Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 9 - Banyak yang curiga

Chapter 9 - Banyak yang curiga

Suara alarm yang nyaring, membangunkan Reno dari tidurnya. Hari sudah berganti menjadi hari Senin, waktu masih menunjukkan pukul 4.15 pagi. Langit masih gelap karena masih subuh.

Reno membuka matanya, lalu mematikan alarm itu. Dengan masih memeluk bantal miliknya, Reno menghirup dalam-dalam aroma yang tertinggal di bantal itu.

Tentu itu adalah aroma tubuh Sigit, yang waktu itu datang dan sempat tidur sebentar di kasurnya. Meski sudah beberapa hari semenjak kejadian itu, namun aroma tubuh Sigit yang khas dan pekat masih bisa dicium dengan jelas. Hal itu membuat pikiran Reno terbang entah kemana.

Semenjak kejadian di apartemen malam itu, Reno lebih banyak diam. Sama halnya dengan Sigit, ia juga lebih banyak diam dari biasanya. Mereka yang tadinya senang setelah jalan-jalan, menjadi berubah 180 derajat. Mereka menjadi diam, seperti orang asing yang tidak kenal satu sama lain.

Hari Minggu kemarin, Reno benar-benar hilang muka untuk berhadapan dengan Sigit. Setelah kejadian bercinta itu, Reno tidak pernah sekalipun menatap mata atau wajah Sigit. Pertanyaan dari Sigit pun ia jawab seadanya saja. Semua itu semata-mata karena Reno takut, benar-benar takut Sigit marah besar kepadanya.

Semakin Reno memikirkan itu, semakin juga gelisah hatinya. Jadi ia bangkit dari tidurnya, lalu berjalan perlahan menuju ke kamar mandi.

Karena kejadian malam itu juga, Reno jadi kesulitan berjalan. Setiap kali ia melangkah, lubang anusnya terasa sangat perih yang terasa ke sekujur tubuhnya. Hingga ia harus berjalan sedikit mengangkang agar rasa sakitnya tidak terlalu hebat.

Di dalam kamar mandi, shower mengucurkan air hangat ke tubuh Reno. Matanya terpejam, merasakan nikmatnya air hangat yang membasahi tubuhnya. Meski ketika air itu mengalir ke sela bokongnya terasa perih, Reno berusaha rileks agar otot tubuhnya ikut rileks berkat air hangat itu.

Selesai mandi, Reno pergi ke depan lemari untuk mengambil celana dalamnya. Namun dirinya malah terdiam saat melihat bayangannya sendiri di cermin.

Mata Reno terfokus pada bagian lehernya, yang ada bekas biru. Bukan hanya satu atau dua, melainkan ada empat di bagian lehernya. Selain itu ada dua bekas lagi, di bagian dada kanan dan juga kirinya. Dirinya bingung, bagaimana cara untuk menyembunyikan bekas ciuman ini. Terlebih lagi bekas ciuman yang berada tepat di bawah daun telinganya.

Reno berjalan lagi ke arah meja belajarnya setelah memakai celana dalam, mencari sesuatu yang sekiranya bisa ia pakai untuk menutupi bekas biru di lehernya itu.

Di meja hanya ada sebuah plester untuk menutup luka. Sebenarnya Reno bisa saja menggunakan itu, namun pasti akan sangat mencolok. Apalagi kalau memakai plester itu di bagian lehernya.

Matanya kembali mengedarkan pandangan, mencari benda lain lagi. Beberapa saat kemudian, mata Reno terhenti saat melihat benda bertuliskan foundation. Dirinya tersenyum kecil saat melihat benda itu.

Benda itu tentu bukan milik Reno, melainkan milik Icha yang waktu itu tertinggal di kelas. Reno membawanya dan berniat untuk mengembalikan kepada Icha ketika bertemu lagi, tapi ternyata Icha sudah membeli yang baru karena yang sudah hilang itu hanya tersisa sedikit.

Setelah mengambil benda itu, Reno membukanya, melihat isinya yang ternyata masih lumayan. Memang tidak banyak, tapi setidaknya cukup untuk menutupi bekas biru di lehernya itu. Reno membuka hp miliknya, mencari di internet bagaimana cara menggunakan foundation. Setelah menemukan video yang cocok, Reno langsung meniru dan juga mempraktekannya.

Reno yang dasarnya laki-laki, memang tidak tau cara memakai make up. Jadi wajar kalau memakai foundation saja membutuhkan waktu yang terbilang lama. Untungnya warna kulit Icha dan kulitnya sama, jadi Reno tidak perlu memakaikan make up lain yang tentunya tidak dimilikinya di atas foundation itu.

Merasa bekas biru di lehernya itu tersamarkan dengan sempurna, Reno menghela napas lega. Sekarang ia paham kenapa make up itu penting sekali, terutama bagi perempuan.

Dengan memakai seragam yang lengkap, Reno berjalan menuju ke dapur untuk membuat roti dan juga selai coklat untuk sarapannya. Bukan sok bule atau gimana, hanya saja Reno tidak bisa memakan nasi atau minum susu di pagi hari, karena perutnya akan terasa melilit sesaat setelah memakan nasi atau minum susu.

Sebelum berangkat, Reno mengecek lagi apakah bekas biru di lehernya bisa terlihat atau tidak. Karena merasa penampilannya sudah sempurna dengan bekas biru yang tersamarkan dengan sempurna juga, akhirnya Reno berangkat menuju ke sekolah sambil menghabiskan rotinya itu.

~ ~ ~

Tepat sesaat setelah Reno memarkirkan motornya, tiba-tiba saja hujan turun. Meski hanya sekedar gerimis, hujan itu berhasil membuat Reno dan juga murid-murid lain berlari berhamburan menuju ke dalam sekolah.

Ketika sudah masuk, Reno baru menyadari kalau anusnya masih luka akibat ditusuk oleh kejantanan gurunya itu. Sehingga rasa sakit yang seharusnya dirasakan tadi, menjadi terasa baru sekarang karena pikirannya lupa akan hal itu.

Berusaha dengan sekuat tenaga, Reno menahan sakit itu demi bisa terlihat berjalan normal menuju ke kelasnya yang berada di lantai tiga.

Selama berjalan, banyak sekali tatapan mata yang menuju ke Reno. Bukan tatapan mata yang menunjukkan senang, melainkan lebih ke tidak suka kepadanya. Bahkan Reno melihat dengan jelas ada yang berbisik-bisik sambil melihat ke arahnya. Jadi Reno berjalan lebih cepat agar sampai di kelasnya.

Di kelas, buru-buru Reno duduk karena kelasnya masih sepi. Baru ada Icha, dan beberapa teman lainnya yang ada di kelas.

"Akh..." rintih Reno, ketika bokongnya menyentuh kursi kayu. Walau sakit, Reno akhirnya bisa bernapas lega karena sudah bisa duduk.

Beberapa saat kemudian, terlihat Icha yang seharusnya duduk di depan Reno, sudah duduk tepat di samping Reno. Senyuman manis Icha membuat Reno terkaget.

"Astaga" ucap Reno lalu mengelus dada ratanya. "Ngagetin aja lu" sambung Reno.

"Demit kali ah ngagetin" sahut Icha.

Keduanya menjadi saling tatap satu sama lain. Terlebih Icha, ia melihat Reno dengan tatapan selidik dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Yang ditatap pun jadi merasa gugup.

"Kenapa sih?" tanya Reno yang tak nyaman ditatap seperti itu. Atau lebih tepatnya Reno takut teman baiknya itu mengetahui rahasia terbesarnya.

"Lu beda hari ini" jawab Icha, dengan mata yang masih menyelidik ke seluruh tubuh Reno.

"La-lain gimana?" tanya Reno gugup.

Dengan mata yang disipitkan, Icha mendekatkan wajahnya ke Reno. "Ya lain aja" jawabnya.

Reno mendorong wajah Icha dengan tangannya. "Perasaan lu doang kali?" sahut Reno.

"Terus kenapa lu jalannya agak ngangkang tadi?" tanya Icha, yang sebelah alisnya sudah dinaikkan.

Pertanyaan Icha membuat Reno menelan ludah, tiba-tiba saja rasa gugupnya semakin menjadi.

Icha sudah berteman lama dengan Reno, semenjak mereka baru masuk pun Icha adalah teman pertamanya di sekolah ini. Mereka juga sering main bersama, jalan-jalan bersama, sampai digosipkan kalau mereka berdua berpacaran. Maka dari itu Icha sangat tau tentang Reno, sedikit saja ada perubahan dari Reno pasti langsung ditanya oleh Icha.

"Oh anu, i-itu gue... gue jatoh di kamar mandi" jawab Reno berbohong. Karena kalau ia menjawab jujur, pasti teman baiknya itu akan terkena serangan jantung.

"Owh, kirain abis sunat, hehe" sahut Icha.

Reno menghela napas lega, setelah tau kalau Icha hanya bercanda. Wajah gugup Reno pun hilang, berubah menjadi wajahnya yang tersenyum manis. "Abis dong punya gue kalo disunat lagi" jawab Reno sambil menggelengkan kepalanya.

Di sela-sela obrolan Reno dan Icha, terdengar suara hujan yang keras. Hujan yang tadinya gerimis, kini menjadi sangat deras. Semua murid yang ada di sekolah langsung bersorak gembira karena hujan deras, yang berarti tidak akan ada upacara di hari Senin pagi ini.

"Alhamdulillah" ucap Reno dalam hati. Berkat hujan deras ini, Reno jadi tidak perlu bersusah payah turun dari lantai tiga dan menahan rasa sakitnya agar jalannya terlihat normal.

Sekolah yang diguyur hujan pagi hari, membuat sekolah menjadi sepi. Banyak sekali murid yang berhalangan hadir dengan alasan hujan deras, dan tentu ada yang senang karena tidak perlu pergi ke sekolah.

Saat sedang mengobrol dengan Icha, Reno dikagetkan dengan seseorang yang menepuk pundaknya. Awalnya ia kaget dan takut kalau orang itu adalah Sigit, namun ternyata itu hanya Yoga yang bajunya sudah basah diguyur hujan.

"Buset, mandi ujan lu?" ucap Reno yang melihat Yoga basah kuyup sambil membawa paper bag.

Yoga tersenyum simpul sambil mengelap rambutnya yang basah dengan handuk kecil. "Bisa dibilang begitu" jawab Yoga santai.

Setelah duduk di kursi yang berada di depan Reno, Yoga langsung memutar kursi itu agar menghadap ke Reno dan juga Icha. Setelah itu Yoga memberikan paper bag yang ia bawa kepada Reno.

"Nih dari fans lu" ucap Yoga.

"Fans gue?" bingung Reno.

"Biasa, siapa lagi yang terang-terangan bilang suka sama lu selain Hani kan?" sahut Yoga.

Reno mengerutkan keningnya, tiba-tiba saja moodnya menjadi buruk setelah mendengar nama itu.

Hani, adalah perempuan yang seangkatan dengan Reno yang tentunya berbeda kelas juga dengan Reno. Tentu Hani adalah orang yang menyukai Reno, bahkan pernah menembak Reno secara terang-terangan. Meski sudah ditolak, Hani tidak pernah menyerah dan terus berusaha mengejar Reno sampai sekarang.

"Udah dibilang kalau ada yang nitip buat gue jarang pernah mau, masih aja diambil terus" protes Reno kesal.

"Iya-iya, nanti gue balikin lagi ke Hani" jawab Yoga, yang sudah mengetahui kebiasaan temannya itu.

Reno menopang bagian samping kepalanya dengan tangannya di meja, lalu ia menghela napas gusar. Untuk menenangkan diri, Reno memejamkan matanya sejenak agar tidak terlalu memikirkan perempuan yang sudah pasti tidak disukainya itu.

"Oh iya Ren, lu udah tau berita terbaru belom? Lagi viral nih di seantero sekolah" ucap Icha tiba-tiba.

"Hm... mulai deh, masih pagi udah ghibah aja" jawab Reno, yang matanya masih terpejam.

"Bukan ghibah, masalahnya ini berita tuh tentang lu" sahut Yoga, yang ternyata sudah tau tentang berita yang dimaksud Icha.

Mendengar itu, Reno membuka matanya. Sebelah alisnya ia naikkan karena bingung, soalnya ia tidak tau apa-apa.

"Berita apa sih emangnya?" Reno semakin penasaran.

Icha mengeluarkan hp canggih miliknya, lalu menunjukkan sebuah foto ke Reno.

Reno terkaget, saat ia sadar kalau foto yang ditunjukkan oleh Icha adalah foto dirinya dan Sigit yang sedang berada di pantai. Foto itu memperlihatkan Reno yang sedang berduaan dengan Sigit, terlebih foto itu diambil saat Reno menyandarkan tubuhnya ke pundak lebar milik Sigit.

Sebelum Reno mengelak karena foto itu hanya diambil dari belakang, Icha langsung mengusap layar hp miliknya. Lalu muncul lagi foto Reno yang sedang berduaan dengan Sigit di tempat parkir dari arah depan, terlihat juga dengan jelas kalau motor yang ada di foto itu adalah motor milik Sigit yang selalu dipakai untuk ke sekolah.

Reno menelan ludahnya, ia tidak bisa mengelak karena foto itu sangat jelas kalau dirinya sedang berduaan dengan Sigit.

"Lu jalan-jalan sama Pak Sigit?" tanya Icha serius.

"Em, i-iya" jawab Reno agak gugup. "Emangnya kenapa?"

"Sebenernya sih nggak kenapa-napa, tapi aneh aja gitu" sahut Icha.

"Betul. Apalagi lu sama Pak Sigit itu kan hubungannya murid sama guru, bukan pacar" imbuh Yoga. "Maksud gue, jarang bareng kan ada guru sama murid jalan berduaan gitu?" sambung Yoga.

Mendengar perkataan dari kedua temannya itu, Reno merasa seperti terpojok. Sekarang ia tau mengapa selama ia berjalan ke kelas tadi banyak sekali tatapan mata yang seakan tidak suka dengannya, ternyata ada berita yang menyebar dengan sangat cepat.

"Iya sih" sahut Reno. "Lagian kemarin gue abis balikin kunci, terus Pak Sigit minta bantuin masukin nilai lagi kayak biasa. Pas udah selesai, dia nawarin gue buat jalan-jalan, sekalian traktir makan sebagai ucapan terima kasih. Siapa yang nolak kan?" jelas Reno.

Terlihat Icha dan Yoga mencerna jawaban dari Reno, kepala mereka mengangguk-angguk dengan sendirinya. Terasa masuk akal, namun masih belum memuaskan rasa penasaran mereka.

"Harusnya sih lu tau, kan banyak rumor yang nggak enak tentang lu sama Pak Sigit karena kalian berdua tuh terlalu deket. Masalahnya deket kalian tuh nggak wajar? Bukan kayak guru dan murid, tapi kayak orang pacaran?" ucap Yoga. "Terlebih di foto itu lu senderan di pundak Pak Sigit, di sekolah juga Pak Sigit nggak malu buat ngelus-ngelus lu di depan murid" jelas Yoga lagi.

Reno yang tidak tau harus menjawab apa pun terlihat bingung, karena kenyataannya mereka memang tidak berpacaran. Foto itu hanya menjelaskan kalau mereka jalan-jalan bersama. Pikir Reno tidak ada yang salah dengan itu semua.

"Tadi pun lu jalannya ngangkang, kayak orang abis...?" ucap Icha menggantung.

Mendengar itu, Reno semakin gugup. Tatapan Icha dan Yoga juga semakin tajam kepadanya.

"Atau jangan-jangan lu emang udah pacaran sama Pak Sigit, terus lu abis ekhem-ekhem sama dia?" tanya Icha serius.

* * *