"Kau tinggal disana?" Tanya Dion.
"Iya disana." Ucap Emma dengan senyum cantiknya.
"Bolehkah kalau kapan-kapan aku datang berkunjung?" Tanya Dion akhirnya.
"Ah, hm, boleh, tentu saja." Ucap Emma akhirnya.
"Baiklah kalau begitu. Lebih baik kau pulanglah dulu. Hari sudah malam. Apa aku perlu mengantarmu menyeberang?" Tawar Dion.
"Ah tidak tidak. Aku bisa melakukannya sendiri. Lagipula sudah tidak terlalu ramai dan jaraknya tidak terlalu jauh. Terima kasih untuk mala mini." Ucap Emma tulus.
Dion hanya mengangguk saja dengan tak melepaskan pandangan. Entah mengapa dia merasa ada yang salah dengannya malam itu. Rasa-rasanya tak ingin melihat gadis itu pergi menjauh.
"Aku akan melihat kau dari sini." Ucap Dion dan Emma perlahan berlalu.
Mata Dion tak bisa lepas dari pesona Emma malam itu, hingga dia nampak menyeberang dan mendadak sebuah cahaya terang diikuti suara klakson yang panjang dan nyaring terdengar. Sebuah mobil datang melaju dengan kecepatan tinggi dan langsung menghantam tubuh Emma dengan cukup keras. Emma terpental beberapa meter dan bisa Dion lihat darah keluar dari beberapa bagian tubuhnya. Semua terjadi dengan sangat cepat bahkan Dion tak bisa melakukan apa-apa selain berdiri di tempatnya sekarang.
Tubuh Dion bergetar hebat melihat semua kejadian itu didepan matanya. Bahkan kekuatannya sebagai demigod tidak bisa menyelamatkan Emma dari kuasa Tuhan yang mendadak. Padahal kalau dia mau dia bisa saja menghancurkan mobil itu dengan sekali dorongan. Tapi dia benar-benar tidak memiliki waktu untuk itu. Kakinya seakan tertancap disana bahkan mulut pun tidak bisa terbuka untuk sekedar menyebut namanya. Emma bahkan melihatnya sebelum mata itu tertutup dengan sempurna.
Sang sopir keluar dari mobil walau nampaknya juga tak kalah terpukul. Sepertinya dia memang setengah mabuk juga. Seseorang yang melihat segera berlari mendekat dan membantu menelpon polisi sedangkan tangan lainnya memastikan sang pelaku tidak melarikan diri. Sedangkan Dion hanya bisa menatap pilu pada tubuh yang nampak lemah tak berdaya itu. Bahkan secara kasat mata saja dia bisa melihat kaki gadis itu patah. Dion segera mengangkat tubuh gadis itu di punggungnya dan membawanya berlari kearah rumah sakit yang dia tahu tak jauh dari sana.
"Bertahan Emma. Tolong bertahan." Ucap Dion saat itu entah Emma mendengarnya atau tidak.
Mendadak hujan gerimis mengiringi mereka. Tubuh keduanya basah oleh hujan dan darah. Emma masih tak sadarkan diri hingga Dion tiba di sebuah rumah sakit dan langsung menuju Ruang Gawat Darurat.
"Suster, tolong suster." Teriak Dion begitu tiba disana.
Para perawat gerak cepat dengan menyiapkan ranjang dan memindahkan gadis lemah itu ke ranjang. Dion tak peduli walau suster itu memarahinya karena teledor membawa gadis itu sendiri dan bukannya menunggu ambulance. Tapi tentu saja Dion tahu apa yang dia lakukan. Dia masih keturunan Dewa Poseidon dan air memberinya kekuatan termasuk hujan. Hujan gerimis itu hanyalah alat untuknya agar membuat gadis itu bertahan dan meringankan semua rasa sakit yang ada di tubuhnya. Walau tentu akhirnya Tuhan lah sang penguasa takdir.
Perawat memintanya duduk menunggu. Sedangkan dia hanya berpasrah saja. Tidak ada siapa-siapa yang bisa dia hubungi. Emma tidak mempunyai keluarga jadi dia hanya memutuskan untuk diam saja disana. Entah berapa lama dia menunggu, terasa seperti tahunan. Hingga seorang dokter menemuinya dan memberikan info yang ebenarnya tidak mengejutkan untuknya yaitu Emma mengalami patah tulang kakinya. Masih beruntung karena tidak perlu ada amputasi tapi sebagai gantinya mereka harus memasang pen dan pemulihannya akan memakan waktu sangat amat lama hingga satu atau dua tahun tergantung proses penyembuhan nantinya.
Dokter akan segera melakukan operasi malam ini juga karena kondisi Emma sudah sangat memprihatinkan. Dion tidak berhak mengatakan apapun karena dia tahu memang itu yng terbaik untuk Emma saat ini. Bagi Dion saja hal itu terdengar sangat memilukan apalagi bagi Emma yang seorang balerina. Astaga. Dion jadi ingat, gadis itu seorang penari dan entah bagaimana dia akan melewati masa ini. Entah mengapa dirinya jadi merasa bertanggungjawab.
"Harusnya aku mengantarkan dia sampai depan kamarnya. Harusnya aku memastikan dia menyeberang dengan selamat. Dan harusnya aku bisa berbuat sesuatu saat melihat mobil itu mendekat. Argh."
Dion terus terjaga di sisi luar ruang UGD. Seorang perawat datang dan memberinya barang-barang pribadi Emma yang ada di dalam tasnya. Iya, Dion melupakan itu. Dia juga mengatakan ada dua orang yang menghubungi ponsel Emma sebelumnya yaitu Clara dan Ega. Perawat juga mengatakan maaf karena mereka lancang menjawab telepon tersebut dan menginformasikan tentang kejadian ini. Dion hanya menerimanya saja tanpa berkata lagi. Benar saja dugaannya, Ega datang secepat kilat dan langsung memberondongnya dengan pertanyaan.
"Jadi kau pergi berdua dengannya tanpa sepengetahuanku dan ini yang terjadi? Kau benar-benar tidak bisa menjaga seorang gadis dengan baik huh?" Tanya Ega penuh amarah.
"Bukan itu yang harus kau khawatirkan sekarang. Emma ada di dalam ruangan operasi karena kakinya patah. Kau seharusnya pikirkan itu!" Ucap Dion akhirnya tak kalah emosi.
"Ya dan ini semua tidak akan terjadi kalau kau tidak menemuinya diam-diam seperti ini!" Ucap Ega masih tak mau kalah.
"Kau mempermasalahkan itu? Lalu bagaimana kau tahu dia ada disini sekarang? Karena kau juga sudah diam-diam menghubunginya di belakangku kan? Kau sudah meminta nomor telepon padanya dan tidak mengatakan apapun padaku kan?" Tanya Dion tak kalah sengit.
"Argh sialan! Ya aku melakukannya karena aku menyukainya. Kau puas?" Ega mengungkapkan perasaanya.
"Ya tentu aku tahu dan aku pun juga begitu. Jadi mari kita bersaing secara sehat." Ucap Dion santai.
"Hah? Hahaha. Bersaing secara sehat? Di mana ada yang sehat kalau kita sudah bicara tentang cinta? Bahkan kita saja sudah saling membohongi sejak awal." Ega mencemooh.
"Terserah. Yang jelas sekarang aku disini untuknya. Kalau kau ingin pergi silahkan." Ucap Dion saat itu.
Ega memilih duduk menjauh dan ikut menunggu operasi Emma yang sedang berjalan. Dion pun juga melakukan hal yang sama cukup lama bahkan hingga pakaiannya kering. Dua orang polisi datang menemui suster dan sesaat kemudian menuju ke arah mereka.
"Dimana diantara kalian yang merupakan rekan Emma Fayanna?" Tanya seorang polisi.
"Ah saya." Ucap Dion dan Ega segera berdiri bersamaan.
"Anda yang bersamanya saat di lokasi kejadian kan?" Tanya sang polisi memastikan setelah melihat penampilan keduanya.
"Iya saya bersamanya saat itu." Ucap Dion lagi
"Baiklah. Saya menginfokan bahwa pelaku sudah tertangkap dan kami pasti akan memprosesnya secara hokum tapi kami membutuhkan beberapa pernyataan dari anda. Apa anda bisa membantu?" Tanya sang polisi kemudian dan Dion memilih untuk mengikutinya. Menceritakan semua yang dia lihat.