Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 14 - Pemuas nafsu

Chapter 14 - Pemuas nafsu

Kriiiinggg...!!!

Pukul 9.15 tepat, bel istirahat berbunyi. Semua murid berteriak gembira dan langsung berhamburan keluar kelas untuk istirahat selama beberapa menit setelah belajar beberapa mata pelajaran tadi.

Di kelas Reno pun sama, murid-murid kelas mulai keluar untuk menuju ke kantin membeli makan. Ada beberapa yang diam di kelas karena membawa bekal, ada juga yang diam di kelas karena ingin tidur atau mengerjakan PR untuk mata pelajaran berikutnya.

"Ke kantin yuk? Laper nih gue." Yoga merangkul Reno yang duduk di sebelahnya, manik matanya melihat ke arah Reno yang fokus ke hp miliknya itu. "Chat sama siapa sih? Serius banget?" Kini Yoga melirik ke arah hp milik Reno.

Reno sempat menoleh sejenak ke arah Yoga, lalu ia tersenyum kecil. "Oh, ini lagi chat sama Pak Sigit. Biasalah, nyuruh bantuin kerjaannya. Katanya dia juga mau nitip air minum sih" lanjut Reno.

Meski hp miliknya sedang dilihat oleh Yoga, tapi Reno membiarkan dan seolah memperbolehkan Yoga untuk melihatnya. Alasannya tentu saja karena itu aplikasi yang berbeda dengan yang biasa Reno pakai untuk chat sebagai kekasih, di sini ia dan Sigit hanya chat sebatas guru dan murid agar tidak banyak dicurigai misal ada yang mengintip.

"Lu kalo bantuin Pak Sigit dikasih duit nggak sih?" tanya Yoga penasaran.

Reno berpikir sejenak, lalu menggelengkan kepalanya. "Nggak" sahut Reno singkat.

"Terus kenapa lu mau terus kalo disuruh sama dia? Lu kan bukan babu. Mana disuruhnya sering banget lagi, dari kelas 10 malah udah disuruh-suruh mulu." Yoga memicingkan matanya, sedikit menaruh curiga kepada sahabatnya.

Terdengar suara tertawa kecil dari Reno, lalu ia melirik ke Yoga. "Gue emang bukan babu, tapi kan gue penanggung jawabnya. Nggak ada salahnya juga kan nolong orang? Gue malah seneng kok nolongin Pak Sigit" jelas Reno. "Gue emang nggak dikasih duit kalo abis nolongin dia, tapi dia suka traktir gue makan atau ajak gue jalan-jalan sebagai gantinya."

Reno tersenyum lebar, jadi Yoga hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Memang benar sih apa yang dikatakan Reno, malah Yoga cukup terkagum dengan alasan Reno. Sigit juga selalu memberi hadiah kepada murid yang aktif dan kepada murid yang bisa mendapat nilai di atas 85, hadiahnya bisa berupa traktiran atau uang. Jadi bukan kepada Reno seorang saja Sigit berbaik hati.

"Iya sih, Pak Sigit emang baik dan loyal banget meski kadang galaknya bukan main. Nggak tekor apa ya dia kalo ngasih ceban per anak misal dapet nilai 85? Satu kelas aja ada 36 murid, terus dia ngajar pasti lebih dari 10 kelas. Gila, bisa abis jutaan kali tuh buat ngasih ke murid doang" ucap Yoga bingung sekaligus kagum.

Mendengar guru kesayangannya dipuji, membuat Reno tersenyum karena ada yang menyadari kebaikan kekasihnya itu. "Dia duitnya banyak kali Yog, segitu mah receh buat dia. Emangnya kita yang kere-kere gini hahaha" sahut Reno sambil tertawa. "Yaudah yuk ke kantin, udah rame banget pasti."

Lalu kedua berdiri dengan Yoga yang masih merangkul Reno, kemudian mereka berdua berjalan menuju ke kantin.

"Eh tunggu!!!"

Baru saja berjalan beberapa langkah, mereka berdua berhenti. Lalu mereka menoleh ke sumber suara, melihat orang yang memanggil mereka.

"Nitip es sama gorengan dong!" ucap Icha yang sudah menyodorkan selembar uang sepuluh ribuan.

Setelah mengambil uang itu, Yoga melihat ke Ridwan dan Jeki yang duduk tak jauh dari mereka. "Kalian mau nitip nggak?" tanya Yoga. "Biar sekalian nih kalo mau nitip."

"Nggak" sahut Ridwan dan Jeki bersamaan, kemudian mereka mengeluarkan bekal makanan yang mereka bawa dari rumah.

Yoga langsung mengambil uang yang disodorkan oleh Icha, lalu ia dan Reno berjalan menuju ke kantin meninggalkan Icha tanpa berkata apa-apa lagi.

Di kantin, tentu sudah banyak murid yang mengantri untuk membeli makanan. Meski kantin sudah dibagi menjadi ada beberapa toko seperti kios kecil, namun tetap saja semuanya ramai. Apalagi kedai yang menjual mie ayam dan mie instan, selalu ramai dan tidak pernah sepi kalau waktunya jam istirahat.

"Lu beli air buat Pak Sigit aja dulu sana, nanti langsung ke ruang OSIS. Kesian gue kalo liat lu dihukum mulu" usul Yoga.

Melihat ke arah Yoga, Reno menaikkan sebelah alisnya. "Yakin lu? Nanti bawa makanannya gimana?" tanya Reno.

"Ya tinggal dibawa, kan nggak berat" jawab Yoga sambil mendorong kecil Reno. "Udah sana beli air, gue mau ngantri ibu-ibu gorengan dulu."

Karena sudah didorong oleh sahabatnya itu, Reno langsung mengiyakan saja. Lagipula Sigit juga tidak suka menunggu lama-lama, makanya Reno bergegas ke kedai air minum yang tidak seramai kedai yang lain.

Setelah mendapat air mineral itu, Reno berlari kecil menuju ke ruang OSIS karena guru kesayangannya sudah menunggu. Senyuman manisnya tidak bisa disembunyikan, semenjak mereka berpacaran entah mengapa Reno menjadi senang sekali setiap bertemu dengan Sigit.

Tok... Tok... Tok...

"Assalamualaikum" ucap Reno. Beberapa detik kemudian, ia membuka pintu dan langsung masuk ke dalam.

Ia berjalan menuju ke ruang belakang yang guru olahraganya selalu tempati itu seperti penunggu ruang OSIS ini. Kurang lebih itu julukan untuk Sigit karena kebiasaannya yang selalu berdiam diri di ruang OSIS.

Sesampainya di belakang, Reno langsung tersenyum ketika melihat Sigit yang sudah terlebih dahulu tersenyum kepadanya. Segera ia menghamburkan pelukan kepada orang yang sangat dicintainya itu, ciuman pun tak luput setelah mereka berpelukan.

"Kenapa lama Ren?" Sigit bertanya dengan nada beratnya, wajah yang tadinya tersenyum pun kini berubah menjadi datar.

Perubahan ekspresi wajah Sigit membuat Reno sedikit gugup dan takut. "Em, kantinnya rame Pak, kan Pak Sigit tau sendiri gimana kantin kalo udah jam istirahat" sahut Reno pelan.

Perlahan Sigit mendekatkan mulutnya ke telinga Reno, lalu ia berbisik. "Yakin? Bukannya lagi mesra-mesraan sama Yoga?"

Mendengar pertanyaan itu, membuat Reno semakin gugup. Apalagi ketika manik mata Sigit menatap tajam ke arahnya. "Mesra-mesraan gimana sih Pak? Kan Pak Sigit tau kalau Yoga itu sahabat aku?"

"Kamu kan udah punya pacar, apa harus rangkul-rangkulan gitu dari lantai tiga sampe ke kantin?"

Reno menghela napasnya, lalu ia memeluk kembali guru olahraganya itu dengan lembut. Kalau sudah ditanya selidik seperti itu, Reno tau kalau Sigit tidak suka dengan apa yang dilakukannya. Jadi mau tak mau, Reno harus menuruti perkataan Sigit.

"Maaf" ucap Reno lembut. "Aku nggak akan gitu lagi, aku janji."

Terlihat Sigit menarik ujung bibirnya, tersenyum kecil kepada lelaki yang sedang memeluknya erat. Kemudian Sigit mengecup lembut kening Reno serta mengelus punggungnya, sebagai tanda kalau ia sudah memaafkan.

Suasana terbilang hening di ruangan yang mereka tempati itu, hanya suara ramai dari murid-murid yang sedang istirahat di luar sana. Karena ruangan OSIS terbilang cukup kedap suara, jadi yang mereka dengar tidak seramai yang seharusnya.

Perlahan Reno mengangkat kepalanya, melihat ke arah Sigit yang sedang menatapnya lekat. Senyum Reno mengembang melihat wajah tegas nan garang milik kekasihnya itu.

"Oh iya, Pak Sigit kenapa manggil aku ya?" Reno teringat dengan pesan dari Sigit tadi pagi.

Sigit tersenyum lebar. "Kangen" ucapnya menggoda.

Kangen, adalah kata sederhana yang bisa membuat Reno salah tingkah. Apalagi ketika kata itu diucapkan oleh orang yang dicintainya dan paling disayanginya. Meleleh, hati Reno seperti meleleh ketika Sigit mengucapkan kata 'kangen'.

Dengan wajah yang disembunyikan di dada bidang Sigit karena tersipu, Reno membalas. "Setiap hari ketemu kok kangen" sahut Reno.

Sigit terkekeh, lalu ia menarik tengkuk Reno sehingga ia memperlihatkan lagi wajahnya yang sudah memerah itu. Perlahan wajah Sigit mendekat ke wajah Reno, membuat jantung Reno berdebar tak karuan melihat wajah maskulin itu sangat dekat dengannya.

"Emangnya nggak boleh kalau kangen sama pacar sendiri?" tanya Sigit dengan nada menggoda.

Semakin malu karena digoda, Reno langsung memeluk kembali kekasihnya itu agar wajahnya yang memerah tidak terlihat. "Jangan godain mulu ah Pak, aku malu tau."

"Sama pacar sendiri kok malu? Padahal kita udah saling ngerasain tubuh masing-masing, di apartemen juga jarang pake baju, mandi selalu bareng, tidur juga bareng" jelas Sigit. "Atau jangan-jangan, kamu malu punya pacar kayak saya?"

Tanpa melihat Sigit, Reno memukul dada bidang milik Sigit secara pelan. Meski baru satu bulan berpacaran, Reno sudah tau kebiasaan kekasihnya itu. Pertanyaan tadi adalah tanda kalau Sigit ingin Reno merasa bingung dan panik. Karena kata Sigit, wajah Reno yang polos dan imut benar-benar menggemaskan.

Bangkit dari duduknya, Sigit berjalan sambil menggendong Reno menuju ke matras yang berada di pojokan ruangan yang tertutup lemari besar. Sigit langsung menindih tubuh mungil Reno, bibirnya pun langsung ditempelkan ke bibir Reno lalu melumatnya secara ganas.

Reno memejamkan matanya, tangannya langsung memeluk tubuh Sigit yang masih terbalut kaos olahraganya itu. Lidahnya terus bermain dengan lidah Sigit, bertukar ludah untuk mendapatkan sensasi yang tak terbayangkan.

Sambil berciuman, tangan Sigit mulai membuka kancing seragam yang dipakai Reno. Setelah terbuka, terlihat tubuh mulus Reno yang ada bekas biru di bagian dada, pundak, dan juga leher bagian bawahnya.

Semua itu tentu perbuatan dari guru olahraganya. Kalau urusan ranjang, Reno benar-benar kewalahan meladeni kekasihnya itu. Meski mereka berhubungan badan setiap hari semenjak berpacaran, tetap saja belum cukup bagi Reno untuk menyeimbangi tenaga kekasihnya itu.

Selesai bermain dari mulut, Sigit mengganti target ke puting dan juga dada Reno. Meski rata dan tidak besar layaknya perempuan, namun Sigit tetap menyukainya. Terlebih ketika aroma tubuh Reno yang baunya seperti bayi, aroma itu benar-benar membuat Sigit semakin menyukai murid kesayangannya itu.

"Akh... Pak Sigit, ja-jangan... ooouuhhh" desah Reno lumayan keras, dirinya tak kuasa menahan rasa nikmat ketika Sigit menghisap dan menggigit kecil putingnya itu. Desahan Reno juga semakin kuat ketika Sigit membuat tanda cinta di dadanya, sampai-sampai Reno menjambak rambut Sigit tanpa sadar.

Kriiiinggg...!!!

Di saat adegan panas berlangsung, tiba-tiba saja bel masuk berbunyi. Membuat Reno yang tadi masih memejamkan matanya menjadi membuka matanya lebar-lebar. Namun kini ada laki-laki bertubuh besar yang menindihnya, sehingga Reno tidak bisa kemana-mana.

"Engh... Pak, ouuh... u-udah Pak, udah bunyi bel masuk... emh..." Reno berusaha berbicara meski kekasihnya itu terus memainkan mulut dan lidahnya di dada Reno. Terlihat ada dua bekas biru yang baru di masing-masing dada Reno saat Sigit melepaskan mulutnya.

Dengan wajah yang masih bernafsu, Sigit mencium Reno lalu menggendongnya kembali dan mendudukkan Reno di meja. Sigit mengancingi kembali seragam Reno, serta memasukkan seragam itu ke dalam celana Reno juga.

Terdengar jelas kalau napas Sigit masih memburu, kejantannya yang keras dan masih terbungkus celana sudah diraba oleh Reno. Wajah mereka berdua sedikit kecewa karena waktu terasa begitu cepat kalau mereka bersama. Layaknya saat ini.

"Abis bel pulang sekolah, saya langsung ke kelas kamu dan kita ke apartemen. Kita lanjutin" tegas Sigit.

"Emh, a-aku bisa jalan ke parkiran kok Pak" sahut Reno.

Terlihat Sigit mengeraskan rahangnya saat ia menurunkan Reno dari meja. "Saya yang jemput kamu ke kelas, paham? Sekalian saya mau ngeliat gimana reaksi murid-murid sekolah saat saya jemput kamu dan kita pegangan tangan terus pulang bareng. Paham?" titah Sigit.

Sudah mendengar Sigit berbicara dengan nada tegas, membuat Reno menganggukkan kepalanya saja. Tidak mungkin Reno menolak kemauan kekasihnya itu.

"Yaudah Pak, aku ke kelas dulu ya. Assalamualaikum." Reno mengecup bibir Sigit sejenak, lalu berlari menuju ke kelasnya. Setelah pintu tertutup, barulah Sigit menjawab salam dari Reno tadi.

Di perjalanan menuju ke kelas, Reno cukup panik dan gugup. Bukan karena telat masuk atau apa, melainkan karena seragam putihnya agak kusut karena adegan panas singkat tadi. Namun ia berusaha tidak peduli dan terus berjalan menuju ke kelasnya.

Di kelas, teman-teman Reno menatap bingung ke arah Reno karena telat. Sudah ada guru yang masuk dan mengajar, namun untungnya guru itu memperbolehkan Reno masuk dan mengikuti pelajarannya.

Reno bernapas lega, namun sepertinya ia tidak sepenuhnya lega. Dikarenakan murid-murid lain seperti membicarakan Reno dengan bisik-bisik, namun Reno tidak terlalu peduli.

Murid-murid lain mungkin tidak terlalu memikirkan alasan kenapa baju Reno kusut.

Namun Icha, ia menyadari itu ketika Reno ingin duduk di kursinya. Kini Icha semakin yakin, kalau sahabatnya itu benar-benar menjalin hubungan asmara dengan Sigit. Mungkin saja mereka habis melakukan hubungan badan juga, namun Icha tidak tau kenyataannya.

Tapi satu hal yang Icha tau dan itu pasti benar, adalah kalau Reno menjalin hubungan asmara dan juga hubungan badan dengan Sigit. Ternyata rumor yang disebarkan adalah benar dan bukan hoax semata.

~ ~ ~

Di apartemen...

Terlihat Reno sedang melakukan adegan panas dengan kekasihnya itu. Tubuh mereka yang seksi menjadi semakin seksi karena keringat yang banyak membasahi tubuh mereka berdua.

Reno sudah lemas karena sudah klimaks sekitar 30 menit lalu, sementara Sigit belum klimaks sama sekali karena staminanya berbanding jauh dengan Reno. Posisi Reno sedang tengkurap dan Sigit terus memasukkan dan mengeluarkan kembali kejantannya secara berulang di anus Reno.

"Ampun Pak! Engh...! Jangan keras-keras Pak, aaakhh!!!" Reno sudah tidak kuat dengan gaya bermain Sigit yang lebih kasar dari biasanya.

Tempo gerakan yang cepat menjadi semakin cepat lagi, membuat Reno kewalahan karena Sigit tak kunjung klimaks setelah lebih satu jam mereka berhubungan badan.

Tiba-tiba saja Sigit menusukkan penisnya sangat dalam di anus Reno, tubuhnya berhenti bergerak untuk menembakkan cairan putih hangat ke dalam tubuh Reno. Kemudian tubuhnya ambruk untuk memeluk Reno lalu mereka tidur menyamping dengan Sigit yang memeluk Reno dari belakang.

Suara napas mereka yang kelelahan terdengar jelas, tangan mereka sama-sama saling mengusap lembut. Mata Reno terpejam sejenak karena kelelahan, rasa ngantuk juga sudah bisa ia rasakan dengan jelas.

Namun mata Reno kembali terbuka lebar dan terbelalak, seperti tidak percaya dengan kata-kata yang dilontarkan oleh kekasihnya itu selepas berhubungan badan.

Dengan terkekeh, Sigit berbicara agak pelan. "Nggak sia-sia saya milih kamu sebagai pemuas nafsu saya."

* * *