"Jadi, Mama mau kan kalau aku menjadi istri sirih Mas Ditto?" tanya Rania memastikan persetujuan sang ibu yang sudah ia tekan dengan ancaman yang tidak berperikemanusiaan sama sekali.
"Iya, Nak! Every think, if it make you to be happy!" ia tidak peduli apa pun asalkan sang anak bahagia, semuanya bisa ia lakukan demi kebahagiaan sang anak. Tapi, walau dalam ucapan yang begitu manis matanya terus berbinar.
"Makasih, Mah!" jawab Rania merespon ibunya sembari memeluknya dengan sangat bahagia kemudian ia juga memikirkan sesuatu dan langsung terlihat sedih berlahan melepaskan pelukannya, wajahnya menekuk sedih. Ibu Surya dan ibu Veni melihatnya dengan bingung, baru saja ia sedang tertawa bahagia hingga memeluk sang ibu, sekarang kembali bersedih seperti kehilangan harapan dan kembali kecewa.
"Hei, why? Kenapa kamu terlihat bersedih, bukannya Mama sudah setuju dengan pernikahan kamu bersama Ditto!" tanya ibu Veni, ia menanyakan alasan sang anak kembali terpuruk dalam kesedihan.
"Iya, Nak! Kamu kenapa bersedih?" sambung ibu Surya yang juga memiliki kebingungan yang sama dengan ibu Veni.
"Semua itu hanya keinginan kita, bagaimana dengan Ditto? Apakah Om juga akan setuju dengan hal ini?" pertanyaan itu membuat ibu Surya juga ikut bingung, ia belum sempat memikirkan hal itu, ia bahkan tidak sampai berfikir kearah sana karena panik mungkin. Ia kembali teringat ketika Ditto mengatakan ia tidak akan pernah menceraikan Hana ataupun menikah lagi, kecuali Hana yang meminta untuk diceraikan. Ia berfikir kalau Ditto tidak akan mungkin menerima semua ini, jika Pak Surya masih bisa ia kendalikan, tapi tidak dengan Ditto.
"Kita harus memikirkan sebuah cara! Om masih bisa Tante kendalikan!" jawabnya dengan lugas, ia mengatakan kalau mereka harus merencanakan sebuah hal untuk bisa memaksa Ditto melakukan hal itu, dengan cara apapun asalkan Ditto mau menikah dengan Rania. Sebenarnya Ditto juga mencintai Rania dengan sepenuh hati, tapi ia tidak akan berhianat pada Hana untuk masalah ini.
"Lalu bagaimana, Tante? Pasti aku akan ditolak oleh Ditto karena wanita murahan itu!" Rania tetap mengucapkan kebencian pada Hana walau sedang dalam keadaan yang terburuk sekalipun pada dirinya. Ia tidak memikirkan kalau pada saat itu yang berhak mengatakan hal itu adalah Hana pada Rania, bukan malah sebaliknya.
"Kamu gak boleh ngomong gitu, Nak!" ucap ibu Veni, ia terlihat menyetujui hal itu hanya karena ia merasa terancam kehilangan Rania, padalah dalam hatinya ia masih memiliki rasa kasihan pada Hana yang harus merasakan hal ini, ibu Veni sadar kalau hal ini sebenarnya tidak harus dialami oleh Hana, tapi apa boleh buat itu semua demi kebaikan Rania.
"Iya, Mah! Terus apa dong, Tante, Rania gak bisa mikir!" ucapnya dengan memaksa untuk ibu Veni dan Ibu Surya agar segera memikirkan sesuatu yang bisa membuat ia kembali bersama dengan Ditto. Ibu Surya yang penuh dengan kebencian pada Hana, ia yang penuh dengan pikiran licik langsung memikirkan sebuah hal dengan kerutan kening yang terlihat tajam. Tak lama setelah itu wajahnya terlihat berubah menjadi bahagia, senyuman sinis dengan bibir miring langsung mendapatkan sebuah ide yang bisa dikatakan cukup sangat meresahkan.
"Ya, Tante mendapatkan sebuah cara untuk bisa membuat Ditto mau menikahi kamu!" ucapnya dengan wajah yang begitu licik, sungguh licik pemikiran wanita yang satu ini. Rania langsung bersemangat ingin tau apa yang dipikirkan oleh ibu Surya untunya bisa bersama Ditto.
"Apa, Tante? Cepat katakan apa yang akan kita lakukan?" tanya Rania tidak sabar ingin mendengar apa yang sudah dipikirkan ibu Surya.
"Kamu pura-pura lumpuh saja! Kamu pasti akan diterimaoleh Ditto dengan bujukan Tanta," ujarnya membuat ibu Veni benar-benar shock mendengar hal itu. Tapi, anehnya Rania malah tersenyum dan setuju dengan hal itu, tidak peduli sesulit apa ia akan berusaha berpura, yang pasti ia setuju dan akan melakukan hal itu.
"Apa itu tidak terlalu berbahaya, Jeng?" tanya ibu Veni, ia tau selama ini anaknya sangat aktif bergerak bahkan ia tidak akan duduk di suatu tempat walau untuk waktu yang sebentar saja. Ia tidak yakin kalau anaknya bisa melakukan hal itu.
"Kenapa sih, Mama tidak bisa mengikuti semuanya saja!" bentar Rania, sebelumnya ia tidak pernah berani berkata dengan nada tinggi pada ibu Veni. Ternyata sikapnya seperti kucing, sekali diberikan makan maka ia akan mulai berani datang setiap kali sesorang yang memberi makan itu menghidangkan sesuatu walau itu sebenarnya bukan untuknya. Namun, karena rasa takutnya kehilangan sang anak membuatnya dengan terpaksa mau menyetujui semuanya.
"Baiklah, lakukan apa yang menurut kalian benar! Saya akan mengikuti semua permainan ini!" jawabnya sedikit kesal karena Rania yang sudah begitu tega padanya.
"Jeng, ini semua demi kebaikan Rania dan Ditto! Kamu terima ya, Jeng!" ibu Surya mulai memberikan pengertian pada ibu Veni karena sebenarnya ia juga merasa tidak enak dengan semua ini, ibu Veni yang melipat tangannya hanya bisa mengangguk menyetujui apa pun yang Rania dan ibu Surya rencanakan.
Tak lama setelah itu, ibu Surya keluar dan mengambil ponselnya. Ia ingin menghubungi seseorang dan membicarakan tentang hal itu.
"Halo, Ditto, Rania kecelakaan, Nak!" ucapnya membuat suara seakan ia sedang dalam keadaan yang sangat panik.
"Astaga, sekarang bagaimana keadaannya, Mah? Apa dia baik-baik saja? Di rumah sakit mana?" pertanyaan bertubi-tubi ia lontarkan karena merasa panik, walau ia sudah ingin melupakan Rania tidak bisa secepat itu. Ia masih menyimpan sebuah perasaann yang dalam pada Rania, itu terlihat di saat ia merespon dengan sangat tergesa-gesa dan sangat panik. Ibu Surya juga langsung berpura-pura menangis dan mengirim alamat rumah sakit itu.
"Kamu kesini saja, Nak! Kamu lihat bagaimana keadaannya sekarang!" jawabnya dengan nada lirih yang ia buat dengan berpura-pura. Ditto langsung mematikan ponsel itu dan langsung dengan cepat bergegas pergi ke rumah sakit untuk melihat kedaan Rania. Saat itu juga ibu Surya kembali masuk ke ruangan itu dan menyusun rencana pertama apa yang harus mereka lakukan untuk mengambil simpati Ditto saat ia datang ke rumah sakit.
"Rania, kamu pura-pura tidur ya! Ditto akan datang ke sini untuk menjengukmu, saat itu kita akan meminta apa yang ingin kita lakukan!" perintahnya, Rania langsung mengangguk bahagia dan meminta agar ibu Veni juga turut mengikutti rencana ini.
"Baik, Tante! Mah, kalau Ditto datang tolong menangislah, anggap kepura-puraan ini terjadi sungguhan," ucapnya dengan sangat biadap, dengan teganya ia langsung meminta ibunya ikut berbohong bersama dengan mereka, ibu Veni langsung mengangguk setuju dengan terpaksa dan membantu Rania untuk menyiapkan dirinya.