Chereads / Another Part Of Me? / Chapter 12 - Part 1.11

Chapter 12 - Part 1.11

Menurut hasil forensik telah diketahui jika peluru yang dipakai sang pelaku dalam penembakan berukuran 9mm, itu adalah amunisi handgun semi otomatis, tepat seperti dugaan Hanna. Sayangnya tes DNA tidak menemukan adanya sidik jari sang pelaku pada proyektil tersebut.

Tim forensik menyatakan jika kemungkinan penembakan di lakukan dalam jarak sekitar 50 sampai 100 meter dari tempat korban berdiri, hal itu dapat di ukur dari kecepatan sebuah handgun yang rata-rata adalah 30 meter per detik, dihitung dari perbandingan dampak perubahan dan penetrasi peluru yang bersarang pada kepala korban. Walaupun tidak sepenuhnya akurat namun hal itu dapat sedikit membantu dalam menentukan posisi sang penembak dalam kejadian tersebut.

Peluru itu bergerak dengan garis miring, dengan kemiringan sekitar 6 sampai 5°, bisa disimpulkan jika sang penembak berada di ketinggian yang berbeda dari sang korban.

Saat ini Hanna dan Sersan Hendrik sudah kembali berada di TKP guna mencari posisi pasti sang pelaku dalam melakukan aksinya.

Hanna mengamati sebuah motel yang terdapat tidak jauh dari tempat kejadian, sesuai data tempat itu adalah yang paling memenuhi kriteria, sesuai apa yang telah di simpulkan oleh tim forensik.

Jarak antara motel dan klub malam tempat kejadian itu sekitar 60 sampai 70 meter, sedang tinggi dari lantai 1 ke lantai 2 adalah sekitar 5 meter, jika sang pelaku melakukan aksinya dari lantai 2 motel tersebut maka tingkat kemiringan jalur peluru itu akan menghasilkan sekitar 6 sampai 5°, sesuai dengan apa yang telah di simpulkan oleh tim forensik.

Jika dugaannya benar, hal itu bisa di bilang sangat gila. Dalam jarak seperti itu tidak mudah menembak target dengan akurat seperti yang di lakukan sang pelaku, terlebih penembakan itu menggunakan handgun yang notabenenya adalah senjata yang tidak di rancang untuk menembak dengan akurat dari jarak sejauh itu.

Jika dibandingkan dengan olah raga tembak presisi yang wajarnya hanya dilakukan dalam kategori 15 sampai 25 meter saja, dan itu sudah termasuk sukar untuk dilakukan. lalu bagaimana dengan pelaku yang melakukan aksinya dalam jarak yang sangat jauh itu, beberapa faktor pasti akan mempengaruhi jalur peluru, seperti embusan angin dan perubahan kecepatan pada peluru itu sendiri, terlebih lagi cuaca di bulan itu cukup berangin. Lain halnya jika sang pelaku menggunakan senjata berjenis sniper yang memang di rancang untuk menembak secara akurat dari jarak yang jauh, namun rata rata ukuran peluru pada sniper berkisaran di 12mm. Dan gilanya lagi, kenyataannya pembunuhan itu terjadi hanya dalam satu kali tembakan saja.

Dari kesimpulan tersebut Hanna dan Sersan Hendrik tanpa pikir panjang bergegas ke motel tersebut.

Langkah pertama mereka adalah memintai keterangan dari sang pemilik motel, berharap bisa mengakses CCTV yang terdapat di motel tersebut pada jam kejadian.

"Perkenalkan, saya Sersan Hendrik," sapa Hendrik pada sang pemilik motel, ia menunjukkan kartu pengenalnya.

"Senang bertemu Anda Sersan. Ada hal apa gerangan yang membuat Sersan kemari?" tanya sang pemilik motel.

"Sebisa mungkin saya akan membantu!" tambahnya lagi, pria yang sudah kelihatan tua itu sangat ramah dan terlihat dapat diajak bekerja sama.

"Hal ini bersangkutan dengan penembakan yang terjadi semalam" tunjuk Hendrik pada TKP yang tidak jauh dari motel tersebut.

"Mungkin kita bisa berbicara di suatu tempat?" pinta Hendrik.

"Tentu saja, kita bisa berbincang di kantor saya!" jawab sang pemilik motel, ia segera mengajak Hendrik dan Hanna untuk menuju ruang kantornya.

Sang pemilik motel menuntun mereka ke sebuah ruangan yang terdapat sedikit di belakang bangunan tersebut. Sepanjang lorong Hanna terus mengamati tempat itu, motel itu cukup tua, terlihat dari retakan kecil yang menjalar di beberapa bagian dindingnya.

Sampai di ruang tersebut Hanna dan Sersan Hendrik segera dipersilahkan duduk, terdapat dua sofa panjang yang saling berhadapan yang dipisahkan oleh sebuah meja kaca yang berukuran tidak terlalu besar. Terlihat di sudut ruangan terdapat meja dan beberapa monitor CCTV tempat itu. Setelah menyuguhkan dua kaleng minuman soda pada mereka, sang pemilik motel duduk di hadapan mereka dan mulai mempersilahkan Sersan Hendrik untuk mengutarakan maksud dan keperluannya.

"Baiklah saya akan menjelaskan situasinya!" Hendrik membuka pembicaraan.

Sersan Hendrik menjelaskan semua dugaan mereka pada sang pemilik motel, ia menjelaskan jika kemungkinan besar pelaku penembakan itu melakukan aksinya dari motel tersebut.

"Dari jalur peluru yang bersarang di kepala korban, kemungkinan besar sang pelaku melakukan aksinya dari lantai 2 bangunan ini, terutama kamar yang berhadapan langsung dengan klub malam tersebut!" jelas Hendrik.

"Saya butuh rekaman CCTV pada jam tersebut guna mengetahui pergerakan orang-orang yang berada di motel ini semalam."

"Dan daftar tamu yang menempati kamar di lantai 2 terutama yang berhadapan langsung dengan klub malam tersebut," tambahnya.

"Kami hanya memiliki 3 CCTV di motel ini, dan sayangnya 2 di antaranya tidak berfungsi, hanya 1 CCTV yang berada di lobby lah yang masih berfungsi untuk saat ini!" terang sang pemilik motel.

"Saat ini keuangan kami sangat tidak stabil, sejak di berlakukan jam malam pendapatan kami menurun drastis, hal itu membuat kami tidak mampu untuk melakukan maintenance pada beberapa CCTV yang rusak!" terangnya lagi.

"Maafkan saya!" ujar sang pemilik motel tersebut.

Sersan Hendrik dan Hanna tidak dapat menyalahkan sang pemilik motel tersebut, mereka memahami keadaannya saat ini.

"Itu sangat di sayangkan!" sesal Hendrik.

"Sekali lagi maafkan saya, motel ini sangat bergantung pada klub malam tersebut, pelanggan di motel ini sebagian besar adalah mereka yang mabuk dan tidak sanggup untuk pulang ke rumah mereka setelah berpesta di klub malam tersebut, dan beberapa juga menginap hanya untuk sekedar melakukan seks."

"Semenjak diberlakukan jam malam dan tempat hiburan itu mau tidak mau juga tidak beroperasi, hal itu sangat berdampak pada omset kami!" tuturnya.

"Baiklah, setidaknya masih ada 1 CCTV yang berada di area lobby," tukas Hendrik.

Hendrik meminta sang pemilik motel itu untuk memutar rekaman CCTV itu dari sejam sebelum kejadian penembakan itu terjadi, terlihat sang pemilik tempat itu berada di belakang meja resepsionis yang berada di lobby motel, sedang satu dari dua karyawannya berada di dekat pintu untuk menyambut tamu dan satunya lagi saat itu sedang melakukan pelayanan pada salah satu kamar motel yang terdapat di lantai 1, orang itu hanya sesekali terekam kamera CCTV saat sedang mengambil sesuatu di meja resepsionis.

Sang pemilik motel menjelaskan jika hanya ada dua karyawan saja di motel itu, dan keduanya adalah anak dari sang pemilik motel sendiri.

"Karena ini adalah usaha keluarga kami!" jelas sang pemilik motel.

"Malam itu hanya ada 2 tamu di motel kami, dan keduanya berada di kamar lantai 1!" tambahnya lagi, sembari menunjukkan buku tamu pada malam itu.

Pada rekaman CCTV tepat pukul 02.20 a.m. terlihat seorang lagi karyawan memasuki motel itu, itu sekitar sepuluh menit menjelang waktu penembakan yang terjadi.

Dari rekaman terlihat jika sang pemilik motel tidak menyadari hal itu, karena saat itu ia sedang membenamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya, ia tampak kelelahan, sedang satu karyawan yang awalnya sedang berjaga di pintu masuk saat itu sudah berpindah duduk di kursi penyambut tamu, terlihat sedang membaca sebuah majalah. Hal itu membuat mereka tidak terlalu memperhatikan karyawan tersebut.

"Saya menyadarinya, namun saya pikir itu adalah salah satu anak saya!" tukas sang pemilik.

"Itu tidak benar, jika kita perhatikan dengan saksama, sekitar pukul 02.05 a.m. salah satu anak Bapak, terlihat memasuki lorong di lantai 1 dan belum terlihat pergerakannya kembali ke lobby motel!" terang Hanna.

"Ya, itu benar. Mungkin mereka terlihat sama karena menggunakan seragam lengkap dengan topi mereka, namun jika kita perhatikan lebih teliti lagi, sang karyawan yang baru memasuki lobby pada pukul 02.20 a.m. ini memakai sebuah masker, sedang anak Bapak tidak!" jelas Hendrik sembari memutar ulang video yang menampilkan kejadian tersebut.

"Dan lihat ini, kejadian penembakan terjadi sekitar pukul 02.30 a.m. dan pada pukul 02.40 a.m. terlihat kalian masih belum menyadari keributan yang terjadi di luar, 5 menit setelahnya terlihat karyawan yang menggunakan masker itu meninggalkan motel kalian, pukul 02.50 a.m. akhirnya kalian sadar jika di luar sana telah terjadi sesuatu dan terlihat meninggalkan lobby untuk melihat apa yang terjadi di luar sana!" tambah Hendrik.

"Perhatikan baik-baik pada menit ini!" tegas Hendrik.

Terlihat yang pertama kali menyadari ada sesuatu yang terjadi di luar sana adalah karyawan yang sedari tadi sedang membaca majalah di kursi tamu, lalu di susul sang pemilik motel, dan yang terakhir seorang karyawan yang baru saja keluar dari lorong lobby lantai 1.

"Astaga saya tidak menyadarinya!" ujar sang pemilik motel itu terkejut.

"Saya akan membawa salinan rekaman ini guna melakukan penyelidikan lebih lanjut, pihak kami juga akan memintai keterangan lebih lanjut pada kalian bertiga, besok kami akan mengirimkan surat panggilannya, saya harap Bapak, bisa bekerja sama!" tukas Hendrik.

"Siap Sersan!" jawab sang pemilik motel tersebut masih dengan wajah yang terlihat keheranan.

Hanna dan Sersan Hendrik meninggalkan motel itu. Mereka sangat yakin orang dalam rekaman video itu adalah sang pelaku.

"Aku rasa ia melakukan aksinya dari ruangan itu!" tunjuk Hanna pada sebuah jendela lantai 2 yang menghadap langsung tepat ke area pintu masuk klub malam yang berada di seberangnya.

"Tentu ia memakai peredam, itulah mengapa sang pemilik motel dan dua karyawan lainya tidak menyadari hal itu."

"Kebanyakan kamar motel dirancang sedemikian mungkin untuk meredam suara, itu ditujukan untuk menjaga privasi sang penyewa kamar!" tambah Hanna.

"Ya, kau benar. Pada dasarnya sebuah peredam tetap akan menyisakan suara tembakan pada handgun, namun jika ia berada di ruangan tertutup maka kemungkinan suara itu tak akan bisa terdengar dari luar, terlebih jika itu adalah kamar sebuah motel!" timpal Hendrik.