Pagi pun datang, semua manusia kembali menjalani aktivitasnya. Termasuk Imel, saat ini ia sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Keadaan tubuhnya sudah lebih baik, ia sudah sehat seperti sedia kala. Hari ini ia sengaja bangun lebih awal, semalam ia telah memasang alarm agar tak telat masuk sekolah. Jam menunjukkan pukul 06.30, namun Imel sudah memakai seragam sekolahnya.
SMA Mega Prima memiliki seragam dengan rok selutut untuk siswa perempuan dan celana panjang sepergelangan kaki untuk siswa putra yang berwarna biru muda bermotif kotak-kotak dan kemeja putih yang dibalut dengan blazer berwarna hitam serta dasi yang berwarna biru muda bermotif garis-garis. Seragam SMA yang berbeda dengan SMA lain. Untuk tingkat SMP, Mega Prima School membuat seragam dengan warna merah bermotif kotak-kotak untuk rok dan celana, juga kemeja putih yang dibalut dengan cardigan hitam serta dasi yang sepadan dengan rok dan celana. Untuk tingkat SD, seragam yang digunakan sama seperti sekolah dasar lainnya, kemeja putih dan celana atau rok merah, hanya saja sekolah memberikan rompi yang berwarna merah dengan tulisan SD Mega Prima serta dasi merah putih yang bermotif polkadot.
Setelah semua kebutuhan untuk sekolahnya siap, Imel segera keluar dari kamar dan menemui pembantunya di dapur. Terlihat Bi Ati yang tengah menyiapkan sarapan untuk Imel.
"Bi, aku berangkat ya?" pamit Imel sembari mengambil dua potong sandwich dan memasukkan ke dalam tempat makan.
"Gak sarapan dulu, Non?" tanya Bi Ati.
"Nggak, Bi, aku bawa ini aja," balas Imel sambil menunjukkan tempat makannya.
"Oh ya udah. Hati-hati, Non!" Imel membalas ucapan pembantunya dengan senyuman. Ia pun segera pergi dari dapur, menyalakan mesin mobil lalu melaju ke sekolahnya. Di tengah perjalanan, Imel merasa kepalanya sakit. Tangan kirinya digunakan untuk menekan bagian kepala yang sakit sedangkan tangan kanan ia gunakan untuk menyetir. Pandangan Imel mulai kabur, ia menggelengkan kepala berharap pandangannya yang kabur kembali normal, namun hal itu percuma. Pandangannya semakin kabur, seakan mobil yang berada di depannya terbagi menjadi dua. Beberapa kali Imel menggelengkan kepala dan mengerjapkan kedua mata. Sakit kepala yang Imel rasakan malah semakin bertambah. Imel melihat jam tangannya, jam sudah menunjukkan pukul 06.45, tidak ada waktu lagi untuk pergi ke rumah sakit atau klinik, sebentar lagi jam pelajaran matematika akan dimulai. Hari ini ada ulangan harian, Imel harus cepat ke sekolah. Hanya ada waktu 5 menit lagi untuk sampai sekolah, Imel melajukan mobilnya sedikit lebih cepat. Kepalanya masih terasa sakit, wajahnya pun mulai memucat. Keringat dingin sudah memenuhi dahinya.
Tak terasa ia pun sampai di sekolah. Untung saja gerbang sekolah belum ditutup, Imel bisa memarkirkan mobilnya di parkiran. Setelah memarkirkan mobil, Imel segera berlari ke kelasnya yang berada di lantai 3. Ia terus berlari menaiki anak tangga. Kepalanya semakin terasa berat, pandangannya tak kunjung normal. Namun dengan susah payah, ia terus berlari menuju kelasnya. Sesampainya di lantai 3, Imel melihat Bu Winda, guru matematika, sudah hampir sampai di depan kelasnya. Imel berlari sekuat tenaga.
"Ibuuuuuuu," panggil Imel. Bu Winda pun membalikkan badannya.
"Ya ampun Imel, jam segini baru dateng? Kemana aja?" tanya Bu Winda. Imel mengatur nafasnya.
"Maaf Bu kesiangan, tadi bawa mobilnya agak lambat."
"Muka kamu kok pucat? Kamu sakit ya?" tanya Bu Winda sambil memegangi wajah Imel.
"Aku gapapa kok, Bu," balas Imel berbohong, padahal sakit di kepalanya belum juga hilang.
"Mendingan kamu ke UKS aja deh," saran Bu Winda.
"Dari pada nanti ada apa-apa," lanjutnya.
"Tapi aku mau ikut ulangan Bu," pinta Imel.
"Kalau begitu, ulangannya minggu depan aja. Keadaan kamu lagi gak baik Imel. Apalagi kemarin kamu dijemur kan sama Bu Erina? Jadi sekarang kamu istirahat di UKS."
"Gak bisa gitu dong Bu, masa karna keadaan aku semua jadi gak bisa ulangan. Mungkin sebagian temen-temen aku udah pada belajar dan menghafal rumus, kasian mereka,Bu."
"Tapi Imel…."
"Aku mohon, Bu!" ucap Imel memohon.
"Ya udahlah, tapi kalau ada apa-apa Ibu gak tanggung jawab ya? Ini kamu yang maksa loh," kata Bu Winda. Imel tersenyum dan mengangguk. Bu Winda dan Imel pun masuk ke kelas dan ulangan harian matematika pun dimulai.
Satu jam berlalu, Imel sudah menyelesaikan 17 soal dari 20 soal. Tinggal 3 soal lagi yang belum Imel selesaikan. Sedari awal ulangan dimulai, kepala Imel masih terasa berat. Perlahan sakit kepala Imel menjalar ke matanya. Imel menahan sakit yang luar biasa. Hingga akhirnya, darah segar turun dari hidung. Revi menyadari akan keadaan Imel yang semakin parah.
"Ya ampun Imel, hidung lo berdarah." Revi segera memberikan Imel tisu. Imel pun mengusap darahnya.
"Lo ke UKS aja deh Imel, gue takut lo kenapa-napa," suruh Revi khawatir.
"Gapapa kok Vi, gue mau selesain ulangan gue dulu. Gue masih kuat kok," balas Imel meyakinkan Revi.
"Lo yakin?" tanya Revi memastikan. Imel hanya mengangguk.
"Tapi gue gak yakin. Ayo ke UKS, gue anter deh!" ajak Revi. Imel menghiraukan ucapan Revi. Ia terus mengerjakan 3 soal yang belum terselesaikan.
"Ayo Imel!"
"2 soal lagi, Vi." Tiba-tiba Revi menarik kertas jawaban Imel dan menuliskan sesuatu di kertas jawaban Imel.
"Lo mau ngapain?" tanya Imel bingung.
"Tuh udah selesai, sekarang kita ke UKS ya?" ucap Revi sembari memberikan kertas Imel. Imel melihat kertas jawabannya, 2 soal yang tadi belum diselesaikannya ternyata sudah diselesaikan oleh Revi. Imel tersenyum.
"Makasih ya, Vi."
"Iya iya, ya udah sekarang kita ke UKS!" ajak Revi. Imel mengangguk. Revi dan Imel pun izin pergi ke UKS setelah menyerahkan kertas jawaban beserta soal ulangan harian mereka. Sesampainya di UKS, Imel segera ditangani oleh guru kesehatan. Revi menunggu Imel di depan UKS. Tak lama, Temmy dan temannya datang menghampiri Revi.
"Hai Vi, ngapain di sini?" tanya Temmy.
"Lagi nungguin Imel," balas Revi.
"Emang Imel kenapa?" tanya Temmy mulai khawatir.
"Tadi pas dia dateng ke sekolah, mukanya tuh pucat banget. Terus pas ulangan tadi dia mimisan lagi," jelas Revi.
"Apa? Terus dia gimana?"
"Gue juga gak tau tapi sekarang dia lagi diperiksa sama guru kesehatan."
"Tenang aja Tem, mungkin Imel cuma kecapean," ujar teman Temmy yang bernama Afdhal. Revi memandang Afdhal dengan tatapan sinisnya.
"Ngapa kamu ngeliatin aku kayak gitu?" tanya Afdhal ke Revi. Revi hanya memalingkan wajahnya saja. Temmy memundar-mandirkan dirinya di depan pintu UKS yang tertutup. Ia sungguh mengkhawatirkan keadaan Imel. Tak lama guru kesehatan keluar dari ruang UKS.
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.