udara memang dingin, tapi Reno dengan sengaja melepas sweater yang dipakainya. Remaja itu lebih memilih menutupi tubuhnya dengan bedcover yang lebih lembut daripada sweater, rasanya pun lebih enak. Arsyad hanya tersenyum melihat Reno seperti itu.
"Dek, kamu udah ngantuk belum?" tanya Arsyad memastikan. Ia takut Reno mengantuk, karena ini sudah lewat dari jam tidur Reno yang biasanya tidur jam 9 malam.
"Udah agak ngantuk sih Bang, tapi masih bisa ditahan. Aku juga mau ngabisin coklat panas tadi dulu. Emangnya kenapa Bang?" tanya Reno balik.
"Ngabisin coklat panasnya di balkon aja yuk sambil ngobrol-ngobrol? Sambil ngeliat langit malem, mumpung langitnya cerah, bulan purnama sama bintang-bintangnya keliatan semua. Gimana?" usul Arsyad.
"Yaudah, aku ngikut aja" sahut Reno santai. Lalu pandangannya lurus menatap Arsyad, wajahnya tersenyum nyengir kepada abangnya itu. "Tapi gendong ya? Hehe. Kaki aku masih nyeri soalnya" pinta Reno lagi.
Terdengar Arsyad menghela napasnya, ia tersenyum meledek kepada Reno. "Punya adek kok manja banget" ledek Arsyad. Meski begitu, ia tetap berjalan ke Reno dan menggendong adiknya itu ke balkon. Tidak ada yang salah kalau Reno manja, karena Arsyad sendiri berharap Reno menjadi adik yang manja kepadanya.
Setelah mengambil bedcover tadi, Arsyad kembali ke balkon dan bermaksud menutupi tubuh Reno dengan bedcover itu agar Reno tidak kedinginan. Arsyad tersenyum tipis, karena tubuh Reno yang kecil seperti tenggelam oleh bedcover yang sudah menutupi tubuhnya dan hanya menyisakan kepalanya saja.
"Kamu pernah bilang ke Abang kalau kamu suka suasana malam gini kan Dek?"
"Iya Bang, suka banget malah. Apalagi suasananya berangin gini, deket pantai, ada suara desiran ombaknya. Itu beneran kesukaan aku Bang, aku damai banget kalo semua itu ada."
"Terus gimana liburannya di Bali? Suka nggak?"
"Suka Bang, suka banget. Apalagi liburannya sama Abang, sama Mas Bayu, sama Pak Danu. Ini kayaknya liburan terbaik aku, yang harusnya lebih baik lagi kalau Bapak sama Ibu bisa ikut. Tapi ya nggak masalah, aku beneran seneng dan suka banget bisa liburan bareng kalian ke Bali."
Arsyad bernapas lega, karena jawaban dari Reno sesuai dengan perkiraannya. Ia juga tidak bisa menyembunyikan senyumannya, karena ia sangat senang kalau melihat Reno senang juga.
Reno membuka gulungan bedcover di tubuhnya lalu memegang segelas coklat panas yang dibeli tadi. Sementara Arsyad duduk semakin mendekat ke adiknya itu, hingga tubuh mereka saling bersentuhan.
"Oh iya, Abang boleh nanya nggak Dek?" ucap Arsyad memecah keheningan sesaat.
"Mau nanya apa Bang?" tanya Reno penasaran.
"Kamu sayang sama nggak sama Abang?" Arsyad tersenyum simpul, sambil kedua alisnya dinaik-turunkan.
Reno menaikkan sebelah alisnya, sedikit bingung dengan pertanyaan Arsyad.
"Ya sayang lah Bang, pake nanya lagi. Tiap hari berduaan, tiap hari peluk-pelukan, bahkan kita udah pernah hubungan badan. Masa iya setelah itu semua aku nggak sayang sama Abang? Sekarang pun aku udah cinta. Abang nggak percaya ya?" Reno menyipitkan matanya kepada Arsyad.
"Enak aja, Abang percaya lah" sahut Arsyad cepat. "Kalo Abang nanya kamu lebih sayang siapa dari Abang atau Bayu atau Danu, kamu bakal jawab siapa?" tanya Arsyad lagi.
Kali ini pertanyaan Arsyad membuat Reno terdiam, raut wajahnya menjelaskan kalau remaja itu kebingungan.
"Em, ng-nggak tau Bang. Aku sa-sayang kalian bertiga pokoknya" jawab Reno jujur sekaligus ragu.
Kembali Arsyad menghela napasnya, karena Reno selalu menjawab dengan jawaban yang sama setiap kali ia bertanya begitu. Entah mengapa Arsyad sedikit kecewa karena itu. Meski agak sulit, Arsyad berusaha memakluminya.
Beberapa saat kemudian, Arsyad mengambil gelang dengan gantungan bertuliskan inisial dari nama mereka berdua. Dengan sengaja ia memegang gelang itu, agar Reno juga bisa melihatnya.
Perlahan Arsyad melepaskan rangkulannya dari Reno, dan memutar tubuhnya hingga ia menghadap ke remaja berjubah bedcover yang sedang memegang segelas coklat panas. Dengan senyum, Arsyad menatap penuh arti ke Reno.
"Dek, ka-kamu mau dengerin Abang dulu kan?" tanya Arsyad sedikit gugup.
Raut wajah Reno datar-datar saja, ia menaikkan sebelah alisnya karena sedikit bingung.
"Ada apa Bang?" herannya.
Arsyad mengambil napas panjang dan menghembuskannya kembali. Ia mengambil coklat panas yang dipegang Reno dan meletakkannya di samping, lalu ia menggantikan coklat panas itu dengan tangannya sendiri. Dengan senyum, Arsyad mencoba menyatakan cintanya kepada Reno.
"Abang pertama kali ketemu kamu pas kamu masih kecil, saat itu Abang sayang banget sama kamu karena Abang nganggep kamu adik Abang beneran. Sekarang pun sama, Abang sayang sama kamu dan nganggep kamu begitu juga, tapi kali ini rasanya lebih karena Abang udah cinta sama kamu Dek. Pas ketemu kamu di rumah Bayu, Abang yakin kita bisa punya hubungan yang baik kedepannya. Nyatanya bener, sampai saat ini hubungan kita baik-baik aja meski kadang berantem atau adu mulut. Abang nggak bermaksud untuk nyakitin kamu atau perasaan kamu, tolong maafin Abang jika Abang punya kesalahan sama kamu ya Dek. Tapi sebenernya bukan itu yang pengen Abang bilang ke kamu, melainkan Abang mau ngungkapin perasaan Abang ke kamu."
"Mungkin saat ini status hubungan kita sebatas kakak adik. Tapi kita pernah ngerasain tubuh kita masing-masing, kita pernah berbagi kenikmatan, saling menemukan rasa nyaman dari itu semua. Waktu itu kamu mau kita pacaran, meski belum bisa nerima langsung soal statusnya. Sekarang Abang mau tanya lagi Dek, apa kamu mau jadi pacar Abang? Abang cuma mau kamu jadi milik Abang seorang, Abang nggak mau bagi-bagi kamu sama siapapun."
"Ini, ini ada gelang yang khusus untuk kamu, anggap aja sebagai tanda kita saling sayang karena Abang udah bikin inisial nama kita di gantungan gelang itu. Kalo kamu mau bales cinta Abang, tolong pakai gelang itu ya Dek. Setelah itu, nanti kita bisa pikirin gimana agar hubungan kita bisa bertahan terus. Walau sulit, tapi Abang pasti memperjuangkan itu. Mohon diterima ya Dek?"
Reno menelan ludahnya, tatapannya bingung kepada Arsyad. Sementara Arsyad memasang raut wajah yang sulit diartikan, ia benar-benar bingung harus malu atau lega karena perkataannya tadi.
"A-abang serius?" tanya Reno tak percaya.
"Apa Abang keliatan bercanda Dek?" tanya Arsyad balik.
"Ah, aku nggak bermaksud begitu Bang. A-aku cuma nggak nyangka, Abang beneran nyatain cinta ke aku? Waktu itu emang udah pernah, pas kita abis hubungan badan. Tapi kali ini Abang romantis, aku masih nggak percaya kalau hari ini datang juga" jawab Reno.
Bibir Arsyad tersenyum, ia menatap dalam-dalam mata Reno. "Jadi gimana?" tanya Arsyad penasaran dan tak sabar.
Bola mata Arsyad melebar, ia cukup kaget karena Reno memakai gelang yang ia berikan barusan. Setelah memakainya, Reno memeluk erat tubuh Arsyad. Bukankah itu berarti Reno menerima cintanya?
"Kamu nerima cinta Abang, Dek?"
"Abang, dengerin aku dulu ya. Aku yakin, ini adalah hari yang nggak akan aku lupain seumur hidup aku. Aku seneng, seneng banget malah. Tapi di dalam hati aku, masih ada pertanyaan yang terus ngeganjel." Reno merenggangkan sedikit pelukannya, lalu mendongak untuk melihat wajah Arsyad. "Abang bukan penyuka sesama jenis kayak aku, apa Abang nggak salah milih aku sebagai pacar Abang?"
"Mungkin soal jenis kelamin ya salah, karena seharusnya Abang nyari pacar perempuan. Tapi Abang ngikut sama isi hati Abang, Dek, yang selalu bilang kalau Abang itu cintanya ke kamu yang laki-laki juga. Abang emang straight, masih suka perempuan. Tapi apakah Abang salah kalau Abang nurut sama isi hati Abang, Dek? Lagian kalo Abang jadi penyuka sesama jenis kayak kamu, yang Abang cinta dan yang Abang sayang ya cuma kamu juga, nggak ada yang lain."
Damai, adalah perasaan yang Reno rasakan saat ini. Bagaimana tidak, seorang Adrian Arsyad Eiji mengatakan itu kepada dirinya yang hanya seorang anak kampungan? Bohong kalau hatinya tidak jingkrak-jingkrak kegirangan. Meski Arsyad pernah mengajak Reno untuk pacaran juga, namun rasanya cara Arsyad menyatakan cinta saat ini jauh lebih indah dan romantis daripada saat itu.
"Aku paham" ucap Reno setelah mendengar penjelasan Arsyad. "Terima kasih banyak untuk semua yang udah Abang kasih ke aku. Rasa sayang, cinta, perlakuan yang baik, makanan yang enak, pengertian, atau apapun itu. Terima kasih banyak untuk itu semua. Dan jujur aja ya Bang, aku juga mau hubungan kita lebih dari kesedar kakak adik."
Arsyad tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Ia penasaran, sekaligus kesal juga karena Reno tidak langsung mengatakannya.
"Jadi gimana? Kamu jangan bikin Abang penasaran Dek..."
"Sebelumnya, aku nggak mau Bang Arsyad tersinggung. Tadi Abang bilang tolong pakai gelang ini kalau aku mau membalas cinta Abang. Aku yakin Abang juga udah tau soal gimana perasaan sayang dan cinta aku ke Abang, jadi aku pakai gelang pemberian dari Abang ini sebagai tanda kalo aku akan membalas cinta Abang."
Reno menarik napasnya, ia menatap Arsyad sesaat lalu menundukkan sedikit kepalanya. Terlihat ia menggigit kecil bibir bawahnya, ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Tapi kalau Abang mau kita jadi pacar atau kekasih atau bahkan pendamping hidup, maaf... aku belum bisa."
Jawaban Reno membuat Arsyad terdiam sejenak, sambil memandang ke arahnya dengan raut wajah penuh tanya. Seketika saja raut wajahnya berubah menjadi kesal, emosi Arsyad naik secara tiba-tiba. Ia berdiri, menatap Reno dengan tatapan tajamnya dan napasnya berat karena emosi.
"Kenapa Dek?! Kamu bilang kamu cinta sama Abang, kamu bilang kamu sayang sama Abang juga kan?! Kita udah deket, saling sayang, saling cinta, bahkan kita udah pernah ngerasain tubuh masing-masing. Terus kenapa kamu nggak mau?!"
"Bang... dengerin aku dulu..."
"Pasti semua gara-gara Bayu sama Danu kan?! Kamu udah nerima salah satu dari mereka dan jadinya kamu nolak Abang?! Oh... atau jangan-jangan, kamu masih cinta sama guru kamu yang brengsek itu?!"
"Abang... bukan gitu..."
"Dek, cinta Abang bener-bener tulus sama kamu! Apa Abang masih kurang sesuatu sampe-sampe kamu nolak cinta Abang?!"
Seketika saja Reno berdiri juga, lalu ia langsung memeluk erat tubuh Arsyad. Hatinya sangat terluka, ketika mendengar Arsyad marah dan membentaknya seperti tadi. Inilah yang Reno benci dari jatuh cinta kepada seseorang, ia takut hal yang serupa seperti hubungannya dengan guru olahraganya itu terulang lagi.
"Nggak Bang, nggak ada satu pun kekurangan di dalam diri Bang Arsyad. Kita berdua beda jauh Bang, aku cuma orang kampung yang miskin dan Abang orang kota yang kaya raya. Derajat hidup kita beda Bang, seorang yang sempurna kayak Abang nggak akan pernah bisa bersatu sama orang yang punya banyak kekurangan kayak aku" lirih Reno. Tanpa ia sadari, air matanya langsung menetes dan suara tangisannya terdengar sesegukan.
Suara tangisan Reno membuat Arsyad menghela napasnya berat, ia menyesal karena ia sudah memarahi sekaligus membentak orang yang paling disayanginya itu. Dengan perlahan, Arsyad membalas pelukan Reno dengan erat juga.
"Maaf Dek, lagi-lagi Abang bikin kamu nangis untuk kesekian kalinya. Maafin Abang, Abang nggak maksud untuk marah atau ngebentak kamu tadi" sesal Arsyad.
Kembali Arsyad mengajak Reno duduk, ia juga berusaha menenangkan Reno agar tidak menangis lagi. Tapi rasa nyaman dan penuh pengertian dari Arsyad malah membuat tangisan Reno semakin menjadi, sampai-sampai remaja itu tidak mau melepas pelukannya.
"Plis Bang, jangan pernah bandingin diri Abang sama Mas Bayu atau Pak Danu. Abang juga jangan bilang kalau aku masih ada hubungan sama Pak Sigit. Aku nggak ada hubungan lagi sama Pak Sigit, walau status kita masih pacaran. Tolong Abang jangan bentak aku atau marah sama aku kayak tadi, hati aku sakit Bang, dibentak sama orang yang aku sayang beneran bikin dada aku sakit" lirih Reno, suaranya serak karena ia tidak bisa menahan tangisannya yang terus menjadi.
Arsyad yakin kalau yang dikatakan Reno itu benar adanya. Ia bisa merasakan kalau remaja itu semakin mengeratkan pelukannya dan merasakan tangannya yang meremas bagian punggungnya, bahkan ia mendengar napas Reno yang tak beraturan.
Pria itu membuang napasnya kasar, matanya pun ikut berkaca melihat Reno yang menangis seperti itu.
"Abang paham Dek. Sekali lagi Abang minta maaf, maafin ucapan atau perilaku Abang tadi. Tolong berhenti nangis Dek, Abang akan ngerasa bersalah terus kalau kamu nangis begini karena ulah Abang sendiri" bujuknya.
Luka di hati tidak bisa sembuh dengan mudah, maka dari itu Reno tak berhenti menangis juga. Hati kecilnya sudah terlanjur tergores, karena kata-kata dari mulut Arsyad yang tajam layaknya pisau.
"Hari ini, entah kenapa tiba-tiba kalian bertiga nyatain cinta ke aku di waktu yang berdekatan. Aku nggak bisa milih, dan nggak akan pernah bisa milih di antara kalian bertiga. Lagian aku juga nggak ngerti, aku ini bukan orang spesial, kenapa kalian malah milih aku?" heran Reno di sela tangisannya.
"Kamu spesial Dek, kamu nggak seburuk apa yang kamu pikirkan" batin Arsyad.
Setelah cukup banyak unek-unek yang dikeluarkan oleh Reno, perlahan tangisan remaja itu mulai mereda. Arsyad juga mendengarkan dengan baik, menanggapi secukupnya agar semua unek-unek Reno bisa keluar tanpa harus terpotong ucapan darinya.
Hingga tangisan remaja itu akhirnya berhenti, karena dirinya dan pikirannya sudah lelah sekali untuk hari ini. Ia hanya berusaha mengatur napasnya agar tidak sesak, sambil memeluk erat orang yang paling disayanginya itu.
"Kita ke dalem aja ya Dek? Badan kamu udah mulai dingin lagi, Abang nggak mau kamu sakit" cemas Arsyad.
Reno hanya mengangguk pelan, tanpa melihat wajah yang berbicara.
Arsyad tersenyum simpul, lalu mengecup pucuk kepala Reno dengan penuh sayang. Kemudian ia menggendong Reno serta mengambil bedcover dan juga coklat panas yang sudah dingin karena didiamkan, setelahnya ia masuk ke dalam kamar dan tiduran di atas kasur bersama dengan adik kesayangannya itu.
Tidak ada sepatah kata yang keluar dari antara mereka, keduanya terdiam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Reno yang memeluk Arsyad erat dan tak mau melepaskannya, sementara Arsyad yang mengelus lembut punggung dan bagian belakang kepala Reno dengan tatapan yang lurus ke depan. Ia bingung dan penasaran, siapa yang diterima cintanya oleh Reno sampai-sampai Reno menolak cinta darinya.
"Selamat ya yang cintanya udah diterima sama Reno" batin Arsyad.
Meski Arsyad terdiam saat ini, namun hatinya seperti ingin menjerit. Meski ia sudah paham kenapa Reno menolak cintanya, namun tetap saja hatinya masih terasa sakit.
* * *