Chereads / A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 3 - Tergoda

Chapter 3 - Tergoda

Masih melihat seluruh tubuh Sigit yang sangat sempurna baginya, membuat Reno tak bergerak sama sekali memandangi tubuh indah itu. Saking indahnya, membuat sesuatu di balik celana Reno mulai membesar dan mengeras.

Sigit yang sedang bersandar di lemari dan sibuk dengan hp miliknya, menoleh ke arah gorden pemisah ruangan yang terbuka. Melihat Reno yang sedang berdiri mematung, membuat ia berjalan menghampirinya.

"Ren? Ada apa?" Sigit bertanya dengan suara beratnya. Tanpa sengaja ia melihat Reno menelan ludahnya dengan susah payah, Reno juga tak kunjung menjawab pertanyaannya.

Kemudian Sigit menjentikkan jarinya beberapa kali. "Halo?"

Beberapa detik kemudian, Reno baru tersadar dari lamunannya. "Eh? I-iya Pak? Ke-kenapa?" tanyanya gugup. Lalu ia mundur sedikit karena wajah Sigit tepat berada di depan wajahnya.

"Kamu yang kenapa Ren? Ada perlu apa?" balas Sigit. Ia berdiri tegak, lalu menatap Reno yang tingginya tidak seberapa jika dibanding dirinya.

"Pa-pak Sigit su-suka fitnes ya?"

Sigit menatap ke arah tubuhnya yang terekspos dengan jelas. "Kenapa emangnya?" tanya Sigit sambil memamerkan tubuh indahnya itu.

"Ba-badannya ba-bagus ba-banget."

Terdengar suara kalau Sigit terkekeh. "Saya guru olahraga, ya harus rajin olahraga." Ia tersenyum lalu menyandarkan bokongnya pada meja yang ada di dekatnya. "Iya, saya suka fitnes" lanjutnya.

Reno masih terkesima dengan tubuh Sigit yang sempurna itu, bahkan ia lupa apa tujuannya ke sini tadi.

"Ada perlu apa Ren?" Sigit melipat kedua tangan di depan dada bidangnya itu, membuat urat dari ototnya terlihat jelas.

Mendengar suara berat Sigit dan pose garangnya, membuat Reno menggelengkan kepalanya agar tersadar. Segera ia melepas kalung yang masih dipakainya itu dan perlahan mendekati Sigit.

"I-ini Pak, mau ngembaliin kunci. Maaf, tadi lupa." Reno memberikan kalung kunci itu kepada Sigit, kepalanya sedikit tertunduk karena takut melihat wajah Sigit yang sudah berpose garang.

"Kirain ada apa Ren." Sigit tersenyum, lalu mengambil kalung kunci itu dan meletakkannya di meja yang sedang ia duduki. "Terima kasih" sambungnya.

"Pa-pak Si-sigit nggak hukum aku kan?" tanya Reno gugup, kepalanya masih tertunduk.

Sigit menaikkan sebelah alisnya karena bingung. "Hukum kenapa? Karena kamu lupa ngembaliin kunci? Ya nggak lah Ren. Masa saya hukum kamu karena hal sepele begitu?" Terlihat Sigit menahan tawanya, karena ia melihat Reno ketakutan dan tidak menatapnya.

"Hufftt..." Reno menghela napas lega, tangannya mengelus dadanya secara reflek. "Syukur deh kalo begitu." Kini Reno tersenyum simpul kepada Sigit.

Baru beberapa detik menatap wajah Sigit, matanya mulai berganti fokus ke tubuh indah milik Sigit. Namun itu tak berlangsung lama, karena Reno tau kalau dirinya sedang diperhatikan oleh guru olahraganya itu.

"Kalau begitu, sa-saya permisi dulu ya Pak. Assalamualaikum." Reno berjalan ke arah Sigit lalu salim kepadanya.

"Eh tunggu Ren." Sigit menahan tangan Reno yang masih digenggamnya itu. "Kamu lagi buru-buru ya?"

Reno mengerutkan keningnya, mencerna perkataan Sigit barusan. Lalu ia menggeleng, yang berarti ia sedang tidak buru-buru. "Memangnya kenapa Pak?" tanya Reno.

"Kamu mau bantuin saya nggak? Ngisi-ngisi nilai kayak biasa di laptop saya. Soalnya agak banyak, saya juga harus ngisi survey di hp saya." Sigit menunjukkan hp miliknya kepada Reno, memperlihatkan survey yang dimaksudnya.

Tawaran tadi rasanya seperti angin segar untuk Reno, kedua bola matanya membesar dan senyuman langsung terbit di wajahnya. Tanpa pikir panjang, Reno langsung menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Boleh Pak, boleh banget" balas Reno.

Sigit tersenyum, lalu ia mengelus kepala Reno seperti tadi. Tiba-tiba Reno menelan ludahnya, ketika ketiak Sigit yang memiliki sedikit bulu itu terlihat di matanya.

"Yaudah kamu masuk duluan."

Sesuai perintah dari guru olahraganya itu, Reno masuk ke ruangan belakang lalu duduk di kursi yang biasa ia duduki kalau membantu Sigit mengisi nilai.

Kini Sigit berdiri membungkuk di samping Reno yang duduk, memberitahu nilai mana yang harus diisi dan dimasukkan ke laptop. Karena sudah tau dan terbiasa, Reno cepat paham dan mengikuti apa yang diperintahkan olehnya.

Tapi kali ini berbeda dari biasanya, karena Sigit terus membungkuk tepat di sampingnya sambil melihat dirinya yang sedang mengisi nilai ke laptop. Hal itu tentu membuat Reno tak bisa fokus, karena matanya selalu mencuri-curi pandang ke lengan berotot milik Sigit.

Dengan berusaha sekuat tenaga, Reno berusaha fokus mengerjakan apa yang disuruh oleh Sigit. Tapi sayang, semua terasa sia-sia saja karena nafsunya benar-benar naik dan jantungnya berdebar tidak karuan. Ditambah dengan bau badan Sigit yang maskulin yang tercium di hidungnya, membuat Reno makin tidak fokus dan membangunkan sesuatu di balik celananya.

~ ~ ~

Sekitar satu jam kemudian, Reno akhirnya selesai mengerjakan apa yang disuruh oleh Sigit tadi. Meski dengan susah payah, tapi ia bersyukur akhirnya selesai juga.

Sebenarnya bukan hanya itu yang Reno syukuri, melainkan ia bersyukur juga karena bisa berduaan dengan Sigit dan bisa curi-curi pandang seluruh lekuk tubuhnya secara diam-diam. Apalagi ketika Sigit menarik kursi tepat di sebelahnya, dan tangan Sigit memijat dan mengelus kepala Reno. Tentu itu membuatnya semakin menggilai sosok guru olahraganya itu.

"Udah selesai Pak." Reno menghela napas, bersandar di sandaran kursi. Ia memejamkan mata, menikmati tangan Sigit yang masih memijat dan mengelus kepalanya.

"Terima kasih Ren, saya seneng punya murid kayak kamu." Sigit merangkul Reno, lalu mendekap tubuh Reno ke dalam pelukannya itu.

Seketika saja tubuh Reno seperti lemas, jantungnya berdebar sangat cepat ketika ia sadar kalau ia sedang dipeluk oleh sosok idamannya. Dengan sendirinya, tangan Reno memeluk tubuh Sigit, wajahnya berada tepat di dada bidang miliknya sampai aroma tubuhnya tercium jelas.

"A-aku juga seneng punya guru kayak Pak Sigit" balas Reno.

Keduanya masih berpelukan untuk beberapa saat, mereka berdua merasakan kehangatan saat tubuh mereka saling bersentuhan. Ini adalah kali pertama bagi Reno memeluk tubuh indah guru olahraganya itu, dan ia beruntung karena bisa merasakannya.

Sigit mengelus bagian belakang kepala Reno, lalu turun sampai ke punggungnya. "Lho Ren, baju kamu basah banget!" Nada suara Sigit terdengar tinggi, hingga membuat Reno melepaskan pelukannya karena kaget juga.

Belum sempat menjawab, Sigit berdiri lalu mengambil baju olahraga yang ia kenakan tadi. Sebenarnya ia sengaja membuka baju karena ingin baju itu kering, dengan menggantungnya tepat di angin AC yang keluar.

Tanpa berkata-kata, Sigit menarik baju Reno dengan maksud untuk menggantinya. Tapi Reno yang kaget malah menutup tubuhnya dan berusaha menahan tangan Sigit.

"Pa-pak Si-sigit mau ng-ngapain?!" Wajah Reno terlihat panik, jantungnya seperti mau copot.

"Mau gantiin baju kamu yang basah. Saya nggak mau kamu masuk angin." Tak mempedulikan Reno, Sigit dengan kuat membuka baju Reno, sehingga yang memakai baju itu pun mengalah dan menurut saja.

Kini tubuh Reno terlihat dengan jelas. Lekuk tubuh yang bagus, dua puting mungil berwarna pink, serta kulit coklat terang mulus membuat Sigit menahan napasnya selama beberapa detik. Barulah setelahnya Sigit memakaikan baju miliknya tadi di tubuh Reno.

Sigit menghela napas panjang, lalu menatap lekat ke arah Reno. "Kamu kenapa nggak bilang kalau baju kamu basah? Ini ruangan AC, dingin. Nanti kalau kamu masuk angin gimana? Kalau kamu sakit gimana?" ucap Sigit tanpa henti.

Deg...

Ketika melihat wajah Sigit yang khawatir dan cemas, membuat Reno merasakan perasaan aneh muncul dalam dirinya.

Entah ia harus senang atau bagaimana. Karena dengan jelas, ia melihat sosok idamannya itu khawatir dengan dirinya.

"A-anu, a-aku nggak papa kok Pak."

"Nggak papa gimana? Badan kamu jadi dingin sekarang, nanti kamu sakit." Sigit mendekat kepada Reno, lalu menatapnya tajam. "Lain kali jangan diulangi."

Senyuman tipis di wajah Reno perlahan menghilang, berubah menjadi sedih. Kepalanya tertunduk seketika. "Maaf" ucap Reno.

Melihat muridnya meminta maaf, membuat Sigit menjadi merasa bersalah. Kemudian ia kembali duduk di sebelah Reno, memeluk erat tubuh Reno lagi.

"Saya nggak bermaksud marah sama kamu Ren, saya cuma khawatir. Kamu memang penanggung jawab pelajaran saya, tapi bukan berarti saya seenaknya suruh-suruh kamu tanpa peduli kondisi kamu. Saya juga bertanggung jawab atas kamu, soalnya kamu murid kesayangan saya" ucap Sigit lembut.

Mengetahui kalau Sigit khawatir dan kalau dirinya adalah murid kesayangan, membuat Reno tidak bisa berkata-kata. Ia tidak percaya, ternyata julukan 'anak kesayangan Pak Sigit' itu benar.

Dengan perlahan, Reno membalas pelukan orang yang mengkhawatirkannya itu. Ia memejamkan mata, merasakan kehangatan dari guru olahraganya itu.

"Pak Sigit juga guru kesayangan aku" balas Reno jujur.

Mereka berpelukan selama beberapa menit, suasana sangat hening hingga membuat mereka nyaman dalam posisi seperti itu. Sigit tidak menolak dipeluk oleh Reno, begitupun juga sebaliknya.

Bukannya melepaskan pelukannya, Sigit malah menggendong tubuh Reno secara sadar. Reno yang kaget kalau dirinya digendong berusaha setenang mungkin agar tidak mencurigakan di mata Sigit.

"Abis ini ikut saya ya Ren?"

"Ikut kemana Pak?"

"Kita jalan-jalan, sekalian saya mau traktir kamu makan. Anggap aja sebagai ucapan terima kasih saya karena kamu selalu mau bantuin saya." Sigit tersenyum simpul kepada Reno.

Tanpa pikir panjang, Reno mengangguk dan menerima tawaran dari guru olahraganya itu.

* * *