Chereads / Sebuah Catatan Kecilku / Chapter 16 - Kenangan Hidupku Part 1

Chapter 16 - Kenangan Hidupku Part 1

Namaku Abella Geishara Berg. Aku biasa dipanggil Bella. Aku lahir di kota Paris, Perancis. Aku adalah gadis keturunan Perancis-Belanda. Ibuku lahir di Perancis dan Ayahku lahir di Belanda. Saat ini mereka tengah disibukkan oleh pekerjaan mereka masing-masing. Mereka selalu pulang ke rumah satu hingga dua minggu sekali. Tak heran jika aku selalu merasa kesepian jika sedang di dalam rumah. Aku selalu menghabiskan waktu sepulang sekolahku dengan kekasihku yang bernama Albert Dominique Herve. Dia adalah anak dari seorang tentara nasional Perancis.

Aku dan Albert sudah menjalin kasih selama hampir satu tahun ini. Bukan hanya keromantisan yang selalu terjadi dalam hubungan kami, selalu saja ada pertengkaran yang disebabkan oleh hal kecil yang dibesar-besarkan oleh Albert. Dan yang selalu mengalah adalah aku. Setiap ada masalah yang menghampiri hubungan kami, selalu saja aku yang harus menyelesaikannya sendirian. Selalu aku yang harus meminta maaf, selalu saja aku yang harus mencoba untuk meluluhkan sifat egois Albert. Namun bagaimana pun dia, seburuk apapun dia, aku akan tetap mencintainya.

Beberapa minggu lagi, aku dan Albert akan merayakan hari jadi kami yang ke satu tahun. Kebetulan hari jadi kami sama dengan hari ulang tahunku. Aku jadi ingat saat Albert menyatakan cintanya tepat di hadapan semua teman-teman dan keluargaku. Saat itu Mamah dan Papah memutuskan untuk membuat pesta ulang tahun untukku dan saat itu juga Albert menyatakan cintanya.

Aku yang saat itu baru saja selesai memotong kue sangat terkejut saat melihat Albert yang datang dengan puket bunga besar di tangannya. Aku pun perlahan menghampirinya yang tengah berjalan ke arahku.

"Albert, apa ini maksudnya?" tanyaku. Albert hanya tersenyum manis sembari memandangku.

"SEMUANYA… SAYA MINTA PERHATIANNYA SEBENTAR!" teriak Albert membuat semua orang memandang ke arah kami.

"Kamu mau ngapain?" tanyaku lagi sembari mencubit pelan lengannya. Sungguh, aku sangat malu jika semua orang memandang kami seperti ini.

Albert tak menjawab pertanyaanku, ia malah berlutut di hadapanku dan memberikan bunga itu kepadaku. Semua orang bersorak gembira melihat adegan romantis ini. Tanpa berbicara, aku mengambil bunga itu dari tangan Albert. Tak lama ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah yang ia keluarkan dari dalam saku celananya.

"Bella, kita berdua udah lama berteman, yaa kurang lebih 4 tahun lah. Selama kita berteman, kamu selalu bikin aku bahagia. Kamu juga selalu bikin aku nyaman sama kamu. Kenyamanan itu yang membuat aku gak bisa jauh dari kamu. Semenjak kita temenan udah banyak hal yang kamu minta dari aku dan sekarang giliran aku yang minta sesuatu dari kamu. Aku cuma minta satu hal aja kok, Bell. Dan aku sangat berharap, kamu bisa memenuhi satu permintaanku ini," ujar Albert panjang lebar.

"Apa itu?"

Ia menarik nafasnya dan menghembuskannya dengan perlahan. Lalu ia terdiam dan ia diam cukup lama, membuat aku semakin penasaran dengan satu permintaannya itu.

"Aku mau kamu menjadi pacarku. Apa kamu mau jadi pacar aku, Abella?"

Tubuhku mematung seketika setelah mendengar ucapannya itu. Apalagi saat ini ia tengah membuka kotak kecil berwarna merah dan aku sangat terkejut saat melihat sebuah cincin berlian begitu bersinar di dalamnya. Ia menembakku di depan banyak orang. Astaga, apa itu yang dia inginkan? Apa itu permintaannya selama ini? Apa yang harus aku lakukan? Jawaban apa yang harus aku berikan? Sungguh, saat ini aku sangat gugup dan bingung. Aku dan Albert memang sudah lama berteman, ia juga sering mengeluarkan ucapan manisnya di hadapanku. Namun entah mengapa, hatiku ini selalu berdebar jika aku berhadapan dengannya. Aku selalu salah tingkah jika ia berbicara manis seperti ini. Aku juga selalu bingung membalas ucapan manisnya. Dan ini adalah ucapan termanis dari beberapa ucapan manisnya yang selalu ia berikan padaku.

Aku benar-benar diam dan tak menjawab ucapannya. Semua orang bersorak ria, mereka menginginkan aku untuk segera menjawab 'ya', namun aku masih ragu. Selama ini aku memang ingin memiliki dia. Aku ingin dia menjadi kekasihku, tapi ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Sampai saat ini aku tak tahu hal apa yang membuatku ragu untuk menjawab ucapannya.

"Terima… Terima… Terima…"

Satu kata itu yang saat ini aku dengar dari semua tamu pesta ulang tahunku. Mereka menginginkan aku untuk menerima cinta Albert. Tingkah Albert yang tak terduga ini benar-benar membuatku salah tingkah. Aku yakin saat ini pipiku tengah memerah. Ah, ingin rasanya aku kabur dari tempat ini dan bersembunyi di kamar, lalu tersenyum-senyum sendiri karena adegan romantis ini.

Perlahan aku menarik nafasku dan membuangnya dengan pelan. Aku harus menyingkirkan sesuatu mengganjal di hatiku ini. Aku tak ingin menyia-nyiakan momen indah seumur hidupku. Ya Tuhan, mudah-mudahan saja aku tak salah memilih.

"Albert, aku mau jadi pacar kamu!" jawabku menanggapi keinginannya itu. Albert tersenyum lebar, lalu ia berdiri dan memakaikan cincin itu di jari manisku. Tak lama ia memeluk tubuhku dan hal ini membuat semua orang kembali bersorak gembira. Ah ya ampun, malam yang sungguh indah.

Sampai kapanpun aku tak akan melupakan hal terindah di dalam hidupku itu. Aku bahagia bersamanya, aku merasa nyaman dan aman jika berada di dekatnya. Hubunganku dengannya yang hampir menginjak satu tahun ini membuatku terus mengingat kenangan indah itu. Ah rasanya aku tak sabar untuk menjadi istrinya. Hihi.

Tahun kemarin Albert baru saja menyelesaikan masa SMA-nya dan saat ini ia baru saja memulai masa kuliahnya. Semenjak ia masuk kuliah, ia sangat jarang menghubungiku dan menemuiku. Selalu aku yang menghubunginya terlebih dahulu. Apalagi setiap bertemu, ia selalu mengabaikanku. Ia selalu asyik dengan smartphonenya. Perubahan Albert itulah yang membuatku mulai mencurigainya. Aku benar-benar sudah tak tahan dengan sikap cueknya itu. Ingin rasanya aku memarahinya, namun aku tak bisa. Aku tak bisa memarahinya jika alasanku untuk memarahinya belumlah jelas. Apalagi aku bukanlah gadis yang mudah untuk meluapkan emosiku di depan orang yang aku cintai. Aku benar-benar tak bisa melakukannya.

"Bell… Bella… Gue punya kabar buruk buat lo," ucap sahabatku yang bernama Saufika. Aku yang sedang melamun di taman belakang sekolah pun cukup terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba saja.

"Bikin kaget aja. Emang ada kabar buruk apa?" tanyaku.

"Itu… Pacar lo… Si Albert…"

"Kenapa? Ada apa?" tanyaku sembari mengguncangkan tubuh Saufika. Aku begitu khawatir mendengar nama Albert. Bagaimana aku tidak khawatir? Saufika datang begitu terburu-buru dan ia bilang ia punya kabar buruk untukku. Tentu saja setelah ia menyebutkan nama Albert, pikiranku tentang Albert langsung kemana-mana. Bukannya menjawab pertanyaanku, Saufika malah mengatur nafasnya. Dengan sabar aku menunggu jawabannya.

***

Bersambung...

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.