"Hah serius Imel punya penyakit kanker otak?" tanya Afdhal tak percaya. Temmy hanya mengangguk.
"Ya udah kita cari Revi nya!" ajak Afdhal. Temmy pun mengangguk lagi dan mereka segera pergi mencari Revi. Ketika Temmy dan Afdhal tak menemukan Revi, mereka pun kembali ke ruang UGD dan melihat Revi ada di sana bersama dokter dan dua orang dewasa yang tidak Temmy dan Afdhal ketahui.
"Revi…," panggil Temmy.
"Eh Kakak Temmy!" sapa Revi.
"Itu siapa?" tanya Temmy sembari menunjuk dua orang dewasa yang sedang berbicara dengan seorang dokter yang tadi memeriksa keadaan Imel.
"Mereka orang tuanya Imel," jawab Revi santai.
"Ya elah Tem, cape-cape kita cari dia eh dianya malah di sini bareng orang tuanya Imel lagi," protes Afdhal.
"Ngapain nyariin gue?" tanya Revi.
"Tadinya gue mau minta nomer telepon orang tua Imel ke lo, tapi lo nya ngilang dan yaa gitu deh," jawabTemmy. Revi memasang raut wajah bingungnya.
"Buat apa nomer telepon orang tua Imel?"
"Tadi dokter minta tolong sama gue, katanya Imel mau dioperasi tapi dokter butuh izin dari orang tua Imel."
"Hah Imel mau dioperasi? Emang Imel punya penyakit apa?" tanya Revi panik.
"Lo kan sahabatnya, harusnya lo lebih tau dong."
"Imel gak pernah bilang apa-apa tentang penyakitnya, dia cuma bilang kalau dia sering kecapean. Udah itu aja," jawab Revi.
"Imel punya penyakit kanker otak. Gue belum tau dia udah stadium berapa, yang pasti Imel harus cepat-cepat dioperasi," jelas Temmy.
"Apa? Kanker otak? Ya ampun gue gak nyangka sahabat gue mengidap penyakit itu. Kak Temmy terus sekarang kita gimana? Apa yang harus kita lakuin buat nyelamatin Imel? Gue gak mau kehilangan sahabat gue Kak," ucap Revi sembari menangis.
"Udah udah jangan nangis. Kita Cuma bisa ngasih Imel dukungan dan doa," kata Temmy sembari menenangkan Revi. Tiba-tiba orangtua Imel datang menghampiri Temmy, Afdhal dan Revi.
"Revi kenapa kamu menangis?" tanya Ibu Imel.
"Tante, kenapa Tante gak pernah bilang sama Revi kalau Imel punya penyakit kanker otak? Kenapa Tante sembunyiin ini semua? Harusnya Revi berhak tau Tan, biar Revi bisa pantau kesehatan Imel. Andai Revi tau, Revi gak akan pernah ngebiarin Imel kecapean," jawab Revi terisak. Ia menangis dengan deras.
"Maaf Revi. Bukannya Tante gak mau ngasih tau kamu. Tante hanya takut kamu khawatir dan cemas sama Imel. Lagipula Imel tidak mau jika kamu tau kalau dia punya penyakit," kata Ibu Imel sembari memeluk Revi dan mengusap ujung kepala Revi. Revi terdiam dalam tangisnya. Tak lama seorang dokter datang.
"Permisi, saya akan memindahkan Imel ke ruang rawat inap. Imel akan segera dioperasi besok pagi. Sekarang Imel harus mempersiapkan dirinya. Saya harap kalian terus menyemangati Imel," pinta dokter itu. Revi melepaskan pelukan Ibu Imel dan menghampiri dokter itu.
"Sekarang Imel dimana dok?" tanya Revi.
"Di sana." Dokter itu menunjuk beberapa suster yang sedang mendorong ranjang dengan Imel yang berada di atas ranjang itu. Revi berlari dan memberhentikan ranjang yang tengah didorong itu.
"Imel…." Revi memeluk Imel dan menangis sejadinya. Suster-suster pun dibuat heran olehnya.
"Lo kenapa Vi?" tanya Imel dengan suara paraunya. Revi diam dan tetap menangis di pelukan Imel.
"Vi.."
"Revi…"
"Revi jangan peluk gue mulu, gue gak bisa nafas," teriakan kecil Imel membuat Revi melepaskan pelukannya.
"Lo kenapa sih?" tanya Imel.
"Gu…gue..gu…."
"Ngobrolnya nanti lagi ya, Imel harus dibawa ke ruang rawat inap dulu," ujar seorang suster memotong pembicaraan Revi dan Imel. Beberapa suster tadi pun kembali mendorong ranjang Imel dan membawanya ke ruang rawat inap di lantai 4.
"Kalian temennya Imel juga ya?" tanya Ayah Imel kepada Temmy dan Afdhal. Mereka berdua cukup terkejut karena orang tua Imel yang tiba-tiba saja menghampiri mereka.
"Kita kakak kelasnya Imel, Om," jawab Afdhal.
"Oh, kita titip Imel sebentar ya? Kalian bisa kan jagain Imel?" pinta Ayah Imel.
"Bisa kok, Om. Kita bakal jagain Imel," balas Temmy. Ayah Imel tersenyum dan tiba-tiba memegang bahu Temmy.
"Saya serahkan anak saya kepada kalian. Jaga dia baik-baik ya?" ucap Ayah Imel. Temmy terkejut.
"Siap Om, siap!" kata Temmy dengan semangat.
"Ya udah kami pamit ya? Jaga Imel baik-baik. Besok kami akan ke sini lagi." Orang tua Imel pun memutuskan untuk kembali bekerja dan meninggalkan anaknya di rumah sakit. Hal seperti itu memang sering terjadi di keluarga Imel, kedua orang tuanya selalu menomor satukan pekerjaan ketimbang anaknya.
"Ok Om, Tante. Saya pasti bakal jagain Imel sepenuh hati saya hehe," ujar Temmy cengengesan. Ayah dan Ibu Imel pun pergi meninggalkan Temmy dan Afdhal.
"HHHHUUUUUUUUUUU YEEEEAAAHHHHHH!!!" teriak Temmy kegirangan.
"Berisik aneh. Ini rumah sakit bukan hutan!" protes Afdhal. Temmy yang tengah dilanda kesenangan pun mendekat ke arah temannya itu.
"Weehhhh selow dong bung!" ucap Temmy sembari menonjok pelan lengan Afdhal. Lalu ia pun pergi meninggalkan Afdhal.
"Kayaknya dia emang jatuh cinta sama tuh cewek deh," kata Afdhal pelan. Ia pun memutuskan untuk berjalan mengikuti Temmy. Mereka berdua pergi mengikuti beberapa suster yang tengah mendorong ranjang Imel. Mereka membawa Imel ke lantai yang lebih atas.
Setibanya di lantai atas, lebih tepatnya lantai 4, mereka melihat Revi yang sudah menunggu di depan ruang inap Imel yang berada di ujung lorong. Ketika mereka melihat ke dalam ruangan, Imel tengah dipasangkan beberapa alat medis. Lalu setelah semua alat terpasang, suster pergi meninggalkannya dan mereka pun masuk ke ruang inap Imel. Imel memandang mereka dengan sendu, sementara itu Revi sudah menangis sejadinya. Bahkan ia sempat memarahi Imel karena tak memberitahukan penyakitnya itu kepada Revi, padahal sudah sangat lama mereka berteman, namun Imel menyembunyikan penyakitnya. Imel meminta maaf kepada sahabatnay itu, tetapi Revi tetap marah dan ia pergi meninggalkan Imel yang bersedih.
Revi berlari menjauhi kamar inap Imel, ia tak ingin melihat wajah Imel untuk sementara waktu. Revi berlari menuju taman rumah sakit yang tak jauh dari pintu utama, ia menangis sejadinya di sana. Emosinya masih belum stabil, ia tak ingin mengeluarkan amarahnya di depan Imel yang tengah sakit. Ia tak ingin kesehatan Imel bertambah parah. Revi sangat heran dengan pemikiran Imel yang tak jujur tentang penyakitnya. Padahal ia sangat ingin menjaga dan mengurus Imel jika ia tahu tentang penyakit itu. Jika Imel memberi tahunya lebih awal, mungkin Revi tak akan semarah ini. Revi sangat menyayangi Imel sebagai sahabatnya, ia tak ingin hal buruk terjadi kepada Imel.
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.