Chereads / Fons Cafe / Chapter 11 - Episode 11

Chapter 11 - Episode 11

Tiga hari berlalu. Dan mereka berdua masih dalam perang dingin itu. Tak ada dari mereka yang bertegur sapa satu sama lain. Setelah berbicara dengan Kris dan beberapa kawan di Fons, akhirnya Gaby memutuskan untuk mengemasi barang-barangnya di rumah Tatsuya secara perlahan. Dia tidak akan kuat untuk melihat Tatsuya bila di tanya terang-terangan mengapa dia mulai membenahi barang-barangnya. Apa yang akan di katakannya, dan bagaimana dia menjelaskannya, bukanlah hal yang mudah.

Bagaimana pun juga, Tatsuya akan tetap menjadi bintang yang bersinar, dan Gaby akan tetap menjadi bunga kecil di tengah-tengah padang mawar yang indah.

Dan hari ini, Gaby sudah meminta izin kepada Kree untuk tidak masuk kerja. Tentu saja alasannya untuk membereskan barang-barangnya di rumah Tatsuya. Tapi Kris memberitahu kepada Kree kalau Gaby ada keperluan mendadak, sehingga dirinya tak bisa bekerja hari ini.

Jadilah hari ini dia menutup semua barang yang sudah dia bereskan. Hanya tinggal masalah waktu sampai Carlos menjemputnya.

Oh iya, ngomong-ngomong soal tempat tinggal barunya, Gaby akan tinggal di salah satu studio milik Carlos. Berhubung tempatnya cukup menarik namun, karena Carlos tidak pernah tinggal di sana, mau tidak mau akhirnya dia harus memberikan tempat itu untuk disewa setidaknya.

Gaby masih membereskan barang-barangnya, dan dia baru teringat akan beberapa barang yang sempat tertinggal di kamar pertamanya dulu. Kamar yang menjadi kamar Takuya selama dia tinggal di rumah Tatsuya. Perlahan, dia membuka pintu kamar itu.

Dengan cepat dia mencari barang yang dia miliki. Dan berbalik untuk keluar ketika matanya jatuh kepada kanvas yang di lukis oleh Takuya beberapa waktu lalu.

永遠にともに.

Kanji Jepang yang tidak dibaca oleh Gaby. Tapi dia ingat kala itu, Tatsuya pernah kalah bermain truth or dare dengannya dan Gaby bertanya apa arti kanji yang di tulis oleh Takuya itu.

Gaby tahu betul kalau Tatsuya memang tidak bisa berbahasa Jepang. Bahkan sebagai orang Jepang pun, Tatsuya tidak pernah memakai kimono, tidak tahu hari-hari raya jepang yang menghebohkan dan lainnya. Namun Tatsuya hanya bisa membaca kanji. Karena setidaknya dia bisa tetap mengerti tulisan leluhurnya bukan?

"Eien'nitomoni. Together forever, selamanya bersama. Mungkin itu yang ingin di sampaikan oleh Takuya? Agar kakaknya ini tetap bersama selamanya dengan Gabriella Evangeline."

Perkataan itu kembali terngiang-ngiang. Gaby segera keluar dari kamar tersebut. Tapi alangkah terkejutnya ia ketika dia mendapati Tatsuya sedang memerhatikan kardus-kardus yang ada di depan TV ruang tamunya.

Gaby yang sudah berhasil menghindar dari Tatsuya sekian lama pun akhirnya tak kuasa menahan lagi air matanya. Jujur, dia merindukan Tatsuya dan perlakuan manisnya.

"Kau mau kemana?"

Gaby menggeleng cepat dan menaruh barang yang di ambilnya di kamar ke dalam kardus yang masih memiliki ruang kosong.

"Kau mau kemana, Gabriella?"

Gaby masih tidak menjawabnya.

Akhirnya Tatsuya menarik tangan kiri Gaby. Entah sejak kapan dia bisa berlaku sedikit kasar seperti ini kepada perempuan. Padahal orangtuanya selalu mengajarinya untuk menjadi lelaki yang sopan dan bersikap lembut pada perempuan manapun.

"Aku tanya sekali lagi, dan jawab! Mau kemana kau sebenarnya?"

"Aku akan pindah hari ini."

"Kemana? Sama siapa?"

"Hanya kembali ke tempat lamaku, dan aku tinggal sendirian disana," jawab Gaby masih menunduk.

Menyadari hal itu, Tatsuya segera mengerahkan kalimat mautnya. "Seorang pembunuh bisa saja mengatakan kebohongan di depan pengadilan, meski dia sudah bersumpah akan mengatakan yang sejujurnya kepada Tuhan. Aku tidak memintamu untuk bersumpah sekarang, tapi aku hanya ingin kau untuk melihat dan menatapku selama kau menjawab pertanyaanku barusan."

Gaby menengadahkan kepalanya sehingga kini dia melihat mata Tatsuya. Kedua mata yang menatapnya tulus setiap kali dia berbicara, mengobrol dan melakukan hal lainnya. Mata yang dia rindukan.

"Kemana kau akan pindah, dan sama siapa?"

"Aku akan pindah, dan itu bukan urusanmu, Tatsuya. Apa pedulimu jika aku pergi dan meninggalkan rumahmu mulai hari ini? Bukannya seharusnya kau senang karena sebagai parasit di rumah ini akhirnya aku akan pindah, dan tidak akan mengganggumu lagi bukan? Kau sendiri juga dapat kembali kepada hidup tenangmu sebagai pengacara yang sukses!" Linangan air mata Gaby tak dapat terbendung lagi. Sehingga, Tatsuya mengelap tiap tetesan air mata Gaby yang jatuh itu dengan punggung tangannya, namun Gaby menepisnya. "Jangan sentuh aku. Semakin kau bersikap manis padaku, akan semakin sulit juga bagiku untuk melupakanmu kelak!!"

"Kalau begitu jangan lupakan aku."

Isakan tangis Gaby terhenti sejenak.

"Aku memang pengecut dan bodoh. Aku tahu aku memang berengsek. Aku yang selalu bersikap baik dengan perempuan, tetap saja tidak akan bisa menjadi lelaki yang baik untukmu, Gaby," jelas Tatsuya. "Aku pengecut. Tidak berani untuk mengungkapkan kenyataan kalau sudah menyukaimu sejak--entah sejak kapan, aku tidak tahu. Tapi aku selalu menyukaimu sampai aku sadar bahwa semua ini semu. Kau dan aku, kita berdua sama-sama melakukan ini karena untuk melindungi perasaan orang-orang yang kita sayangi."

Gaby memang bukanlah gadis yang memiliki daya tarik yang menarik seperti bunga-bunga yang selama ini dirangkainya menjadi bouquet bunga yang indah. Dia juga sadar dengan siapa dirinya kini merasakan rasa cintanya.

Ada beberapa jeda sebelum akhirnya--entah setan dan kekuatan dari mana--yang akhirnya membuat Gaby berjinjit dan menyapu bibirnya ke bibir Tatsuya.

Tatsuya pun membalas ciumannya itu dengan perlahan. Tangan Tatsuya mulai melingkar di sekeliling tubuh Gaby. Setelah beberapa detik Gaby menarik dirinya.

"Aku menyukaimu, Tatsuya. Sangat menyukaimu, dan aku yakin kau sudah tahu hal itu, terlebih dulu bukan?"

Tatsuya mengangguk. "Kau memang berani, tetap mengatakan apa yang kau rasakan kepadaku, meski dalam keadaan mabuk sekalipun."

"Jangan pergi kemana pun. Tetaplah disini. Disampingku, bersamaku," kata Tatsuya sambil mengelus rambut puncak kepala Gaby yang masih berada dalam pelukannya.

Ponsel Gaby berdering.

Carlos.

Gaby khawatir melihat gerak-gerik Tatsuya. Dia pun bingung antara harus menjawab teleponnya itu atau tidak. Tanpa banyak komentar, Tatsuya menajawab panggilan itu. "Halo. Tatsuya disini."

"Oh? Apa Gaby sedang mandi sehingga kau yang menangkat ponselnya? Aku ingin bertanya kapan dia siap untuk aku jemput?"

"Dia tidak akan siap untuk kau jemput. Karena aku akan selalu menjemputnya dan mengantarnya kemanpun."

-----

90 hari berlalu.

"Astaga, pasangan baru ini benar-benar menyebalkan sekali!" Seru Carlos yang berdecak sebal karena Tatsuya selalu membawa Gaby kemanapun dia pergi. Bahkan saat Tatsuya pergi menonton siaran pertandingan voli bersama kawan-kawannya itu. Gaby duduk, menemani Tatsuya walaupun akhirnya dia tertidur.

"Hei, kau tidak punya hak untuk protes, Tuan Takamasa," balas Alex sambil menjitak kepala Carlos. "Otak, pikiran dan nafsu kotormu itu harus diperbarui, Bodoh!"

Carlos mengusap-usap kepalanya. "Tega sekali kau memukulku, Pak Guru!"

"Jelas kalau Alex memukulmu karena kau memang pantas di pukul, atau diberi sedikit pelajaran. Paham?" Tambah Leo.

"Lagipula Alex memang seorang pendidik sejati bukan? Kurasa wajar saja jika dia memukulmu untuk memberikan efek jera," tambah David lagi.

"Sudahlah, kalian semua hanya bisa memojokkanku saja!" Serunya sebal.

Gaby dan Tatsuya tertawa geli melihat kelakuan empat kawan Tatsuya yang tengah asyik mengganggu Carlos.

"Maafkan kami karena sering melakukan hal yang kalian tidak sukai," kata Gaby. "Lain kali kami tidak akan mengulanginya lagi."

"Ralat!" Kata Alex menginterupsi. "Hanya Carlos yang keberatan. Dan sisanya tidak ada yang keberatan dengan kelakuan wajar kalian sebagaimana mestinya pengantin baru bukan?"

Carlos semakin manyun.

Sejak pengakuan yang penuh siksaan itu, akhirnya Tatsuya dan Gaby pun memutuskan untuk menikah satu bulan kemudian. Saat mereka akan berbulan madu, berita duka pun datang. Yakni, nenek Tatsuya meninggal. Mereka pun terpaksa harus menunda kepergian untuk berbulan madu minimal sampai satu bulan. Sehingga dua minggu yang lalu mereka baru sempat pergi setelah Tatsuya mendapat izin cuti dari kantornya.

Kree pun tak dengan senang hati memberikan cuti bonus untuk Gaby agar segera memiliki anak.

"Sudah tiga bulan. Apa kalian belum memeriksanya ke dokter?" Tanya Kris.

"Apanya yang tiga bulan?!" Seru Carlos.

"Idiot. Kita sedang tidak membahasmu," balas Alex.

"Seharusnya—kalau kalian memang sudah melakukannya—pasti sudah berhasil," balas Leo sambil melontarkan senyum nakal.

"Kalian semua bicara apa sebenarnya?!" Seru Gaby mulai risih dengan senyuman-senyuman menyebalkan yang ditunjukkan dengan jelas oleh Alex, Leo, Kris, Carlos dan David.

Seolah bisa membaca situasi yang menyerang istrinya, akhirnya Tatsuya meletakkan tangannya di atas pundak Gaby. "Mungkin kalian akan iri karena delapan bulan lagi aku segera menjadi ayah."

Semuanya diam.

Satu detik..

Dua detik..

Tiga detik...

Empat detik...

Lima detik...

"Kalian tidak memberikan selamat kepadaku?!" Seru Tatsuya.

Akhirnya kelima kawannya itu pun tertawa terbahak-bahak. "Hebat!!! Kupikir kau benar-benar belum melakukannya! Selamat kawan!!"

Gaby ikut tersenyum saat mereka mengucapkan selamat. Dan Gaby pun langsung memeluk Tatsuya lagi dengan lebih erat.

"Aku benci pemandangan disini!" Carlos menggerutu lalu menenggak habis vodkanya.

Sementara yang lain tertawa karenanya.