Chereads / Fons Cafe / Chapter 16 - Episode 16

Chapter 16 - Episode 16

Alex pulang kerja, dan mendapati memo kecil di pintu kulkasnya.

Aku pergi ke dokter untuk membuka perbanku. Aku sudah mencuci baju dan piring kotor. Semoga hasilnya memuaskan.

-Steffi

Alex mengambil memo itu dan membuangnya. Dia melihat hasil cucian piring Steffi. Well, tidak buruk, komentarnya dalam hati.

Ponsel Alex berdering.

"Halo? Siapa ini?"

"Alex! Senang mendengar suaramu!!"

"Oh, rupanya kau. Ada apa meneleponku? Sesuatu yang buruk terjadi?" Tanya Alex. Jarang sekali Carlos menelponnya, biasanya Leo akan meneleponnya dan bertukar pikiran kepintaran mereka berdua. Tapi untuk Carlos, jarang terjadi hal seperti ini, karena mereka berdua punya sifat dan kegemaran profesi yang berbeda. "Jangan bilang kau ingin agar aku membantumu untuk menyembunyikan pacar gelapmu yang lainnya?!"

"Bodoh! Aku sudah bertobat, Alex!"

"Lalu siapa yang semalam meneleponku dan menanyakan tentangmu padaku?"

"Dia Lucy. Ya, dia salah satu mantan kekasihku dan harus ku akui, dia memang sedang mencariku dan memintaku kembali, jadi aku harap kau tidak akan memberikan nomor baruku padanya."

Gila. Itu urusan kalian berdua!"

Steffi masuk ke dalam apartemen Alex. Sejak tinggal disini, Steffi diberitahu untuk passcode pintu apartemen, dan beberapa hal pribadi Alex yang perlu diketahui olehnya.

"Sudahlah, urus saja mantan-mantan pacarmu. Aku sibuk." Alex mengakhiri pembicaraan di ponselnya itu dan mengambil segelas susu putih.

Steffi mendekat ke arah Alex. "Siapa yang menelepon?"

"Carlos."

Alex menyodorkan gelas berisi susu itu kepada Steffi. Dan seperti biasanya Steffi manyun.

"Sampai kapan aku harus minum susu?" Balas Steffi. "Aku tidak suka susu, Tuan Kolot."

"Kulihat perban di tanganmu sudah dibuka. Sepertinya aku berhasil membuat callus baru di tanganmu tumbuh," katanya senang. "Habiskan, mandi dan kita makan."

Steffi menghabiskan susu putih yang membuatnya mual itu setiap kali dia habis meminumnya.

"Telan!"

Dengan susah payah, Steffi menelannya. Lalu dia pergi ke kamarnya, mengambil pakaian bersih dan mandi di kamar mandi depan.

Sementara Alex menyiapkan makan malam. Hari ini dia membuat makanan simpel. Hanya menggoreng ayam yang dilengkapi dengan salad kentang. Setelah selesai, dia menutup makanan yang sudah di letakkannya di meja makan dan pergi ke kamarnya untuk mandi di dalam.

Saat Alex keluar, dia melihat Steffi sudah duduk di posisinya seperti biasa. "Kau belum makan?"

"Tidak. Bukankah itu hal yang dilarang oleh tata krama makan, bila makan terlebih dulu di saat ada orang lain yang seharusnya makan bersama?"

Alex menyeringai dan mengambil kursi di depan Steffi. "Sepertinya kau sudah lebih baik dalam hal ini dari pada kemarin."

"Hei, aku sudah bilang sebelumya bukan?" Balas Steffi untuk menggali ingatan Alex kembali. "Aku memiliki ayah yang kolot. Dan dia selalu mengomeliku jika perilaku yang kutunjukkan saat makan tidak sesuai tata krama."

"Dan kenapa kau seperti orang yang tidak tahu tata krama kemarin-kemarin?"

"Aku bosan. Aku bosan karena harus selalu taat pada tata krama yang menyebalkan itu, dan membuatku susah sendiri," balasnya.

Alex mengangguk. "Dalam forum formal, kau akan mengerti mengapa Papamu mengajarkan tata krama di meja makan padamu. Ayo makan."

-----

Malamnya, Steffi keluar dari kamarnya. Dia menyalakan laptopnya dan memindah isi dari memori kameranya ke dalam laptop. Ditemani dengan oats coklat kesukaannya, Steffi pun duduk dan mulai bekerja.

"Kau belum tidur?" Tanya Alex tiba-tiba saat dia keluar dari kamar mandi depan. "Kau mau mengedit film?"

"Kau belum tidur?" Tanyanya.

Alex menggeleng. "Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Oh iya. Ini film pendek. Seorang temanku memintaku untuk mengeditnya malam ini. Kau sendiri? Apa yang kau lakukan sampai belum tidur jam segini? Bukannya kau harus bangun pagi besok?"

Alex mengambil kertas dan pulpen merahnya. Dia duduk di sebelah tempat Steffi yang kosong. "Mengoreksi hasil ulangan tadi. Omong-omong, aku selalu bangun pagi, Putri Molor."

Steffi memasang headsetnya, dan mulai mengedit filmnya. Sementara Alex mengoreksi kertas-kertas ulangan siswinya. Setelah beberapa lama Steffi memejamkan matanya dan tertidur masih dengan memakai headsetnya.

Alex merenggangkan badan dan lehernya. Dia melihat gadis di sampingnya sudah memejamkan matanya di depan laptop. Aplikasi pengedit filmnya pun belum di tutup.

Sepertinya belum selesai, gumam Alex.

Dia melepaskan headset yang dipakai Steffi dan menutup layar laptopnya. Tubuh Steffi yang sudah tidak sadar itu oleng, dan jatuh ke pundak kiri Alex.

"Hei.." Alex berusaha membangunkan Steffi, dengan menyenggol-nyenggolkan pundak kirinya ke kepala Steffi. "Ini bukan tempat tidurmu!"

"Diam Rex!" Seru Steffi lebih keras. "Aku ngantuk, dan butuh tidur!!"

Akhirnya Alex mendengus dan menarik sudut bibirnya. "Dasar pengacau. Seharusnya kau tidak menunjukkan sikapmu ini, Bodoh."

-----

Esok paginya, Steffi bangun lebih belakangan dari Alex seperti biasa. Alex sudah siap dengan pakaian kerjanya seperti biasa. Tak lupa dia mengambil kunci mobil dan buku-buku bahan ajarannya.

"Kenapa? Kau ingin aku mengajarkanmu tentang apa yang ada di dalam buku-buku ini?"

Steffi membulatkan matanya. Fisika Dasar, Kumpulan Soal Olimpiade Fisika Nasional, astaga... Apa dia tidak memiliki buku lain yang lebih menarik untuk di baca?! Dengan cepat Steffi langsung menggelengkan kepalanya.

"Kau tidak suka dengan bukunya atau mata pelajarannya?"

"Dua-duanya. Fisika merupakan musuh terbesarku semasa sekolah menengah dulu."

"Kau masuk IPA?"

Steffi menggeleng. "Tidak. Tapi waktu SMP aku sudah mendapatkan pelajaran fisika. Dan aku bersumpah akan mengutuk fisika hidup-hidup."

Alex tertawa ringan. "Kau tahu? Itu adalah kata-kata yang selalu di katakan oleh setiap siswa yang ku ajar. Tapi herannya mereka tidak pernah menyerah untuk dapat mengerti pelajaran ini."

Itu karena kau. Karena kau gurunya, dan kau dapat membuat anak-anak yang kau ajar terpesona dengan wajah tampanmu yang menyilaukan itu, Kolot!

"Aku pergi dulu."

"Ya. Hati-hati di jalan."

-----

Steffi berjalan ke Fons dengan taksi yang ditumpanginya. Sore disana terasa nyaman, apalagi saat Kris membawakan makanan favorit Steffi untuk makan siangnya.

Walaupun sudah lewat jam makan siang, tapi Steffi baru sempat makan setelah membenahi apartemen Alex. Dan dia lapar, jadi dia memutuskan untuk ke Fons.

Ketupat sayur, sate ayam, lunpia Semarang dan matcha shake. Steffi tidak segan menunjukkan cara makannya di depan Kris, David dan Carlos.

Steffi mengunyah makanannya satu per satu dengan cepat. Kris tidak pernah heran dengan nafsu makan besar yang selalu dimiliki sepupunya jauhnya tersebut. Sementara Carlos tak henti-hentinya menggeleng-gelengkan kepalanya karena tak percaya kalau ada perepuan bisa makan dengan cara makan yang seperti ini.

Bahkan, saat dia memakan sate ayam yang tinggal satu tusuk lagi dia sempat bersendawa dan melanjutkan makannya. Kemudian matcha shakenya juga tak lupa di habiskannya.

"Astaga... baru kali ini aku melihat perempuan makan dengan cara luar biasa hebat seperti ini!" Seruan Carlos dibalas senyuman riang dari Steffi. "Apa Alex tidak mengomelimu selama makan bersamanya?"

Steffi meletakkan minumannya. Dia bisa merasakan bahwa dia sudah kenyang. Sangat kenyang dengan semua makanan yang sudah di habiskannya.

"Tentu saja. Dia cerewet sekali saat memberitahuku harus seperti ini dan itu saat makan. Memangnya apa salahnya makan seperti tadi?"

David tertawa. "Carlos sudah mengencani berpuluh-puluh, mungkin ratusan perempuan malah. Tapi, baru kali ini dia mendapati perempuan dengan perawakan rock n' roll walaupun sedang memakai dress selutut. Cara makanmu benar-benar membuat kami lapar."

"Kurasa Paman Rudi akan mengomeliku bila dia tahu kau makan dengan cara yang seperti tadi."

Steffi hanya tertawa riang. "Nyatanya Papa tidak ada disini, dan Alex juga sedang bekerja. Jadi, aku bebas melakukan apapun sesukaku!" Steffi merenggangkan tangannya ke belakang, dan seketika sebuah tangan menahannya.

"Aku rasa tanganmu sudah sembuh. Putri Molor?"

Pupil Steffi melebar.

"Tuan Kolot?!"

Alex melepaskan tangannya yang menahan Steffi.

"Kalian berdua masih sering bertengkar?" Tanya Kris yang menampakkan wajah khawatirnya. "Aku pikir kaliab sudah berdamai dan tinggal bersama baik-baik.."

"Tidak!" Seru mereka berdua bersama.

"Wah, wah, wah... sepertinya kalian berdua cocok," goda David.

Steffi dan Alex memicingkan mata mereka berdua dan melihat David dengan sinis.

"Hahaha.. aku hanya bercanda kok. Hanya bercanda, Kawan.." serunya.

"Sebaiknya kita pulang," ujar Alex. Steffi mengangguk dan mengekori Alex.

"Dadah kalian semua!!"

Tinggal mereka bertiga di Fons.

"Bagaimana kalau kita bertaruh?" Tantang Carlos.

"Taruhan?"

"Mereka akan bertahan berapa lama?" Tanya Carlos. "Aku bilang paling dua minggu lagi.."

"Satu bulan."

"Seterusnya." Kalimat Kris terakhir membuat Carlos dan David tak bergeming.

Mereka bertiga memegang dugaan mereka masing-masing dan biar waktu yang akan menjawabnya.