"Ya emang gue salah cari informasi tentang Imel? Gue pengen jadi sahabatnya Imel juga," balas Temmy tak mau kalah.
"Ohh gitu, tapi lo jangan macem-macem ya sama Imel. Kalau lo macem-macem lo bakal berurusan dengan gue!" ancam Revi.
"Iyaaa bawel." Temmy sambil mengacak-acak rambut Revi. Revi menatap tajam Temmy sembari membenahi rambutnya yang sedikit berantakan.
"Ya udah gue akan ngasih tau sifat dan sikap Imel, tapi tunggu Imel sadar dulu ya," ucap Revi.
"Ya udah deh."
15 menit kemudian guru yang memeriksa pun keluar. Temmy dan Revi segera bertanya-tanya tentang keadaan Imel.
"Bu, Imel kenapa?" tanya Revi setelah guru itu keluar dari UKS.
"Imel baik-baik aja kan, Bu?" Temmy ikut bertanya.
"Imel cuma kecapean doang. Kalian tenang aja ya? Hmm… Sekarang lebih baik kalian masuk ke kelas ya, bentar lagi bel masuk," jawab guru itu.
"Tapi Bu, Imel gimana?" tanya Revi yang masih penasaran.
"Pihak sekolah akan mengantarkan Imel pulang."
"Saya aja Bu yang antar Imel pulang," pinta Temmy.
"Kamu yakin?"
"Yakin, Bu. Saya akan mengantarkan Imel sampai rumahnya dengan selamat," kata Temmy meyakinkan guru kesehatan itu.
"Ya sudah, tapi kamu nanti izin dulu ya sama guru piket dan guru yang akan mengajar nanti."
"Siap, Bu!"
"Ya sudah, saya ke kantor dulu."
"Iya Bu. Terimakasih," ucap Temmy dan Revi berbarengan. Guru itu pun pergi ke kantor guru. Temmy pun langsung memasuki ruang UKS dan diikuti oleh Revi. Mereka melihat Imel yang belum sadarkan diri.
"Imel bangun ini gue Revi," kata Revi di samping Imel.
"Hai cantik, bangun dong. Aku gak mau kehilangan kamu," ujar Temmy. Revi yang mendengar perkataan Temmy, langsung melirik Temmy dengan lirikan tajam.
"Napa lu?" tanya Temmy yang melihat lirikan mata Revi.
"Imel cuma pingsan, bukan mau mati!" jawab Revi ketus.
"Kalau dia pingsan selamanya gimana?" tanya Temmy. Revi langsung mendorong Temmy dengan keras, hingga Temmy hampir terjatuh.
"Lo kalau ngomong dijaga dong. Mending lo duluan aja yang mati!" geram Revi.
"Untung gue kagak jatuh. Kalau Tuhan takdirin Imel yang mati duluan, gue bisa apa? Haha," tawa Temmy. Revi pun terbawa emosi, ia mengangkat tangannya ingin menampar Temmy, tetapi suara Imel memberhentikan niatan Revi.
"Jangan Revi…," ucap Imel dengan suara parau.
"Imel lo udah bangun? Ya ampun Imel gue khawatir banget tau sama lo. Lo gapapa kan?"
"Yaelah ngomong satu-satu kali," celetuk Temmy.
"Diem lo, Kang Ngawur!" ledek Revi.
"Apa lo bilang? Kang Ngawur? Ngawur dari mananya coba?"
"Lo gak sadar apa? Dari tadi lo itu ngomongnya ngawur. Pikiran lo kemana-mana, lo gak bisa berpikir jernih. Kebanyakan makan micin sih lo!"
"Eeehh jangan sembarang yaa?" ucap Temmy sembari memandang Revi dengan tatapan menantang.
"Apa lo? Berani sama gue?" tantang Revi balik. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Temmy yang masih memasang tatapan menantang.
"Udah Vi, Tem. Gue gapapa kok. Kalian jangan berantem," pinta Imel, ia berusaha untuk bangkit dari tidurnya.
"Iya Imel. Eh, muka lo pucat tau, Mel. Lo kenapa sih? Lo gak sarapan ya? Sampai pingsan gitu, apalagi tadi hidung lo mimisan." Revi terus berucap mencemasi sahabatnya itu.
"Iya, tadi gue buru-buru. Gue gak sempet sarapan."
"Mendingan lo pulang Imel. Ayo gue anter!" ajak Temmy.
"Gak usah Temmy. Gue baik-baik aja kok," tolak Imel.
"Baik-baik gimana? Muka lo masih pucat, Imel. Lo harus istirahat!" kata Revi.
"Betul tuh kata dia, lagian tadi guru kesehatan nyuruh gue buat anterin lo pulang," ujar Temmy berbohong.
"Halah, lo yang mau juga!" celetuk Revi.
"Apaan sih lo ikut campur mulu!" protes Temmy.
"Udah ih jangan berantem. Ya udah deh gue pulang, tapi Vi nanti bilangin ke Bu Rita kalau gue sakit," pinta Imel kepada Revi. Revi mengangguk, lalu ia pergi untuk mengambil tas Imel yang masih berada di dalam kelas.
"Rumah lo dimana Imel?" tanya Temmy.
"Di komplek Anggrek."
"Wah sama dong. Nanti kapan-kapan gue main ya?"
Imel hanya mengangguk menanggapi ucapan Temmy, lelaki itu tersenyum senang setelah ia tahu bahwa Imel mengizinkannya untuk bertamu ke rumah. Tak lama dari itu, Revi datang membawa tas Imel.
"Eh Revi, bilangin ke temen gue yang namanya Afdhal. Gue lagi ada urusan gitu," pinta Temmy sambil membantu Imel berdiri.
"Enak aja. Emang gue pembokat lo apa?" tolak Revi dengan wajah ketus..
"Ya elah Vi, gue minta tolong."
"Tapi kan gue gatau kelas lo dimana, terus yang namanya Afdhal tuh yang mana. Lagian kenapa gak lo aja yang bilang sendiri," protes Revi sembari menyilangkan tangan di dada.
"Ribet lo Vi! Kelas gue di lantai 3 kelas XI-IPA1. Nanti lo tanya aja yang namanya Afdhal," kata Temmy.
"Oh lo kakak kelas? Gue kira lo masih kelas 10. Ya udah nanti gue bilangin. Kalau inget!"
"Iya gue kakak kelas lo, jadi lo harus panggil gue kakak. Jangan sampai lupa Vi. Ya udah gue anterin Imel dulu."
Temmy pun membantu Imel berjalan menuju parkiran. Sementara Revi pergi ke kelas Temmy dan mencari seseorang yang bernama Afdhal. Sesampainya di kelas XI-IPA1, Revi melihat beberapa lelaki sedang bercanda bersama. Revi pun menghampirinya.
"Hai Kakak-Kakak. Di sini ada yang namanya Kak Afdhal gak?" tanya Revi. Semua lelaki yang ada di sekitar Revi pun memperhatikan Revi. Lalu seseorang datang menghampirinya.
"Gue Afdhal, kenapa?" Lelaki yang bernama Afdhal pun mendekati Revi.
"Kak Temmy izin, ada urusan katanya," jawab Revi singkat.
"Oh iya." Afdhal pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun lagi.
Ia pun pergi dengan keadaan kesal, lalu ia menggerutu karena sikap Afdhal yang terlihat tak acuh kepadanya, "Masih ada ya cowok kayak gitu di jaman sekarang? Ngeselin banget ih, gak jauh beda sama orang yang anter Imel pulang. Jijik banget!"
Revi terus berbicara sendiri melampiaskan kekesalannya terhadap lelaki bernama Afdhal itu. Revi memang tak menyukai lelaki yang bersikap tak acuh kepadanya, bahkan ia sangat membenci lelaki seperti itu. Revi lebih menyukai lelaki yang lembut dan penyayang, pengertian akan kemauan kekasihnya dan tentu saja lelaki yang bisa memperlakukan wanita bak ratu istana. Namun sampai saat ini ia belum menemuikan lelaki idamannya itu. Perjalanan cintanya tidaklah mulus, beberapa kali ia ditinggalkan lelaki hanya karena wanita lain. Ia juga pernah bertemu dengan lelaki berengsek yang memanfaatkan uangnya saja. Semenjak permasalahan cintanya yang rumit, Revi tidak pernah berani lagi untuk menjalin kasih di umurnya yang masih sangat muda itu. Ia lebih memilih untuk sendiri dan fokus kepada sekolahnya.
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.