Reno Adiwinata, biasa dipanggil Reno. Merupakan anak semata wayang dari keluarga sederhana dan apa adanya. Ia masih kelas dua SMA, di salah satu sekolah terfavorit di Jakarta.
Ekonomi yang berkecukupan dan terkadang kurang, membuat Reno bertekad untuk melanjutkan pendidikannya di Jakarta. Ia ingin membahagiakan kedua orang tuanya, meski sekarang ia harus berjuang sendirian di kota dan jauh dari kampung halamannya di Bandung sana.
Ayah Reno hanya bekerja sebagai kuli bangunan dan kerja serabutan di kampungnya, yang terkadang harus meninggalkan keluarga kecilnya untuk waktu yang lama. Ibu Reno bekerja sebagai pedagang kecil di dekat pasar, terkadang berjualan nasi uduk di depan rumahnya.
Di sekolah, Reno terkenal sebagai anak yang ganteng ala-ala orang desa dan tentunya pintar. Postur tubuhnya tidak besar dan tidak kecil juga, tidak tinggi dan tidak pendek, kulit coklat terang, semuanya benar-benar pas di dirinya tanpa ada yang kelebihan ataupun kekurangan.
Selain itu yang menjadi ciri khas Reno adalah gigi taringnya. Setiap kali ia tersenyum lebar atau tertawa, gigi taringnya pasti terlihat dengan sangat jelas. Anehnya, murid-murid yang lain, khususnya perempuan, malah tergila-gila kepada Reno karena ketampanannya sekaligus wajah manisnya yang mempesona.
Selain itu, Reno adalah anak basket. Ia sudah mengikuti ekskul basket mulai dari pertama kali masuk sekolah sampai sekarang ini. Berkat itu juga, tubuh Reno lumayan terbentuk dan ia semakin digilai kaum wanita ketika sedang bermain basket.
Sayangnya, semua perempuan yang suka dan menyatakan cinta kepadanya ditolak secara sopan oleh Reno. Alasannya, karena Reno tidak suka dengan yang namanya perempuan.
Ini adalah rahasia terbesarnya. Di balik sosok Reno yang digilai oleh perempuan di sekolahnya, sebenarnya Reno adalah penyuka sesama jenis. Dan orientasi seksualnya ini semakin menguat ketika Reno bertemu dengan guru olahraganya di sekolah.
Sigit, atau Reno lebih sering menyebutnya dengan 'Pak Sigit', adalah guru olahraga yang benar-benar dikagumi oleh Reno.
Semua berasal ketika Reno pertama masuk ke sekolah ini dan menjalani pelajaran olahraga. Dengan melihat dari jauh saja, jantung Reno sudah berdebar tidak karuan seperti lari marathon. Bagi Reno, Sigit adalah sosok yang sempurna yang pernah ia lihat selama hidupnya.
Sebenarnya, bukan hanya Reno yang bilang kalau Sigit itu sempurna, melainkan hampir satu sekolah bilang dengan hal yang serupa. Mungkin Reno adalah murid tertampan di sekolah ini. Tapi Sigit, ia adalah guru tertampan di sekolah ini.
Mata tajam setajam elang, ditemani dengan alis tebal yang membuat tatapannya semakin tajam. Wajah garang yang dipadukan dengan rahangnya yang kokoh, tubuh kekar, bahu lebar, dada bidang, membuat Sigit terkesan sangat jantan dan laki banget.
Hampir semua perempuan baik guru maupun murid, banyak yang tergila-gila kepada Sigit. Namun hal tak Sigit tau adalah, ada seorang murid laki-laki yang benar-benar jatuh cinta kepadanya.
~ ~ ~
Pagi hari, Reno sedang tidur nyenyak di kamar kostnya yang sangat-sangat nyaman. Ia sedang memeluk guling, berharap kalau guling itu adalah Sigit yang sedang memeluknya erat. Namun seketika semua khayalan dan mimpi Reno buyar ketika suara alarm terdengar dengan sangat keras.
Hari ini adalah hari Sabtu, hari libur yang seharusnya digunakan Reno untuk istirahat sekaligus bermalas-malas di kamar kostnya. Sayangnya semua itu harus ia relakan karena setiap hari Sabtu ia harus pergi ke sekolah untuk mengikuti ekskul basket.
Dengan malas, Reno duduk di tepi dipan untuk menguap lalu meregangkan sedikit ototnya. Lalu ia berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air putih dan meminumnya. Setelah itu, Reno mengambil handuk lalu masuk ke kamar mandi untuk bersiap-siap ke sekolah.
Sejujurnya, rasa malas selalu memenuhi pikirannya setiap kali Reno ingin berangkat untuk ekskul. Namun semua rasa malas itu ia enyahkan karena orang yang mengajar ekskul itu tak lain adalah orang yang paling disukainya, Pak Sigit.
Dengan motor matic tuanya, Reno bergegas ke sekolah karena ia tidak mau dihukum karena telat. Padahal, waktu masih menunjukkan pukul 7.30 pagi, sementara ekskul dimulai pukul 9 pagi.
Sesampainya di sekolah, ia memarkirkan motor bututnya itu halaman parkir. Ia berjalan santai ke lapangan untuk melihat sosok yang sudah ia cari secara alami, namun sayangnya sosok itu tidak ada di lapangan.
Suasana sekolah masih sepi, atau terbilang sangat sepi untuk sekolahan yang sangat luas. Hanya ada satu dua orang anak basket lain yang sedang menunggu juga, itu pun Reno tidak mengenali mereka.
"Sepi banget kayak hati." Reno menghela napas, lalu matanya kembali mencari sebuah tempat untuk ia duduki. Reno berjalan menuju ke tempat duduk yang tak jauh darinya.
Setelah menjatuhkan bokongnya di kursi panjang koridor, Reno mengecek hpnya beberapa saat. Terlihat di layar hpnya kalau waktu masih menunjukkan pukul 8 pagi kurang, yang artinya ia harus menunggu sekitar satu jam lagi sebelum akhirnya ekskul basket dimulai.
"Tumben udah sampe? Biasanya telat?"
Suara laki-laki yang berat tiba-tiba mengagetkan Reno. Terlihat seorang laki-laki dan perempuan sudah ada di hadapan Reno. Mereka adalah Yoga dan Icha, teman baik Reno selama di sekolah ini.
Reno tersenyum ketika melihat kedua teman baiknya sudah datang. Setidaknya selama menunggu ini, ada teman ngobrol agar tidak bosan.
"Iyalah, males gue dihukum terus sama Pak Sigit." Tentu saja Reno berbohong, karena alasan utama ia datang lebih awal adalah untuk melihat guru idamannya itu.
"Lu kan anak Pak Sigit, masa marah dihukum sama bapak sendiri haha" sahut Icha sambil tertawa. Mendengar itu, membuat Reno tersenyum-senyum dengan sendirinya.
Julukan 'anak Pak Sigit' memang sudah sangat sering didengar oleh Reno, bahkan oleh Sigit sendiri. Julukan itu muncul karena Reno adalah penanggung jawab dari mata pelajaran pendidikan olahraga, atau secara tidak langsung ia adalah asisten pribadi Sigit.
Setiap kali Sigit membutuhkan bantuan, biasanya ia memanggil Reno untuk membantunya. Karena yang meminta bantuan adalah sosok idamannya, jadi Reno tidak pernah menolak apapun permintaan dari Sigit. Karena hal itu juga, Reno jadi terlihat sering bersama dengan Sigit, entah untuk membantunya atau hal-hal yang lainnya.
Sering kali disuruh atau diminta bantuan, membuat Reno bisa dekat dengan Sigit. Ini sudah lebih dari satu tahun Reno menjadi penanggung jawab mata pelajarannya, jadi bisa dibilang kalau Reno cukup dekat dengan Sigit.
Meski sering sekali bertemu, bukan berarti Reno sering mengobrol dengan Sigit. Selain karena Sigit dijuluki 'guru killer', berdekatan dengan Sigit benar-benar membuat Reno keringat dingin dan jantungnya berdebar tidak karuan. Makanya Reno lebih sering diam jika sudah berdampingan dengan Sigit, ia hanya akan berbicara jika Sigit menanyakan sesuatu kepadanya.
Bagi Reno, Sigit seperti berlian yang dipajang dan dilindungi oleh kaca. Maka dari itu, selama bisa melihat berlian itu dari jauh saja, sudah menjadi kebahagiaan tersendiri. Alasan lainnya adalah, karena ia sendiri tau, ia tidak mungkin bisa mendapatkan berlian itu sampai kapanpun.
* * *