"Apa yang udah lo bilang sama Revi sampai dia gak marah lagi sama Imel?" tanya Temmy kepada Afdhal.
"Tanya aja sana sama rumput yang bergoyang," jawab Afdhal tanpa menoleh ke arah Temmy yang tengah mengernyitkan keningnya.
"Tapi di sini gak ada rumput," balas Temmy.
"Di taman depan rumah sakit banyak tuh, mereka menjadi saksi bisu apa yang aku bicarakan dengan Revi." Ia masuk ke ruang inap Imel. Temmy hanya terdiam sembari mengangkat kedua bahunya. Ia masih merasa bingung dengan ucapan Afdhal, namun dengan cepat ia melupakan hal itu dan ikut masuk ke ruang inap Imel. Mereka datang untuk menghibur Imel dan Revi. Mereka terus tertawa dan berbagi cerita lucu hingga mereka tak menyadari jika hari sudah semakin larut. Tiba-tiba saja Revi mendapat panggilan dari kedua orang tuanya. Ia harus segera pulang saat itu juga dan ia pun berpamitan kepada Imel, Temmy dan Afdhal.
"Eh Dhal, anterin si Revi gih. Nih kunci mobilnya," ucap Temmy sembari memberikan kunci mobil miliknya kepada Afdhal.
"Kenapa gak lo aja, Tem? Gue lagi malas keluar," tolak Afdhal.
"Ya udah deh. Ayo Revi gue anterin lo pulang," ajak Temmy. Revi mengangguk dan mereka berdua pun pergi meninggalkan Imel dan Afdhal. Keadaan pun kembali hening. Tak ada diantara Imel ataupun Afdhal yang memulai pembicaraan setelah Temmy dan Revi pergi. Mereka sama-sama bingung harus membicarakan apa. Hingga akhirnya Imel memutuskan untuk mengistirahatkan diri, sementara itu Afdhal izin untuk keluar. Ia pergi untuk menunggu Temmy di lobi rumah sakit. Tak sampai satu jam, Temmy kembali dan menghampiri Afdhal yang menunggunya. Lalu mereka sama-sama pergi menemui Imel di ruang inapnya. Imel sudah tertidur pulas, mereka pun memutuskan untuk tidur di sofa yang tak jauh dari ranjang Imel.
Pagi hari datang tak terasa, Imel sudah terbangun dari tidurnya. Hari ini ia kembali merasakan sakit yang luar biasa di kepala. Ia terus mengerang kesakitan, sementara itu Afdhal dan Temmy masih tertidur pulas. Nampaknya mereka sama sekali tak mendengar erangan Imel. Hingga akhirnya seorang suster datang untuk mengecek keadaan Imel. Setelah tahu keadaan Imel yang cukup buruk, ia segera memanggil dokter. Tak lama dokter datang dan meminta para perawatnya untuk segera membawa Imel ke ruang operasi. Mendengar keributan, Afdhal terbangun dan ia terkejut saat melihat keramaian di ruang inap Imel. Ia pun membangunkan Temmy dan meminta Temmy untuk mencari tahu apa yang terjadi. Temmy yang terbangun dalam keadaan linglung hanya celingak-celinguk ke sana kemari.
"Woy! Lo ngapain?" tanya Afdhal penasaran.
"Gue juga bingung!" jawab Temmy singkat. Lalu ia segera mengejar dokter yang sudah membawa Imel menuju ruang operasi.
"Dokter, tunggu!" teriak Temmy kepada dokter yang berjalan beriringan dengan ranjang berjalan Imel. Dokter itu menoleh dan ia melihat Temmy dan Afdhal yang mengejarnya.
"Ada apa?"
"Temen saya mau dibawa kemana?"
"Saya harus segera mengoperasinya, keadaan dia sudah sangat parah. Saya harap kalian memanggil orang tua Imel, saya permisi." Dokter itu pergi meninggalkan mereka berdua dengan terburu-buru.
"Gue bakal jemput Revi dan orang tuanya Imel, lo tungguin Imel di depan ruang operasi," suruh Temmy dan ia pun segera berlari menuju parkiran mobil. Ia akan pergi menjemput Revi, lalu meminta Revi untuk menghubungi orang tua Imel. Orang tua Imel harus mengetahui keadaan anak mereka.
Tak lama dari itu, mereka semua berkumpul di depan ruang operasi dengan perasaan yang berkecamuk. Sebelum dokter melanjutkan operasi, ia sempat memberitahu mereka bahwa operasi yang mereka jalankan tidak menjamin keselamatan Imel. Dokter memperkirakan kelancaran operasi ini hanya 20% saja. Sisanya tergantung keadaan Imel dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang yang berdiri di depan ruang operasi di buat ketakutan akan ucapan dokter itu. Mereka semua merasa cemas akan keselamatan Imel.
Hingga akhirnya dokter pun keluar dari ruang operasi setelah 3 jam lamanya. Ia memberikan kabar yang sangat tidak mengenakkan. Imel tidak dapat diselamatkan, ia tidak bisa bertahan akan penyakit yang di deritanya. Dokter dan seluruh perawatnya sudah berusaha semaksimal mungkin, namun Tuhan berkata lain, kehidupan Imel hanya mampu bertahan sampai usianya yang ke 17 tahun. Semua yang mendengar kabar itu pun menangis haru, terlebih Revi, ia menjerit setelah mendengar penuturan dokter. Ia tak bisa menerima kepergian Imel begitu saja, ia meronta-ronta untuk bertemu dengan Imel yang masih berada di dalam ruang operasi. Namun dokter belum mengizinkan mereka semua untuk masuk ke dalam sana.
Satu hari setelahnya, Imel pun dimakamkan di sebuah kuburan umum di tengah kota yang tak jauh dari rumah orang tuanya. Semua orang mengantarkan kepergiannya dengan pakaian serba hitam. Tak ada yang tak menangis saat hari itu tiba. Bahkan langit ikut menangis mengiringi kepergiannya. Mereka yang melayat pada hari itu tidak memperdulikan hujan yang turun. Bau tanah sudah tercium, dedaunan dan jalanan pun sudah mulai basah. Kedua orang tua Imel segera meninggalkan makam anak mereka, namun Revi, Temmy dan Afdhal masih berdiam diri di makam Imel. Revi menangis sembari memeluk batu nisan yang bertuliskan nama Imel di sana.
"Makasih banyak atas apa yang pernah lo lakuin buat gue selama ini, Mel. Gue sangat sayang sama lo. Lo adalah sahabat terbaik gue. Semoga lo tenang di alam sana," ujar Revi sembari terisak.
"Terima kasih untuk sedikit waktu yang udah lo berikan buat gue, Mel. Gue udah kenal sama lo sejak lama, gue baru berani deketin lo beberapa hari lalu dan selama itu gue menikmati masa-masa bareng lo. Maafin gue karena belum bisa bikin lo bahagia, semoga lo bisa bahagia bersama Tuhan di sana." Temmy menggenggam tanah merah yang kini sudah basah karena hujan. Ia mengatakan hal seperti itu dengan air mata yang berlinang. Sementara itu Afdhal hanya berdiri di belakang Temmy, ia juga menangis.
"Lebih baik kita pulang yuk? Kalian udah basah kuyup, gue gak mau kita semua sakit. Kita harus hidup sehat untuk Imel!" ajak Afdhal kepada Revi dan Temmy. Temmy mengangguk, menandakan jika ia setuju dengan ucapan Afdhal. Namun Revi malah menolak ajakan lelaki itu, ia tak ingin meninggalkan makam Imel. Ia masih ingin menemani Imel di sana. Temmy dan Afdhal terpaksa memaksa Revi untuk ikut dengan mereka.
Hari itu pun menjadi hari paling menyedihkan untuk ketiga orang itu. Kematian yang mereka lihat begitu nyata dan terasa sangat menyakitkan. Terlebih hal tersebut terjadi kepada orang yang sudah mereka kenal. Menangis menjadi hal satu-satunya yang dapat mereka lakukan. Walaupun begitu, mereka harus tetap melanjutkan hidup ini.
SELESAI!!!
***
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.