Chereads / Wanita Superku / Chapter 5 - 5. Glen yang ternistakan

Chapter 5 - 5. Glen yang ternistakan

Di saat semua orang tengah terlelap mengistirahatkan seluruh organ tubuhnya dari segala aktifitas duniawi, namun lain halnya dengan dua orang insan yang tengah berada di salah satu kamar dengan pencahayaan yang sangat minim. 

"Aah, eunnggh, yeeah." Erang Elieza mendesah di telinga Erick, tangannya mulai bergerak menjamah dan merasakan sebuah batang berurat milik Erick yang mengeras. Tidak hanya menjamah saja, bahkan jari-jemarinya juga memberikan pijatan-pijatan kecil di sana. Bahkan aksinya tidak sampai disitu, kini dia memindahkan posisi duduknya menjadi pas di bagian atas batang berurat milik Erick yang bisa memberikan kehangatan bagi rawa kenikmatannya, dia bahkan mengesek-gesekan rawanya tepat di atas batang berurat itu. 

"Sial! kenapa dia membuatnya bangun!" Rutuk Erick dalam hatinya, dia berkecamuk dalam pikirannya sendiri saat merasakan pedang sukmanya mengeras dan terasa sesak di celana dalamnya. "Tidak, ini hanya untuk Naira!" Batin Erick, sesaat setelah kesadarannya kembali. 

"Aaarrgh." Erang Elieza saat Erick mendorong kasar tubuhnya hingga ia jatuh terjungkal ke lantai membentur meja. 

"Beraninya kau menyentuhku!!" geramnya. 

"Jangan munafik Honey, aku tahu kau sangat menginginkannya saat ini." Elieza bangkit dari duduknya untuk menghampiri Erick, tangan kanan memilin dan meremas gundukan kenyal miliknya yang sekarang telah mencolot keluar dari wadahnya karena ulahnya sendiri. Bahkan tangan kirinya pun tidak tinggal diam, tangannya menelusup masuk ke dalam roknya mininya yang hampir memperlihatkan seluruh bok*ng berisinya. 

"Sial, kenapa ada wanita gila seperti ini!"Erick melangkah lebih cepat sebelum Elieza berhasil menyentuhnya lagi. "Dasar wanita gila! Dia bahakan mengunci pintunya!" Rutuk Erick saat mendapati pintu kamarnya terkunci dari dalam, dia membuka dan menghempaskan dengan kasar daun pintu kamar itu.

Elieza yang tengah terpengaruh minuman beralkohol tidak mampu mengejar Erick, dia bahkan berjalan sempoyongan hingga membentur vas bunga dan guci-guci yang terpajang di sisi lorong kamar Erick. "Kemarilah honey, aku membutuhkanmu." Seru Elieza dengan suara parau menahan hasratnya.

"Maa, Maa!!" Erick berteriak menggedor-gedor pintu kamar orang tuanya. "Ma, Pa cepat buka pintunya." Teriak Erick kembali, saat ia tidak mendengar jawaban dari dalam kamar kedua orang tuanya. 

Hendri membuka pintu kamarnya dengan perlahan. "Ada ap..." Belum sempat sang papa menyelesaikan kalimatnya, Erick sudah berhambur masuk ke dalam kamar dan berlindung di belakang tubuh kekar sang papa. 

"Kemarilah Honey, aku akan memberikanmu kenikmatan yang tidak akan pernah kau bayangkan." Tiba-tiba saja Elieza memeluk sosok yang berdiri di hadapannya saat ini. Dalam pikiran Elieza dia sedang memeluk Erick, namun pada kenyataannya Erick sudah berlari dan bersembunyi di belakang lemari. 

"Astaga, apa yang kau lakukan Elie?" Hendri terperangah melihat penampilan Elieza saat ini, dia melepas kasar pelukan Elieza dari tubuhnya.

"Ada apa Er?" Mili beranjak dari tempat tidurnya, kakinya melangkah mendekati sang suami yang tengah berteriak di ambang pintu. Erick yang sebenarnya juga penasaran, kini mengekor di belakangnya untuk memastikan apa yang tengah terjadi. "Ada apa Pa?" Karena terkejut, Mili spontan menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Singkirkan wanita gila itu dari hadapanku Pa, dia bahkan menerobos masuk ke dalam kamarku dan menggodaku dengan pakaian tak cukup bahan itu!" Hardik Erick yang bersembunyi di bekang Mili. 

"Ada apa ini?" Mike yang mendengar keributan di luar, bergegas keluar kamarnya untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Kemarilah Honey, kita nikmati saja malam yang panas ini bersama. Kau pasti akan sangat menikmatinya." Elieza kembali meracau. Tubuhnya menggeliat, sepertinya dia tidak hanya terpengaruh minuman beralkohol saja melainkan obat perangsang. 

"Cih, jangan mimpi! Tubuhku hanya milik kekasihku saja!" Hardik Erick lagi yang masih bersembunyi di belakang tubuh kekar sang papa.

"Kemarilah Honey, ah-kuh sudah tidak tahan lagi. Aaah." Elieza yang mulai merasakan hawa panas sekaligus geli di sekujur tubuhnya mendesah, bahkan dia tidak bisa menahan hasratnya lagi. Tangannya dengan cepat membuka pakaian sekaligus pengait pelindung gundukan kenyalnya sehingga menampakan kedua gundukan kenyal itu sedang menggantung tak berwadah. Tidak hanya itu, bahkan dia kembali mendesah saat kedua tangannya meremas kedua gundukan kenyalnya yang terlihat banyak sekali bekas kiss mark di sana. Entah siapa yang memberinya jejak petualang itu, hingga kedua gundukan kenyalnya saat ini terlihat seperti motif polkadot. 

"Astanga!" Mili yang melihat hal itu, sontak saja tubuhnya berbalik menghadap sang suami dengan satu tangan dia gunakan untuk menutupi mata sang suami dari tontonan gratis yang terpampang nyata di hadapannya sedangkan satu tangannya lagi dia gunakan untuk menutupi mata Erick yang sedari tadi bersembunyi di belakang tubuh Hendri.

"Oh My God! Apa yang kau lakukan Elie?" Dengan cepat Mike melepas piamanya dan menutupi tubuh polos Elieza yang sedang menampakkan kedua gundukan kenyal yang terlihat bermotif itu. 

"Oh hi Dad, apa Daddy melihat calon suamiku?" Racaunya, dengan tangan mesih memberontak ingin melepas paksa pakaian yang Mike berikan untuk menutupi tubuh telanjangnya.  

"Apa yang terjadi Ma?" Tanya Erick dengan polosnya, bahkan tangannya mencoba melepas tangan sang mama yang tengah menghalangi pandangannya. 

"Sudah diam! Atau kau mau matamu ternodai sebelum melihat milik Naira?" Sarkas Mili, lalu membenarkan posisi tangannya agar Erick tidak bisa melihatnya.

"Ma-maaf kak, aku akan membawa Elie ke kamar." Mike berlari menuju kamar Elieza, dengan menggendong Elieza di bahunya seperti layaknya memikul sebuah karung beras. 

"Lepaskan Elie Dad! Elie akan memberikan kehangatan untuk calon suami Elie, kenapa Daddy malah mengacaukannya!" Elieza meronta dalam gendongan Mike. 

"Tutup mulutmu Elie!" Bentak Mike, pada putrinya. 

"Tapi Dad, Elie belum selesai!" 

Mike mengabaikan ocehan putrinya dan terus menggendong Elieza menuju kamarnya.

"Apa dia sudah pergi sayang?" Hendri berbisik dan melingkarkan tangannya di pinggang sang istri.

"Fiiuh!" Akhrinya Mili bisa bernafas lega dan melepas kedua tangannya yang menutupi kedua mata Hendri dan Erick.

"Dia sudah pergi, sana kembali ke kamarmu." Hendri berbalik dan mendorong pelan bahu Erick agar keluar dari kamarnya, lalu merangkul pinggang Mili dan menuntunnya untuk masuk ke kamar.

"Hei, hei, kalian mengusirku! Bagaimana kalau wanita gila itu datang lagi?" Sanggah Erick, dengan cepat tangannya ia gunakan untuk menahan daun pintu yang akan Hendri tutup.

"Kau tinggal layani saja dia." Ucap Hendri dengan melepas pelan tangan Erick yang digunakan untuk menahan daun pintu kamarnya. Blam, Hendri menutup pintu kamarnya dengan sangat keras.

Erick terperangah mendengar jawaban sang papa. "Hei, aku tidak akan pernah menggagahi wanita manapun selain Naira!" Erick seketika merasa kesal, bisa-bisanya sang papa memberikannya ide untuk menggagahi wanita lain selain kekasihnya. 

"Sudah Er, sana kembali ke kamarmu. Eemmph." Giliran Mili yang bersuara, namun suaranya tercekat seperti menahan sesuatu.

Hendri ternyata sudah melumat rakus bibir sang istri, bahkan tangannya kini bergerak untuk membuka kancing piama istrinya. "Kau harus mengobati mataku yang ternodai sayang." Bisik Hendri sensual,di telinga sang istri setelah lumatan bibir mereka terlepas. Tangannya kini bahkan membuka kasar piama sang istri dan melemparnya asal. Hendri meraba dan meremas-remas kedua gunung kembar yang masih berpelindung itu. Di matanya, gunung kembar yang kenyal itu selalu terlihat sangat menggiurkan dan menggugah selera untuk segera dilahap. Hendri yang sudah sangat terpancing hasratnya, membuka kasar pengait wadah si gunung kenyal itu. 

"Apa kau melihatnya? Aaaummph." Mili tidak dapat menyelesaikan kalimatnya saat sang suami sudah melahap dan melumat pucuk gunung kembar miliknya yang sudah mengeras karena hasratnya sudah terpancing oleh suaminya. Dihisapnya secara rakus ujung gundukan kenyal itu, hingga menghasilkan sensasi kenikmatan bagi si empunya.  

Erick mematung di depan pintu, saat ia tidak sengaja mendengar desahan dan erangan yang berasal dari dalam kamar orang tuanya. "Woi!! Apa yang kalian lakukan? Teganya kalian menodai telingaku!" Hardik Erick kesal, kakinya kemudian beranjak untuk kembali ke kamarnya. "Cih, bisa-bisanya mereka melakukan hal itu di depan putranya yang single! Awas saja kalau Nai sudah kembali kesisiku, kasihan kau glen jadi ternistakan karena mereka." Erick menatap sendu ke arah batang beruratnya yang masih mengeras butuh pelepasan. 

"Sebaiknya pintu ini aku kunci saja, supaya lebih aman." Gumamnya setelah masuk ke dalam kamarnya. 

Triing...

Ponsel Erick berbunyi tanda ada pesan masuk. "Nai." Gumam Erick dengan senyum mengembangnya. Dia mengotak-atik ponselnya lalu menekan tombol panggilan. 

"Kau tidak tidur?" Naira terkejut saat Erick langsung melakukan paggilan video dengannya, padahal dia hanya mengirimkan pesan singkat agar tidak mengganggu waktu istrirahat kekasihnya itu. 

"Tadinya iya, sampai ada kuntil anak datang ke kamarku dan membuatku terbagun." Keluh Erick dengan kesal saat mengingat kejadian sebelumnya. 

"Hah? Apa rumahmu angker?" Tanya Naira dengan polosnya, dia bahkan jadi bergidik ngeri saat mendengar nama hantu fenomenal itu disebutkan. 

"Hmm, sudah tidak usah dibahas!" Seru Erick kemudian untuk mengalihkan topik pembicaraan agar dia melupakan si glen yang telah terabaikan. "Kau sedang apa sayang? Bukankah kau bilang akan ke sekolah?" Tanyanya saat melihat Naira tidak mengenakan seragam sekolah, padahal jika di tempat Erick waktu sudah menunjukan pukul 03.00 (GMT+2) seharusnya di negara Naira sudah pukul 08.00 wib pikirnya. 

"Aku akan ke sekolah, sebentar lagi berangkat. Lagian kan sekarang hari bebas, jadi aku tidak perlu mengenakan seragam? " Jelas Naira dengan tangan mengemasi barang-barang yang akan dia bawa ke sekolah nanti. 

"Lalu untuk apa kau ke Sekolah?" Tanya Erick mengerutkan keningnya. 

"Menemui Pak Seno, mau menyerakhan ini." Naira menunjukan tumpukan kertas di dalam map yang ia pegang. 

"Itu apa sayang?" Erick mengernyitkan keningnya saat melihat banyaknya tumpukan kertas yang Naira bawa.

"Berkas pengajuan beasiswa." Jawab Naira dengan sedikit senyum yang tersemat di sudut bibirnya. Tunggulah, aku akan menemuimu dengan usahaku sendiri dan aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padamu, batin Naira saat mengingat penglihatannya di mana Erick terlihat tergeletak tak sadarkan diri dengan wajah yang terlihat membiru. Naira juga menyembunyikan fakta dari kekasihnya bahwa dia sedang mangajukan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di Paris, tempat tinggal Erick sekarang. Dalam hati, Naira berharap dia bisa datang tepat waktu untuk menyelamatkan kekasihnya.

Selama ini Erick juga tidak pernah menanyakan keputusan Naira mengenai semua hal yang menyangkut pendidikannya, bukan tidak perduli melainkan dia lebih memilih untuk menjaga privasi kekasihnya jika kekasihnya tidak ingin mengatakannya sendiri. 

"Kalau begitu, aku akan pergi sekarang." Serunya. 

"Baiklah. Tapi, bisakah aku menghubungimu lagi sayang?" Tanya Erick dengan wajah yang memelas.

"Tentu sayang, aku akan menghubungimu saat pulang nanti." Naira terkekeh saat melihat wajah melas sang kekasih.

Dengan terpaksa Erick harus mematikan paggilannya. "Hah, lebih baik aku tidur saja." Gumamnya yang kemudian membenarkan selimutnya untuk menutupi badannya sampai bagian bahu, perlahan dia menutup matanya hingga beberapa saat kemudian dia kembali terlelap.