Beberapa hari berlalu, hubungan antara Davine dan Siska tak kunjung membaik. Keras kepala Davine sangat luar biasa, ia tak memberikan Siska kesempatan sedikit pun untuk memperbaiki kesalahannya. Berulang kali Siska meminta maaf atas kesalahannya, yang tanpa sengaja melupakan hari ulang tahun Davine. Masalah yang sangat sepele, namun entah mengapa kali ini Davine tidak seperti biasanya, suasana hatinya sedang tidak baik dan itu berimbas pada Siska.
Pukul 10.00 p.m. Davine dikaget kan oleh sebuah ketukan pada pintu kamarnya. Dengan perasaan malas yang sangat hebat, ia memaksa tubuhnya untuk bergerak dari kasur empuknya, membuka pintu itu dengan perlahan. Anehnya tidak ada siapa pun di balik pintu itu, ia yakin jika suara ketukan tadi benar-benar nyata dan bukan halusinasinya semata. Dengan kesal Davine kembali menutup pintunya, hingga pandangannya tertuju pada sebuah kotak kecil sesaat pintu itu hampir tertutup sepenuhnya.
Di dalam kamarnya, Davine merasa ragu untuk membuka kotak misterius yang baru saja di temukan nya. Butuh waktu sedikit lama hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuka kotak tersebut, "Ini hadiah dariku, kau pasti akan menyukainya!" sebuah kertas dengan tulisan hasil cetakan dan sebuah micro card yang terdapat di dalamnya.
Lagi-lagi Davine mendapat kiriman misterius, setelah kartu ucapan yang di terimanya kemarin. Rasa penasaran mulai menyelimutinya, pertanyaan siapa orang yang mengirimkan hal itu terus berenang-renang di kepalanya, lalu apa maksud dan tujuan orang itu, Davine benar-benar tidak tahu. Apakah perasaan seperti selalu di ikuti seseorang yang belakangan di rasakan nya adalah hal nyata, dan bukan sekedar imajinasinya semata.
Davine terkejut setengah mati setelah membuka file yang terdapat di dalam micro card yang baru didapatnya dari kotak misterius itu melalui laptopnya. Micro card itu berisi sebuah video, video yang menampilkan hal yang terasa sedikit disturbing.
terlihat anak itu sedang menggambar di sebuah ruangan, anak itu mengayunkan kaki kecilnya yang menggantung di kaki kursi, video itu berjalan dengan tidak mulus dan cenderung patah-patah dan sedikit distorsi pada gambar. Anak itu terus bernyanyi sembari melantunkan sebuah lagu dengan lirik yang tidak jelas, namun nada itu tidak asing. Davine tahu nada lagu itu berasal dari lagu Twinkle Twinkle Little Star, namun dengan lirik yang sangat aneh, di tambah iringan musik yang terdengar berasal dari nada minnor, membuat lagu itu terdengar seram.
"Twinkle, twinkke, little star ...
Dia manis sekali ...
Dia tertawa girang ...
Kakinya penuh luka ...
Twinkle, twinkle, little star ...
Darah dimana-mana, bunuh saja semua ...."
Davine benar-benar merinding mendengarnya, bagaimana bisa seorang anak sekitar 4 sampai 5 tahun melantunkan lirik seperti itu. Anak itu terus mengulang lagu itu beberapa kali hingga video itu perlahan-lahan memudar dan berganti.
Kini video menampilkan sebuah scene, di mana ada seseorang yang duduk terikat di sebuah ruangan dengan kepala yang di tutupi sebuah kain berwarna hitam. Seorang pria dengan topeng memasuki ruangan itu, ia berjalan bak orang kegirangan, melambai -lambaikan tangan kirinya lengkap dengan sarung tangannya ke kamera, sedang tangan kanannya memegang sebuah benda seperti senar.
Untuk beberapa saat pria itu hanya memutari orang yang terikat di kursi tersebut, terkadang ia terlihat seperti berjoget kecil, sekali lagi sambil menyanyikan lagu Twinkle Twinkle Little Star, sama seperti yang di nyanyikan anak kecil dalam video sebelumnya.
Sesaat tubuh Davine mulai terasa lemas, tangannya mulai gemetar, dan kepalanya sakit bukan main, pandangannya kabur seketika, semua sudut pandangnya menyempit dan mulai menjadi gelap. Entah bagaimana tiba-tiba saja ia sudah berada di ruangan dalam video yang sedang di tonton nya.
"Ini gila, bagaimana mungkin hal seperti ini bisa terjadi," pikirnya.
Saat ini Davine benar-benar seperti menggantikan pria bertopeng di dalam video itu, dalam sudut pandang one person. Davine mencoba menggerakkan tubuh itu sesuai keinginannya, namun percuma, ia seperti di gerakan dengan otomatis dan hanya bisa melihat hal itu terjadi. Tangannya bergerak dan membuka kain penutup kepala orang yang sedang terikat itu, bertapa terkejutnya ia mendapati orang itu adalah Merry, yang merupakan korban pembunuhan berantai yang di temukan tewas beberapa bulan yang lalu.
Wanita itu terlihat belum sadar sepenuhnya, matanya menerawang dengan tatapan kosong ke seluruh ruangan, mulutnya tersumpal kain membuatnya tidak dapat bersuara, setelah beberapa menit, Merry mulai mendapatkan kesadarannya kembali. Sontak ia panik dan mencoba berteriak dengan mulut yang masih tersumpal kain itu, "nggn ... nggn ... nggn," hanya suara kecil yang tidak jelas, yang dapat keluar dari mulutnya. Davine yang berada di depannya tertawa melihat hal itu, tentu saja hal itu di luar kendalinya.
Davine mengangkat sebuah senar yang terbuat dari besi di tangan kanannya, senar itu seukuran tali sepatu, kemudian melilitkannya ke leher Merry. Merry dengan panik meronta ronta, bergerak sekuat tenaga, berharap sebuah keajaiban melepaskan dirinya dari ikatan pada kursi yang mengikatnya, matanya mulai berair, ia tahu ajalnya akan tiba sebentar lagi. Merry menggeleng-geleng kan wajahnya pada Davine, memberi isyarat agar Davine tidak melakukannya, Davine hanya diam dan tersenyum tipis, ia mengusap lembut rambut wanita itu penuh kasih, lalu tanpa belas kasih dengan sekuat tenaga menarik senar yang telah di lilitkan nya pada leher wanita itu, tubuh Merry bergetar hebat dari ujung kaki sampai ujung kepala, matanya terbelalak, wajahnya mulai membiru, bercak merah mulai menyebar di wajahnya menandakan pecahnya pembuluh Kapiler di wajah dan matanya, cekikan itu menghambat pasokan oksigen menuju para-parunya, tertutupnya Arteri Karotis di leher membuat pasokan darah yang paling penting menuju ke otak terhenti, seketika menyebabkan kematian otak pada Merry.
Davine melonggarkan cekikan nya pada Merry, perasaan aneh mulai menyelimuti seluruh tubuhnya, sebuah kepuasan yang tidak bisa di jelaskan, melihat seseorang merenggang nyawa tepat di depan kedua matanya. Bulu kuduknya berdiri, kakinya lemas, namun di satu sisi ia merasakan euforia hebat, bak anak kecil yang terlalu banyak mengonsumsi cokelat, perasaan berdebar hebat di jantungnya memicu adrenalin yang akhirnya mencapai sebuah kepuasan tersendiri, kepuasan yang tak dapat di mengerti orang-orang pada umumnya.
Davine kembali tersadar tepat di depan laptopnya. Kepalanya terasa sakit, tubuhnya lemas, seakan tulang-tulangnya terbuat dari karet, dan hidungnya mimisan. Entah apa yang terjadi ia seakan tersedot ke dalam video yang sedang di tonton nya barusan, perasaan itu benar-benar nyata, masih terasa di tangannya dingin senar yang di pakainya untuk menjerat leher Merry.
Bagaimanapun juga ia masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya, "Apa-apaan itu, Halusinasi, delusi?" Davine segera menuju wastafel di kamar mandinya, menyeka noda darah yang sudah sedikit mengering di atas bibirnya, membuka lemari kecil yang terdapat di balik cermin, mengambil beberapa pil obat dan segera menelannya.
Entah mengapa lagu Twinkle twinkle little star di dalam video itu kini seakan menggema di telinga Davine, perlahan ia mulai merasa jika lagu dengan lirik menyeramkan itu tidak asing, ia merasa pernah mendengarnya entah di mana.
12.15 a.m. Davine meringkuk di ujung tempat tidurnya, rasa paranoid nya semakin menjadi-jadi.
12.30 a.m. Davine tanpa sadar melantunkan lagu Twinkle Twinkle Little Star dengan lirik yang menyeramkan itu, seakan ia telah benar-benar menghafalnya.
12.50 a.m. Davine tertidur.