Chereads / Sebuah Catatan Kecilku / Chapter 20 - Demi Cinta Part 2

Chapter 20 - Demi Cinta Part 2

"Oke. Tapi loe mau kan melakukan apapun yang gue mau?" tanyaku sambil menoleh padanya. Ku lihat ia langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Bagus. Malam ini loe harus ikut gue balapan," pintaku sembari tersenyum sinis. Terlihat dari raut wajahnya yang sedikit kecewa, lalu tak lama ia tersenyum dan mengangguk.

"Oke!" katanya menyetujui. Aku cukup terkejut dengan perkataannya itu.

"Loe yang balapan!" tantangku, ku lihat ia langsung terdiam sambil menatapku.

"Aku? Balapan? Haha. Yang ada aku malah ngebuat kamu kalah, Alva," balasnya, aku menggeleng.

"Kalah menang udah biasa buat gue. Asalkan loe ada di sisi gue, gue gak peduli apakah gue akan menang atau gak. Dan ini akan menjadi pengalaman baru buat pacar gue."

"Hah? Pa-pacar?" tanyanya. Aku mengangguk.

"Ya, pacar." Ku lihat ia menutup mulutnya sambil memandangku dengan gembira. Aku hanya tersenyum melihatnya. Cih, lihat saja, aku akan membuatnya tidak nyaman denganku dan mungkin dengan itu ia akan melepaskanku.

***

Malam sudah tiba, balapanku akan dimulai sebentar lagi. Aku menghampiri Nadia yang berada di dalam mobilku untuk balapan. Mobil sudah siap di dalam jalur balapan dan tengah bersiap-siap. Ku ketuk jendela mobil. Nadia menoleh dan membuka kaca jendela, ia menatapku.

"A-aku takut!" katanya gugup. Aku tersenyum.

"Tenang aja. Gue ada disini kok, kalau loe kenapa-kenapa gue yang akan bertanggung jawab," ujarku. Ia hanya mengangguk. Rupanya ia ketakutan. Ya, tentu. Untuk pertama kalinya ia harus balapan liar di tempat sepi ini. Dan tandingannya bukanlah mobil biasa, melainkan mobil sport yang lajunya sungguh cepat. Aku pun mengusap pelan rambut Nadia.

"Loe akan baik-baik aja kok. Jangan nervous. Bawa santai aja," pesanku. Ia mengangguk. Karena balapan akan dimulai, aku berlari ke tempat para penonton. Dan balapan pun akhirnya dimulai. Mobilku melaju dengan cepat. Ia menduduki posisi keempat. Bagus, setidaknya ia tak menduduki posisi akhir.

Tak lama balapan sudah berakhir. Walaupun tak jadi pemenang setidaknya ia dapat menduduki posisi ketiga. Untuk pemula hal tersebut sangat bagus. Aku segera menghampiri Nadia yang sudah keluar dari mobil dengan ekspresi wajah yang syok.

"Nadia!" panggilku. Ia menoleh.

"Maaf. Aku kalah," katanya. Aku menggeleng.

"Gak apa-apa. Seenggaknya loe dapet posisi tiga. Itu udah bagus kok," pujiku. Ia hanya tersenyum dan menunduk.

"Gimana balapannya? Seru atau biasa aja?"

"Bi-bikin jantung deg-degan, bikin syok tapi bikin seneng juga." Nadia menjawab pertanyaanku dengan wajah senang.

"Mau coba lagi?" tawarku. Ia langsung menatapku. Lalu kembali menunduk.

"A-aku gak punya mobil."

"Pakai aja mobil gue." Ia kembali menatapku.

"Serius? Tapi aku takut ngerusak mobil kamu," ucapnya tak enak. Aku tersenyum.

"Seenggaknya kalau cuma buat balapan pake aja mobil gue. Kalau ada kerusakan gue juga kok yang bertanggung jawab, loe gak usah takut."

Ia menganggukkan kepalanya. Haha. Akhirnya gadis cupu ini akan menjadi seorang pembalap sepertiku. Setidaknya akan ada penggantiku jika aku tengah sibuk. Sebulan berlalu dengan cepat. Sebulan penuh ini pun Nadia selalu datang ke balapan liar ini. Perubahan yang terjadi pada Nadia sudah berubah 70%. Ya, bagaimana tidak? Nadia dipaksa habis-habisan oleh teman-teman perempuanku. Mereka mengubah Nadia menjadi seorang gadis yang seperti mereka. Ya, memakai pakaian sexy dan berdandan. Hal tersebut membuatku cukup terkejut, bagaimana tidak? Semenjak Nadia berubah, aku mulai selalu memperhatikannya. Entah mengapa hatiku terus menerus memanggil nama Nadia. Apakah aku mulai menyukainya? Dari segi apa? Kecantikan? Apa karena kami kini memiliki hobi yang sama? Atau karena kami sudah sebulan penuh selalu bersama? Entahlah. Aku tidak begitu mengerti dengan perasaanku sekarang. Sifat Nadia yang pemalu masih tertanam di dirinya, ia tak berubah. Walaupun kini gaya hidupnya berubah, tapi perilaku dan perkataannya tidak. Hal tersebutlah yang membuatku ingin terus bersama gadis cupu itu.

"Nadia!" panggilku. Ku lihat ia menoleh dan menatapku. Kini kami berada di sekolahan dan tengah memandangi indahnya langit biru di atap gedung sekolah.

"Sebulan berlalu dengan cepat ya?" tanyaku. Ia mengangguk.

"Iya. Tinggal dua bulan lagi. Apa kamu masih sanggup? Kalau gak sanggup, kita bisa akhiri sekarang," kata Nadia.

"Bahkan gue pengen lebih dari dua bulan. Kalau bisa sih selamanya sama loe," balasku sambil mengalihkan pandanganku dan kembali menatap langit.

"Ma-maksud kamu?" tanya Nadia. Rupanya ia tak mengerti apa yang ku ucapkan.

"Satu bulan sama loe membuat gue ngerasain hal aneh saat gue sama loe. Gue selalu ngerasa nyaman di deket loe, ngerasa beda deket loe dan gue ngerasa kalau jantung gue suka deg-degan kalau deket loe. Mungkin gue mulai jatuh cinta sama loe," ujarku sangat dramatis. Tak lama air mata yang ia tahan akhirnya terjatuh juga. Ia menatapku sambil menangis. Aku tersenyum.

"Loe gak usah nunggu 2 bulan buat ngebuat gue mencintai loe. Sebulan ini menurut gue udah cukup. Kerja keras loe buat meyakinkan cinta loe nyata atau enggak udah kebukti. Jujur, sejak gue lahir, gue gak pernah dicintai oleh gadis manapun dan loe orang kedua yang mencintai gue setelah orang tua gue. Gue ngerasa bersyukur banget bisa ketemu loe dan dicintai loe. Gue harap loe gak akan pernah berubah walaupun sekarang gaya hidup loe berubah," pintaku panjang lebar. Lalu aku pun menarik tubuh Nadia untuk ku dekap. Tangisan Nadia pecah seketika. Aku mengusap pelan rambutnya. Rupanya seperti ini rasa senang seorang gadis saat lelaki yang dicintainya membalas cintanya. Aku dapat merasakan bagaimana perasaan Nadia.

***

Pada akhirnya kami pun benar-benar menjalin hubungan. Ya, pacaran. Dengan berpacaran seperti ini mungkin dia akan merasa lebih bahagia. Aku hanya bisa tersenyum saat ia mulai tertawa riang bersamaku. Baguslah, ku kira ia akan menyukai salah satu musuhku di balapan liar. Setauku, semua musuhku di balapan liar memiliki wajah yang tampan, kaya dan keren. Tapi, aku tidak tau kenapa Nadia malah memilihku.

"Aku mau balapan. Doain ya?" kata Nadia. Aku mengangguk. Ku lihat mobil Nadia mulai melaju dengan kecepatan tinggi. Rupanya pacarku itu sudah jago balapan. Pernah sesekali ia menang dan mendapatkan sebuah mobil sport. Ia memberikan mobil tersebut padaku dengan imbalan mobilku yang menjadi miliknya. Tentu saja aku mau.

"Hei, kau Alva?" tanya seseorang. Aku menoleh. Ia seorang lelaki paruh baya yang masih memakai jas kantor. Aku mengangguk pelan.

"Ikut saya!" pintanya. Aku mengernyitkan dahiku lalu mengikutinya. Ia mengajakku ke tempat sedikit jauh dari kerumunan teman-temanku. Ku lihat ia menghela nafas dan berbalik menatapku.

"Kau Alva? Pacarnya Nadia?" tanyanya lagi. Aku mengangguk.

Aku yang penasaran pun bertanya, "Kenapa emang?"

"Kau ikut saya ke kantor polisi!" Aku melototkan mataku karena terkejut dengan perkataan lelaki itu. Ke-kenapa? Apa masalahku? Kenapa dia mengajakku kekantor polisi? Apa aku membuat kesalahan?

"Ke-kenapa?"

"Kau sudah mengajarkan anakku untuk balapan. Benarkan?" katanya. Aku terdiam. Sial. Kenapa si tua ini mengetahuinya? Darimana? Apakah Nadia bercerita segalanya tentang balapan kepada orang ini? Dan siapa orang ini?

"En-enggaklah. Emangnya anda siapa?" bantahku.

"Saya ayahnya Nadia." Aku terdiam seketika. Rasanya tubuhku begitu lemas. Hei, ternyata ia adalah ayah Nadia. Wajar saja ia mencurigaiku.

***

Bersambung...

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.