Gadis kecil itu nampak bingung berjalan di tempat yang tak dia kenal. Terakhir kali dia ingat, dia sedang bermain dengan adik laki-laki dan ayahnya di pinggiran Sungai Han hingga bola yang seharusnya dia tangkap malah menggelinding cukup jauh dan dia berusaha berlari kecil untuk meraihnya. Begitu bola itu tertangkap dan dia berdiri, dia menyadari dia berada di tempat lain yang sebenarnya tak terlalu menyeramkan juga.
Gadis berpita merah itu menoleh ke kanan dan kiri, sebuah perpustakaan. Dia bingung tapi tidak menangis. Dia sedikit ragu tapi tidak takut. Dia berjalan saja mencoba mencari seseorang yang mungkin dapat membantunya tapi dia tidak menemukan siapa-siapa. Rumah yang besar dan cantik di matanya. Terlihat seperti rumah yang selalu dia lihat di buku dongeng. Dua foto cukup besar dengan tujuh orang pria ada di masing-masing sisi dinding. Satu foto memperlihatkan mereka dengan pakaian serba hitam dan sayap hitam yang lebar sedangkan foto lainnya nampak mereka mengenakan pakaian seperti pangeran dengan senyum yang lebar. Menurutnya semua nampak baik dan tampan jadi tidak ada yang peru dikhawatirkan.
Ragu dia menuruni anak tangga dengan masih menggenggam bola di tangannya. Gadis itu melihat pintu depan terbuka lebar. Masih celingukan mencoba mencari seseorang yang mungkin dapat membantunya tapi tetap dia tidak menemukan siapa-siapa. Tak jauh berjalan dia melihat hutan yang sangat cantik. Hutan yang tidak akan dia temui di Bumi. Hutan dengan pohon-pohon besar yang daunnya berwarna pink dan bercahaya terang. Hutan yang nampaknya memang tidak berbahaya tapi sebenarnya sangat menyesatkan. Suatu hal yang tidak dia tahu.
Gadis itu berdiri cukup lama menimang perlukah ia masuk kedalam hutan itu atau tidak. Menolah lagi pada rumah besar yang dia tinggalkan di belakang. Membuatnya bertanya-tanya dimana dia sekarang berada sebenarnya. Melangkah masuk lah ia ke dalam hutan di hadapannya itu. Berharap menemukan seseorang yang bisa membantunya. Sedangkan di sisi lain, baru saja Alvo dan Ega kembali ke Malghavan.
Ega dan Alvo berada di halaman depan kini. "Aku rasa kita harus masuk ke hutan. Tidak ada tanda-tandanya di kastil ini. Aku takut dia masuk terlalu dalam dan makin tersesat."
"Apa yang kulakukan? Bagaimana ini bisa terjadi?" Alvo merutuki kebodohannya.
"Kejadian ini bukan salah siapa-siapa. Semua murni ketidaksengajaan. Kita hanya perlu bergerak untuk saat ini." Masuklah Ega dan Alvo ke dalam Hutan Bolinus dengan hati-hati.
Batang-batang pohon itu membentuk pola persis seperti Siput Bolinus. Daunnya kecil dan melengkung bewarna pink. Selalu berguguran tapi baik yang ada di pohon maupun di tanah tidak berkurang sedikitpun. Entah berapa menit mereka berjalan di dalam sana, hingga Alvo menangkap sosok yang nampak sedang duduk bersandar di sebuah pohon. Nampaknya gadis itu mulai menyadari sesuatu saat pohon yang disandarinya bergerak pelan menuruti keinginannya saat dia menyentuhnya.
Alvo dan Ega terpaku sebentar menatap kekuatan lain yang mengagumkan dari seorang gadis kecil yang belum melihat keberadaan mereka.
"Ini berarti gadis kecil itu juga seperti kita?" Ega masih tak percaya.
"Iya dia seorang demigod." Ucap Alvo berjalan mendekat.
Saat sepatu Alvo tak sengaja menginjak ranting yang dan menimbulkan sedikit suara, gadis kecil itu menoleh. Gadis kecil berkulit putih berambut panjang hitam dengan pita merah di kepalanya. Matanya besar dengan hidung dan bibir yang kecil. Menatap Alvo dan Ega yang justru terpaku. Dia sama sekali tidak merasa takut walau sedikit berantipati juga. Dia tahu dua pria ini ada di foto yang dilihatnya di rumah sebelumnya.
"Kalian mencariku?" Tanya gadis itu santai.
"Iya iya. Aku lega menemukanmu. Hm, siapa namamu gadis kecil dan berapa umurmu?" Tanya Alvo sambil duduk juga di hadapan gadis itu.
"Aku Jieun. Han Jieun. Usiku 8 tahun." Jawabnya polos.
"Aku yakin kau sedikit bingung kan saat ini. Tadi kau sedang dimana dan bersama siapa?" Tanya Ega.
"Ah tadi. Aku bersama ayahku Han Seo Ho dan adik laki-lakiku Han Jimin di pinggir Sungai Han. Aku sedang bemain bola dan aku tidak tahu kenapa bisa ada disini." Ucap Jieun kemudian.
"Nama adikmu Han Jimin? Kau tahu itu hampir sama denganku. Namaku Jimin Ega Ivander. Tapi kau bisa memanggilku Ega." Dia mengenalkan diri.
"Dan aku Alvo. Hm, Jieun aku rasa kita harus kembali ke kastil. Kau harus kembali bertemu ayah dan adikmu. Kau pasti merindukan mereka kan?" Tanya Alvo.
"Tapi, ini tempat apa? Dan kenapa aku bisa melakukan ini?" Jieun menyentuh lagi pohon yang ada di belakangnya. Pohon itu kembali bergerak sesuai keinginannya. Bahkan bisa menumbuhkan dan menggugurkan daunnya hanya dengan tatapan mata Jieun.
"Ah ini, bagaimana menjelaskannya ya?" Ega menatap Alvo dengan tatapan yang memohon. Ya dia minta Alvo menjelaskannya.
"Ah iya. Ini berarti ini kau ini gadis kecil yang spesial." Ucap Alvo.
"Kalau begitu ini juga tempat yang spesial? Aku sering memegang pohon di tempat tinggalku tapi tak pernah seperti ini." Ucap Jieun.
"Wah, kau gadis yang sangat pintar. Ya tempat ini memang spesial untuk orang-orang yang spesial. Namanya Malghavan dan tempat ini memang untuk orang-orang tertentu saja." Ucap Alvo tersenyum.
"Jadi kalian ini siapa?" Tanya Jieun masih ingin tahu.
"Kami ini adalah demigod. Manusia setengah dewa. Tapi kami ini bisa dibilang bertanggung jawab atas tempat ini." Ucap Alvo lagi.
"Lalu bukankah itu berarti aku juga bisa tinggal di tempat ini? Aku spesial, kalian spesial, tempat ini spesial." Ucap Jieun dengan santainya.
"Hah?" Alvo dan Ega kompak terkejut saling menatap satu sama lain lalu menatap Jieun.
"Kau mau tinggal disini?" Tanya Alvo tak percaya.
"Kenapa? Apa kau tidak takut ayah dan adik laki-lakimu mencarimu?" Tanya Ega kemudian.
Jieun merapatkan tangan memeluk kakinya sendiri. "Ya tentu aku menyayangi mereka, tapi aku rasa lebih baik disini, tidak ada yang menindasku."
"Menindasmu? Di sekolah?" Tanya Alvo memastikan.
"Iya. Mereka semua selalu mengolok-olokku karena aku tidak memiliki ibu. Mereka mendorongku, membuang makan siangku, kadang menyembunyikan peralatan sekolahku." Cerita Jieun nampak sedih.
"Ah sangat disayangkan. Mereka hanya iri karena kau memiliki wajah yang cantik juga ayah yang pasti sangat tampan dan adik laki-laki yang lucu. Mereka hanya tidak memiliki apa yang kau miliki. Itu kenapa mereka berbuat seperti itu padamu." Ucap Alvo.
"Kalian pikir seperti itu?" Tanya Jieun.
"Iya tentu." Ucap Ega.
Mereka mencoba membujuk Jieun untuk paling tidak kembali ke kastil. Bahaya kalau gadis kecil itu melihat semakin banyak ataupun sebaliknya ada demigod lain yang melihatnya. Akhirnya gadis itu beranjak setelah Ega menawarinya minuman dingin dan coklat. Akhirnya.