Chereads / Malghavan - The Magic Shop / Chapter 23 - Mengunjungi Ibu Orfe

Chapter 23 - Mengunjungi Ibu Orfe

Entah mengapa Vaz setuju melakukan ini, dia berjalan santai di belakang Orfe yang sedang mengendap menuju rumah ibunya sendiri. Orfe sesekali menoleh ke arahnya dan memintanya untuk ikut merunduk, tapi tentu saja itu diabaikan oleh Vaz.

"Untuk apa aku melakukannya? Ibumu tidak mengenalku." Ucap Vaz.

"Ah benar juga. Hahaha. Dia memang tidak tahu tapi siapa tahu dia curiga. Maksudku lihat dirimu? Kulit putih pucatmu itu menyilaukan mata siapa saja yang melihat." Ucap Orfe yang memang cenderung berkulit caramel.

"Nyatanya separuh manusia di bumi ini iri pada kulit putih alami ini." Ucap Vaz mencemooh.

"Ah, itu memang benar. Hanya jangan bertindak mencurigakan." Ucap Orfe kembali mengendap.

"Kau jelas lebih mencurigakan Orfe." Vaz memandang aneh pada saudara didepannya ini.

Hingga Orfe berhenti mendadak saat mendapati ibunya sedang berada di depan rumahnya. Membuat Vaz yang sedang ayik menikmati pemandangan Kota Jeddah itu menabrak tubuh Orfe didepannya.

"Astaga kau in-" Kalimat Vaz terpotong.

"Ssttt. Dia disana." Orfe memberi isyarat untuk Vaz agar diam.

"Ah itu ibumu? Dia nampak sangat tua." Ucap Vaz seadanya.

"Tentu saja. Usianya sudah sekitar 120 tahun sekarang. Tapi tentu saja belum ada manusia yang hidup selama ini dan itu kenapa dia cukup mendapat perhatian juga dari para tetangganya. Entahlah aku harus bersyukur atau tidak." Ucap Orfe.

"Kau tetap harus bersyukur karena ibumu yang satu-satunya masih hidup kan di antara kita para Xander." Ucap Vaz santai dan berdiri bersandar di samping sebuah bangunan yang nampak seperti apartemen sederhana atau mungkin lebih bisa disebut rumah susun.

"Kau tidak tahu ceritanya Vaz." Ucap Orfe santai masih mengintip ibunya yang nampak duduk di samping jendela.

Sedangkan Vaz hanya tersenyum saja, mereka memang saudara se ayah tapi mereka tidak mengetahui dengan baik satu sama lain. Mungkin karena Vaz memang selalu menutup diri dan tidak membiarkan Orfe mendekat. Tidak lebih karena Vaz ingin menutup rapat masa lalunya dan hingga saat ini hanya Basta, Alvo, dan Juno yang tahu tentang kisahnya. Sedangkan para Xander lain mengetahui tentang kisah Orfe.

Rumah Ibu Orfe memang tinggal satu-satunya rumah yang berdiri sendiri di antara bangunan lainnya yang sudah menjulang tinggi. Entah apartemen atau pertokoan, bangunan lainnya lebih besar dan bagus daripada rumah Ibu Orfe. Tetangganya tahu banyak orang yang ingin membeli rumah itu untuk dibangun apartemen kecil juga bahkan dia juga dijanjikan tetap bisa tinggal di sana tanpa harus membeli unit, tapi dia selalu menolak dengan alasan takut anaknya akan sulit menemukan dirinya kalau rumahnya berubah. Suatu hal yang belum Orfe ketahui.

"Lalu apa yang kau lakukan disini? Kenapa tidak menemuinya?" Tanya Vaz.

"Karena memang ini yang aku lakukan. Ini yang aku maksud dengan mengunjungi." Orfe mempertegas.

"Astaga, payah sekali. Kau ini anak laki-laki satu-satunya. Tidak seharusnya kan sikapmu begini?" Vaz dengan mulut pedasnya mulai bicara.

"Aku mulai sedikit menyesal mengajakmu kesini." Ucap Orfe lagi.

"Ya memang kau yang memaksaku. Ah, panas sekali disini. Ini salah satu alasan aku tidak terlalu suka turun ke Bumi." Ucap Vaz lagi mengipasi tubuhnya dengan tangannya.

"Astaga kau benar-benar cerewet. Sepertinya baru kali ini aku melihatmu bicara sebanyak ini." Orfe masih memperhatikan ibunya yang kini sedang membalik-balikan halaman buku entah apa.

Ini memang pertama kalinya Orfe mengajak Xander lain untuk ikut kerumahnya dan memang Orfe ingin itu Vaz, saudaranya. Tapi sepertinya mengajak Vaz adalah langkah yang salah karena dia cukup merepotkan. Tanpa sepengetahuannya, Vaz malah menyebrang dan membeli segelas kopi dingin dari sebuah kedai kecil. Dengan santainya dia duduk dan menatap kamar dimana ibu Orfe duduk dan menyapa dengan menyodorkan kopi yang dia pegang. Rupanya memang kekuatan setengah demigod, sang ibu balas dengan anggukan. Orfe yang bingung menatap ke arah mana ibunya itu tersenyum dan nampak menyapa seseorang.

"Astaga dia itu." Dengan bahasa isyarat Orfe meminta Vaz segera kembali di sampingnya tapi pria itu pura-pura tak mendengar dan terus menikmati es kopi hitam di hadapanya. Bahkan sengaja memeriksa ponselnya walau dia tahu tak ada apa-apa disana.

Jeddah nampaknya juga menjadi salah satu Negara yang terdampak Virus Andem-30 tapi memang tidak terlalu parah. Bisa dilihat warganya masih beraktifitas normal walau tentu protokol kesehatan sangat wajib dilakukan bahkan nampak beberapa polisi berkeliling hanya untuk sekedar memastikan semua berjalan sesuai dengan aturan pemerintah.

Vaz sengaja sebenarnya agar Orfe punya waktu untuk mendekat pada ibunya dan mungkin bicara tapi itu semua tidak terjadi bahkan hingga Vaz menghabiskan satu gelas es kopi. Dia kembali menghampiri Orfe yang masih berdiri di titik yang sama dan nampak sangat bodoh menurutnya.

"Kau pernah berpikir tidak, ibumu itu bukan manusia biasa. Dia pasti tahu kalau kau sering datang kesini. Itu makanya dia duduk selalu di jendela itu untuk melihatmu kalau-kalau kau datang." Ucap Vaz lagi.

"Benarkah seperti itu? Aku takut bagaimana kalau dia masih membenciku?" Tanya Orfe.

"Ah ternyata kau bodoh ya. Mungkin demigod paling bodoh yang pernah aku temui." Ucap Vaz yakin.

"Kau menyebalkan." Memang ada sisi kekanak-kanakan dalam diri Orfe yang hanya dia tunjukkan pada Xander lainnya terutama sang kakak.

"Hm, apa ibumu pernah mengatakan dia membencimu?" Tanya Vaz lagi.

"Hm, ya dia pernah bilang dia tidak suka aku bemain terompet dan ingin aku berhenti memainkannya." Ucap Orfe lagi.

"Ya tentu. Dia tidak pernah membencimu. Dia hanya tidak menyukai apa yang kamu lakukan. Aku memang tidak tahu kejadiannya tapi aku yakin semua itu masih bisa dibicarakan. Lagipula ibu mana yang akan membenci anak kandungnya sendiri?" Vaz mencoba berbicara.

"Hmh. Aku sebenarnya memang ingin menemuinya tapi entahlah." Ucap Orfe lagi.

"Kau mungkin sudah terlalu sering mendengarnya tapi kau memang harus menemuinya sebelum semuanya terlambat." Kata Vaz lagi.

"Iya aku pasti akan melakukannya." Ucap Orfe masih berusaha mengelak.

"Aku bisa menunggumu disini kalau kau ingin." Vaz baik hati menawarkan.

"Ah, aku rasa tidak untuk saat ini tapi aku sangat berterima kasih karena kau sudah mau datang bersamaku kesini." Ucap Orfe terharu.

"Aku sudah mengatakan itu karena kau memaksaku." Ucap Vaz berjalan santai kembali menuju Orion.

Orfe tahu pria dihadapannya ini memang nampak dingin dan kadang seolah tak peduli, tapi dia tahu dia salah satu Xander yang paling peduli dengan Xander lainnya dan juga manusia di Bumi. Meskipun kata-katanya kadang terdengar lantang dan pedas, tapi Vaz hanya bicara satu bahasa yaitu kejujuran. Dia bukan tipe Xander yang akan bicara manis hanya untuk menyenangkan hati orang lain. Dia hanya akan mengungkap fakta meski itu menyakitkan.