Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 15 - Ternyata tidak ada cinta

Chapter 15 - Ternyata tidak ada cinta

Reno perlahan menjauh dari Sigit, air mata lolos begitu saja setelah mendengar ucapan Sigit barusan. Reno berusaha tersenyum, namun rasa sakit di dadanya membuat senyuman itu tidak pernah terlihat.

"Hei Ren, saya bisa jelasin" mohon Sigit, sambil berjalan ke arah Reno.

"Jelasin apa lagi Pak?! Udah jelas kalau aku ini cuma pelampiasan nafsu doang buat Pak Sigit!" teriak Reno.

Wajah Sigit memelas, berharap mendapatkan maaf dari Reno. Tapi hati Reno yang sakit sudah mengeras, tidak bisa luluh dengan kata 'maaf' semata.

"Setelah satu bulan lebih, Pak Sigit baru ngaku?! Mending dari dulu nggak usah begini Pak! Mending dari malam itu aja Pak Sigit jauhin aku!" Suara Reno gemetar, ia tidak pernah merasa marah dan kecewa yang teramat seperti ini.

"Aku udah rela tutup telinga sama rumor yang beredar soal kita, sampe temen-temen aku banyak yang jauhin aku karena itu. Aku rela ngasih tubuh aku untuk digagahin Pak Sigit setiap hari, itu karena aku cinta sama Pak Sigit! Tapi apa yang aku dapet Pak? Nggak ada! NGGAK ADA SAMA SEKALI!!!"

Reno mengusap air mata yang tidak berhenti mengalir di pipinya, tatapan tajam Reno juga terus diperlihatkan dengan jelas. Sigit tidak menyangka Reno akan semarah ini, maka itu ia terdiam karena kaget.

"Jangan mentang-mentang karena aku ini gay, Pak Sigit bisa seenaknya sama aku. Aku juga punya perasaan Pak, aku beneran sayang dan cinta sama Pak Sigit" ucap Reno terisak. "Aku harap rasa sayang dan cinta aku cepat hilang. Karena mulai sekarang, Pak Sigit bukan lagi orang yang aku kagumi, melainkan orang aku benci!" sambungnya.

Dengan cepat, Reno mengambil pakaiannya lalu memakai sekenanya saja. Lalu ia berjalan menuju pintu meninggalkan Sigit di belakangnya.

"Ren tunggu dulu" ucap Sigit, saat sudah memegang pergelangan tangan Reno. Tapi Reno langsung menarik tangannya, sehingga cengkraman tangan Sigit terlepas darinya.

"Lepasin brengsek! Manusia nggak punya otak! Mati sana!!!" kesal Reno.

Kemudian Reno membuka pintu dengan keras, lalu menutup pintu dengan membantingnya yang tak kalah keras juga. Air mata masih mengalir di pipinya, namun Reno terus berjalan menuju ke kostnya.

Sementara Sigit hanya bisa terdiam, melihat Reno yang sudah tidak ada di hadapannya lagi. Seketika itu juga, Sigit memukul dinding beberapa kali karena kesal dengan dirinya sendiri.

Reno pulang ke kost dengan sebuah taksi. Di dalam ia hanya bisa menangis sesegukan karena menahan rasa sakit dan juga pahitnya kenyataan. Bahkan setelah sampai di kost, Reno masih menangis dan terus menangis.

"Argh brengsek!!! Mati, mati, mati!!! Guru biadab!!!" kesal Reno, tak henti-hentinya kata kasar keluar dari mulutnya.

Ia hanya bisa menangis di atas kasurnya sambil memeluk guling, pikirannya terus tertuju kepada pria yang sudah menyakiti hatinya itu. Sesekali Reno juga mengutuki dirinya karena bodoh, harusnya ia tau kalau ujungnya akan begini.

Reno tidak menyangka, ternyata orang yang ia kagumi itu sangat jauh dari kata 'sempurna'. Malah sebaliknya, orang yang ia kagumi itu ternyata sangat brengsek tanpa memikir perasaannya sama sekali.

Ada rasa marah, ada rasa kesal, ada rasa sedih, dan tentu ada rasa kecewa di dalam lubuk hati Reno. Selain itu ada rasa menyesal juga, rasa menyesal karena membentak Sigit dan juga rasa menyesal karena sudah berhubungan dengan Sigit.

Di sela tangisannya, sesekali Reno tersenyum meratapi kebodohannya itu. Kenapa bisa-bisanya ia jatuh cinta kepada Sigit? Bodoh, sangat bodoh.

Hanya dengan bermodalkan badan bagus dan juga wajah yang ganteng, Reno langsung jatuh hati kepada pria itu. Berharap pria itu seperti pangeran yang baik hati, namun yang ia dapat malah pria yang sudah seperti malaikat maut.

Namun tidak bisa dipungkiri, kenyataannya Reno masih sayang dan cinta kepada Sigit. Rasanya seperti seluruh hati Reno sudah berhasil direbut oleh Sigit, namun Reno sendiri tidak berhasil merebut pria idamannya itu. Mengira kalau pria itu melakukan hubungan badan karena cinta, kenyataannya Reno hanya dijadikan pelampiasan nafsunya saja. Ternyata tidak ada sedikitpun cinta semenjak mereka memulai hubungan ini.

Reno lelah. Pikirannya lelah, tubuhnya lelah, batinnya pun lelah. Tapi rasanya sulit sekali untuk memejamkan mata, karena setiap ia memejamkan mata malah muncul sosok yang dibencinya itu.

Sambil menatap langit-langit kamar, pikiran Reno melayang. Rasanya baru satu bulan berhubungan dengan Sigit, namun ternyata tidak bisa bertahan lebih lama. Ada rasa senang dan juga sedih. Senang karena bisa merasakan dekat dengan sosok idamannya itu, dan sedih karena sekarang ia mengetahui kebenarannya. Memang sangat pahit untuk menerima kenyataan seperti ini, namun Reno bersyukur karena ia mengetahui lebih awal kalau Sigit bukanlah orang yang baik.

Semakin ia memikirkan Sigit, malah semakin sakit dadanya. Ia benar-benar tidak menyangka ternyata Sigit sangat-sangat jahat kepadanya.

Untuk menenangkan diri, Reno mencoba untuk mengecek hp miliknya itu. Namun saat dibuka, malah ada ratusan pesan dan juga puluhan missed call dari Sigit. Segera Reno mematikan hp miliknya itu, lalu berjalan ke dapur untuk meneguk segelas air putih.

Tok... Tok... Tok...

Baru saja Reno merasa tenang walau sedikit, suara pintu diketuk benar-benar membuatnya marah dan emosi. Bahkan gelas yang ia pegang pun sampai dibanting, hingga serpihan belingnya berserakan kemana-mana.

Tok... Tok... Tok...

Lagi-lagi suara pintu diketuk, membuat Reno semakin naik pitam. "PERGI!!! JANGAN PERNAH KE SINI LAGI!!!" teriak Reno keras dari dalam.

Tok... Tok... Tok...

Kali ini, Reno benar-benar kesal. Lalu ia berjalan ke arah pintu kamarnya dengan langkah berat, sampai-sampai ia tidak menghiraukan pecahan beling yang menancap di telapak kakinya itu.

Reno mengeraskan hatinya sebelum membuka pintu, berharap hatinya tak akan luluh dengan kata-kata manis. "UDAH DIBILANG PERGI!!! APA MASIH BELUM CUKUP JUGA NYAKITIN AKU?!!!" teriak Reno, lalu membuka pintunya.

"Ren..." ucap orang yang ada di depan pintu.

Seketika saja Reno terdiam melihat orang yang ada di depan pintu. Karena orang yang berada di depan pintu bukanlah Sigit, melainkan sahabatnya sendiri, Icha.

Reno menghela napas berat saat mengetahui kalau itu adalah Icha, ada rasa menyesal karena sudah teriak dari dalam. Bukannya apa-apa, Reno hanya takut kalau Icha mengetahui rahasianya ini.

Mereka berdua terdiam dan hanya saling tatap. Ia hanya memasang wajah dengan senyum yang sangat tipis, sementara wajah Reno terlihat sekali kalau ia sedang menangis.

Melihat senyuman Icha yang semakin mengembang seiring berjalannya waktu, membuat air mata yang sudah ditahan-tahan oleh Reno akhirnya keluar juga. Setelah itu, tubuh Reno bergerak dengan sendirinya menghampiri Icha lalu memeluknya erat.

"Icha..." ucap Reno pelan.

Icha hanya bisa diam sambil mengelus punggung sahabatnya itu, berharap agar Reno nyaman dan kondisinya semakin tenang. Ada rasa iba juga saat melihat sahabatnya menangis sesegukan, karena ini adalah pertama kalinya Icha melihat Reno menangis.

Setau Icha, Reno adalah anak yang kuat dan tidak cengeng. Beberapa kali Reno terlihat perkelahian di sekolah karena banyak juga yang tidak suka dengannya, terlebih lagi cowok-cowok yang iri dengan ketampanan Reno. Meski dipukuli atau dikeroyok, Reno tidak pernah menangis sekalipun.

Icha berpikiran ini ada hubungannya dengan Sigit, namun ia belum bisa menanyakan itu secara langsung kepada Reno. Meski ia sudah tau yang sebenarnya, ia terus berpura-pura tidak tau karena tidak ingin mengganggu kehidupan pribadi sahabatnya itu.

Dari rahasia Reno ini juga, akhirnya Icha tau mengapa Reno tidak pernah peka terhadap kode-kode yang diberikan oleh Icha untuk dirinya.

* * *