Mereka memilih untuk duduk di satu sudut di Althea. Ruangan itu memang yang paling besar di dalam kastil. Ada dua sudut baca di ujung kanan dan kiri ruangan. Disitulah Alvo, Ega, dan Jieun berada. Dua pria itu berusaha membujuk Jieun untuk kembali ke Bumi. Ega tentu saja memberikan Urgos buatannya dan coklat yang coba dia temukan di kulkas di dapur. Kastil itu memang nampak lawas di luarnya tapi teknologi serba canggih ada didalamnya, termasuk kulkas tiga pintu dengan sensor sentuh yang memenuhi dapur melengkapi peralatan lainnya yang tak kalah modern.
"Apa kita harus bicara pada Xander lainnya? Dimana mereka semua sebenarnya? Kenapa sepi sekali disini?" Tanya Ega masih mencoba melihat situasi dan kondisi.
"Entahlah kemana lainnya. Apa yang harus kita lakukan? Dia belum mau kembali?" Tanya Alvo.
"Entahlah. Dia belum mau pergi. Dia bilang dia merasa lebih nyaman tinggal disini." Ucap Ega lagi.
"Lalu bagaimana ini? Argh." Alvo benar-benar bingung.
Tak lama kemudian, mereka melihat Orion terbuka, nampak seseorang sepertinya baru kembali entah dari mana.
"Juno!" Panggil Ega saat itu.
Juno menoleh melihat dari mana arah suara yang memanggilnya. Memastikan pandangannya tak salah karena ada sosok lain yang dia tak kenal ada disana. Juno berjalan mendekat dan tentu sedikit terkejut tapi dia berusaha mengatur air mukanya.
"Siapa dia?" Suara lirih Juno hampir tertahan bertanya pada Alvo.
"Aku rasa kita harus mengumpulkan semua Xander. Kita harus bicara tentang ini." Ucap Alvo akhirnya dan Ega pun sepakat.
Memakan waktu cukup lama tapi akhirnya mereka berkumpul setelah mungkin setengah jam menunggu. Jieun nampaknya mulai terbiasa berbanding terbalik dengan satu per satu Xander yang datang. Memilih untuk duduk di tempat masing-masing untuk membicarakan hal yang dianggap genting ini.
"Jadi siapa gadis kecil ini?" Tanya Basta.
"Dia Jieun dan dia seorang demigod muda. Aku tidak terlalu yakin tapi melihat kekuatan yang dia tunjukkan di Hutan Bolinus tadi sepertinya dia keturunan Dewi Demeter. Dia tidak sengaja masuk ke dalam Orion saat aku berada di Korea Selatan. Dia punya ayah dan adik laki-laki disana. Tapi masalah utamanya bukan itu, dia tidak ingin kembali." Ucap Alvo cerita panjang lebar.
"Maksudmu dia tidak ingin kembali ke Bumi? Apa kau tidak bisa membujuk seorang gadis kecil?" Tanya Vaz mencemooh.
"Kalau kami bisa tentu dia tidak akan disini sekarang dan kalian juga tidak perlu berada disini." Ucap Ega kemudian.
"Dia salah satu dari kita. Kalian pasti tahu bujuk rayu semacam ini tak akan mempan untuk demigod seperti kita. Lagipula dia bilang dia sering ditindas dibawah sana. Itu kenapa dia sedikit sulit untuk ditangani." Ucap Alvo.
"Tapi bagaimanapun dia tidak boleh ada disini. Dia masih terlalu muda. Orangtuanya mungkin akan mencarinya di bawah sana." Basta bicara.
"Lagipula kalau dia kembali. Apa jaminannya dia tidak akan bicara pada orang lain tentang Malghavan?" Tanya Dion.
"Iya tapi dia juga masih sangat muda. Aku rasa manusia lain tak akan percaya juga pada ceritanya." Ucap Ega kemudian.
"Justru itu. Apa kau pikir mengembalikan dia adalah solusi yang tepat? Mungkin dia akan lebih banyak ditindas atau bahkan mungkin akan ada orang yang menganggapnya gila." Ucap Dion lagi.
"Lalu menurut kalian apa yang harus kita lakukan? Semua terasa serba salah." Ucap Alvo bingung.
"Hmh. Aku rasa memang kita harus menunggunya siap untuk turun karena keinginannya sendiri. Kita bisa memberi pengertian ke dia bahwa dia beum bisa berada disini karena faktor usia dan kita siap menerimanya saat usianya tepat nanti." Ucap Basta kemudian.
"Apa kita juga perlu bicara dengan orangtuanya? Bukankah dia pasti khawatir?" Tanya Orfe baru bicara.
"Entah tapi aku rasa itu juga perlu. Ayahnya perlu tau dia berbeda dan harus diperlakukan sebagaimana mestinya." Ucap Basta lagi.
"Lalu siapa yang akan menemui mereka?" Tanya Dion lagi.
"Aku akan menemuinya bersama Alvo." Jawab Basta.
"Jadi kalau gadis kecil itu akan tinggal sementara disini? Pertanyaan selanjutnya dimana dia harus makan dan tidur? Lalu siapa yang harus mengurusnya?" Tanya Vaz kemudian.
"Ya siapa lagi yang membawa dia kesini lah yang harus bertanggungjawab." Ucap Juno tiba-tiba.
"Iya itu benar juga tapi di sisi lain tapi aku rasa itu juga tepat. Alvo cukup baik dengan anak-anak. Ega dan Dion juga bisa membantunya." Ucap Basta akhirnya.
"Gadis kecil itu punya nama. Dia Jieun. Jadi karena aku rasa kita semua sudah sepakat, bagaimana kalau kita membiarkan dia memperkenalkan diri?" Tanya Ega yang tentu diangguki semua.
Ega membawa Jieun mendekat untuk memberi salam pada semua Xander yang ada. Dalam pandangan Jieun, semua pria itu sama persis dengan foto yang dia lihat di tembok ruangan ini. Jieun adalah gadis yang cantik, lucu, ramah, penuh percaya diri, kritis, pintar, juga manis. Sungguh tidak ada satu celah pun sebenarnya yang membuat gadis kecil seperti Jieun harus menerima tindakan kekerasan dari teman-teman di sekolahnya. Kesalahan satu-satunya mungkin adalah kesempurnaan.
Masing-masing Xander pun nampak memperkenalkan diri. Semua pria itu faktanya memang nampak baik dan ramah walau ada beberapa yang sepertinya tidak terlalu senang dengan kehadirannya. DI lain sisi, Alvo tidak bisa menolak semua keputusan kali ini. Sedikit banyak dia memang bertanggungjawab hingga Jieun bisa masuk kesana. Bahkan semua nampaknya sepakat dengan keputusan akhir ini.
"Jieun, Malghavan ini memang tempat untuk seseorang yang spesial seperti dirimu. Tapi untuk saat ini kau seharusnya memang tidak ada disini. Belum saatnya Jieun. Kau harus menunggu hingga usiamu benar-benar siap dan ayahmu sudah memberikan ijinnya. Aku yakin kau gadis yang baik dan penurut Jieun. Untuk saat ini, aku akan membiarkanmu tinggal disini untuk beberapa saat. Tapi aku harap, kau segera membuat keputusan yang tepat." Ucap Basta tersenyum setelah mengenalkan dirinya.
"Hm baiklah aku mengerti. Terima kasih paman-paman sekalian sudah mengijinkan aku tinggal disini sementara waktu." Ucap Jieun singkat.
"Paman? Aku?" Tanya Vaz yang masih tak nyaman dengan panggilan barunya itu.
"Kenapa kau protes? Kau sudah cocok dengan panggilan itu Vaz. Hahaha." Goda Juno kemudian.
"Hahaha. Ya itu benar. Paman Vaz. Kau memang harus panggil dia Paman Vaz. Kecuali untuk aku. Kau bisa memanggilku kakak." Kata Orfe dengan senyum kotaknya menunjuk usil kea rah Vaz.
"Hahaha. Kakak Orfe? Jangan mengelak. Kau kira berapa selisih umurmu dengan gadis ini?" Goda Vaz tak mau kalah dengan wajah datarnya.
"Jieun, mulai sekarang abaikan paman lainnya ya. Biar aku yang akan menemanimu selama disini." Ucap Alvo akhirnya.