Chereads / Sebuah Catatan Kecilku / Chapter 19 - Demi Cinta Part 1

Chapter 19 - Demi Cinta Part 1

BRUM

Aku melajukan mobilku dengan kecepatan penuh. Malam ini aku tidak akan pernah kalah lagi dari musuhku. Aku harus memenangkan balapan ini. Jika tidak, maka aku akan melepaskan mobilku. Ya, aku mempertaruhkan mobilku sendiri. Jika aku menang, maka aku akan mendapatkan mobil miliknya dan jika aku kalah, maka musuhku itu akan mendapatkan mobil ini. Dan jika mobilku diambilnya, maka akan menjadi masalah besar untukku. Maka dari itu, malam ini aku tidak akan kalah darinya, sudah beberapa kali ini aku selalu kalah. Kekalahanku lebih banyak dari kemenanganku, jadi malam ini aku harus menang bagaimanapun caranya. Kesempatan tidak datang dua kali, siapa tau malam ini adalah malam keberuntunganku.

Garis finish sudah ada di depan mata. Sedikit lagi aku akan mendapatkan kemenangan. Aku pun semakin mempercepat laju mobilku. Dan akhirnya aku pun memenangkan balapan ini. Ini adalah kemenangan yang kelima kalinya untukku. Mobil musuhku ini akan menjadi milikku dan aku tak akan mendapatkan masalah lagi. Cih, ternyata menyenangkan. Aku pun memberhentikan mobilku dan segera keluar. Para penonton menggerumuniku dan mengucapkan selamat. Ku lihat mobil musuhku terparkir tak jauh dari mobilku, ia keluar mobil dan menatapku tajam lalu menghampiriku.

"Selamat. Loe bisa ambil mobil gue!" katanya. Aku pun tertawa puas dan mengangguk. Ia memberiku kunci mobilnya. Aku pun berlari menghampiri mobil miliknya dan melihat-lihat dari setiap sisi. Men, mobil ini cukup keren, termasuk mobil sport dan yang pasti lajunya sangat cepat. Aku pun masuk ke dalam dan menikmati aroma mobil baruku ini. Haha, mudah sekali untuk mendapatkan sebuah mobil hanya dengan balapan liar seperti ini. Rasanya sangat menyenangkan dan memuaskan. Lain kali aku akan mengalahkan musuhku yang lain dan aku akan mendapatkan mobil sport yang lebih keren lagi.

"Alva. Ada seseorang yang nungguin lu dari tadi." ujar salah satu temanku. Ck, mengganggu saja. Dengan terpaksa aku keluar dari mobil baruku dan menatap seorang gadis yang sedang menunduk di hadapanku. Hah, ia adalah Nadia. Nadia adalah gadis yang menyukaiku sejak dulu. Ia selalu mengincarku dan tak pernah mundur untuk mendapatkanku. Nadia termasuk gadis yang terbilang biasa saja, sedikit cupu dan tidak begitu populer. Entah mengapa aku tidak pernah bisa menghalanginya untuk mendekatiku, bahkan aku merasa bahwa aku tak ingin menjauhinya dan lebih memilih membiarkannya seperti itu.

"Ada apa?" tanyaku. Ia masih menunduk seperti biasa. Kau tau? Nadia adalah gadis yang aneh. Setiap ia berbicara padaku di depan banyak orang, ia akan selalu menunduk dan tak berani menatapku. Tapi, jika hanya aku dan dia berada di tempat sepi, ia pasti berani menatapku. Aku tidak pernah menanyakan mengapa ia melakukan hal itu, lagi pula tak ada untungnya untukku untuk mengetahuinya.

"Ka-kamu menang?" tanyanya. Aku menaiki alisku.

"Ya," jawabku singkat. Aku pun menghampiri dan mendekatinya. Kini ia berada tepat di hadapanku.

"Mau pulang bareng?" ajakku. Ia sedikit tersentak. Aku pun mendesis kecil dan menunggu jawaban apa yang ingin ia keluarkan.

"A-apa gak ngerepotin?" tanyanya. Dengan lancang tanganku menyentuh dagu Nadia dan mengangkatnya. Ia sedikit terkejut. Kini wajahnya dapat ku lihat, matanya menatapku dengan takut. Aku pun tersenyum padanya.

"Kan gue yang ngajakin loe. Jadi, gak ngerepotin kok," balasku. Ku lihat ia mengalihkan tatapannya ke arah lain. Terlihat seperti nervous. Aku pun melepaskan genggamanku pada dagunya.

"Loe gue anter pulang. Sekarang naik mobil!" suruhku dan berjalan menuju mobilku. Aku menyuruh temanku untuk membawa mobil kemenanganku ke rumah. Dan aku akan mengantarkan Nadia untuk pulang. Ku lihat Nadia mulai memasuki mobil dan duduk di sampingku. Dengan perlahan aku pun melajukan mobilku dengan kecepatan sedang.

Nadia, aku mengenal gadis itu sejak pertama kali aku memasuki sekolah menengah pertama. Saat itu, ia menyatakan perasaannya padaku bahwa ia mencintaiku lebih dari apapun. Dan ia rela melakukan apapun asalkan bersamaku. Dengan tak punya hati aku menolaknya. Tapi entah bagaimana ia terus menerus mengejarku dan ia berkata bahwa ia akan terus berjuang hingga aku dapat mencintainya. Saat itu, aku benar-benar muak dengannya dan aku mencoba mempermainkannya. Aku sempat menyatakan perasaanku, lebih tepatnya berpura-pura sampai akhirnya kami pacaran. Dua hari berlalu lalu aku mencampakkannya dengan berpacaran dengan gadis lain. Disaat itu, ia mulai melepaskanku dan aku bebas. Tapi, saat masuk sekolah menengah atas, ia kembali menggangguku. Lalu ia berkata bahwa ia ingin membuktinya cintanya dengan berpacaran denganku selama 3 bulan. Jika 3 bulan ini aku tidak dapat mencintainya, maka ia akan menjauhiku selamanya. Tentu saja aku langsung menerimanya dan aku berharap hal itu akan segera selesai.

Untuk sekarang, kami berpacaran baru 2 minggu. Cukup sulit untukku untuk menjalani hal ini. Cih, tentu saja bung. Aku menjalani hidupku dengan seseorang yang tidak aku cintai. Tapi, aku akan mencoba untuk mencintainya.

"Nadia?" panggilku. Ku lihat ia langsung menoleh. Menatapku sambil tersenyum.

"Kenapa disaat banyak orang loe selalu menunduk?" tanyaku. Ia terlihat terdiam.

"Hm... Kenapa ya? Gak tau deh. Mungkin karena aku malu," jawabnya. Aku mengernyitkan dahiku.

"Jadi loe gak malu kalau berduaan sama gue?" tanyaku lagi.

"Enggak," jawabnya dengan cepat. Aku pun menghela nafasku. Aku memberhentikan mobilku tepat di depan rumah Nadia.

"Ma-mau mampir?" tawarnya. Aku pun menggeleng.

"Lain kali aja. Oh ya, sebelum keluar, gue mau ngomong serius sama loe," kataku. Ia terlihat menatapku dengan serius.

"Gue rasa kita harus akhiri hubungan ini!" Ia terlihat terkejut setelah mendengar ucapanku.

"Kenapa emang?"

"Gue takut loe sakit hati kayak dulu lagi. Gue gak mau terus menerus ngasih loe harapan. Dan loe udah tau banget apa akibat dari hubungan ini, gue gak mau kalau loe harus ngerasain hal kayak dulu untuk kedua kalinya. Gue gak mau menyiksa loe dengan cara seperti ini. Dan hal tersebut membuat gue gak nyaman!" ungkapku dengan jujur. Bukan wajah sedih yang ku lihat dari Nadia, melainkan wajah senang. Mengapa ia menunjukkan wajah senangnya itu?

"Ternyata kamu khawatir sama aku, Alva. Aku seneng banget. Dan aku gak masalah kok kalau harus terus menerus disakiti sama kamu. Aku lebih rela disakiti daripada kehilangan kamu. Aku cinta kamu lebih dari apapun. Dan aku gak ngerasa tersiksa, malahan aku merasa senang kalau kamu ada di sisi aku," jawabnya tanpa ragu. Aku mengalihkan tatapanku ke arah depan dan menghela nafas. Rupanya gadis ini benar-benar pantang menyerah dan keras kepala. Bagaimana caranya agar ia dapat melepaskanku? Bukannya aku tidak suka padanya, hanya saja aku tidak mau terlalu membuatnya merasa tersakiti. Aku tidak cocok untuknya, ia adalah gadis yang sangat baik dan seharusnya ia tak bersamaku.

***

Bersambung...

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.