Chapter 22 - Episode 22

Albara menatap wanita yang berdiri di depannya, seorang wanita cantik, jika melihat dari wajahnya yang segar dan berseri sepertinya dia baru berusia 20 tahunan, tapi dilihat dari penampilannya dan sikapnya yang yang sopan, tenang memancarkan wibawa, mencerminkan tokoh besar yang memiliki kepribadian yang matang.

"Selamat datang di kuil sekte pengikut Tuhan yang Maha Esa, saya Cin Ceng Si Jin ditugaskan ketua sekte pengikut Tuhan yang Maha Esa, mengundang anda untuk bertemu dengannya" sambut wanita cantik tersebut.

Albara yang melihat kedatangan Cin Ceng si Jin yang misterius, sudah siap dengan kuda kuda jurus elang mengobrak sarang lebah.

"o... ya baiklah" Albara kebingungan.

"Mari ikuti saya" kata Cin Ceng si Jin.

Albara tercengang dengan gerakan Cin Ceng si Jin yang sangat cepat, bagaimana tidak sehabis bicara dia langsung melesat kearah Albara seketika pergelangan tangan Albara sudah digenggam. Albara di seret seperti seorang ibu meyeret anaknya tanpa mampu dia melepaskan.

Albara hanya menurut saat wanita itu membawanya dengan lari cepat dan gerakan yang sangat ringan, Albara merasa melayang kakinya terasa tidak menginjak tanah, seperti terbang bagai angin yang berhembus.

"Kita mau kemana Cin Ceng si Jin?" tanya Albara memberanikan diri.

"Kita akan menghadap ketua sekte pengikut Tuhan yang Maha Esa. di Kota Takus" jawab Cin Ceng si Jin sambil terus menggengam pergelangan tangan Albara.

Cuaca sangat cerah hingga Albara dapat melihat dengan jelas pemandangan di sepanjang perjalanan, Cin Ceng si Jin membawa Albara melewati jalan yang terbentang menuju ke puncak gunung Masurai. Dari kejauhan terlihat awan tipis menutupi puncak Masurai, sedangkan di sisi yang berlawanan dia melihat bukit Rungkuk di mana sebagian puncaknya yang tandus memantulkan cahaya matahari, terlihat berkilau seperti perak yang di asah.

Tak lama kemudian mereka telah memasuki sebuah kota yang bangunanya sangat aneh dengan arsitektur turki yang mewah dan atap yang berbentuk kubah masjid. kemudian Cin Ceng si Jin membawa Albara memasuki sebuah bangunan besar yang mewah.

Cin Ceng si Jin melepaskan tangan albara saat Mereka telah berdiri di depan orang tua berambut putih. Orang tua yang penampilan nya sangat berwibawa, dari penampilannya Albara sudah bisa menebak tentulah dia ketua sekte pengikut Tuhan yang Maha Esa yang mengundangnya.

Orang tua tersebut memberi isyarat pada Cin Ceng si Jin, seperti mengerti apa yang di inginkan orang tua itu, Cin Ceng si Jin pun segera berlalu dari depan mereka.

"Anak muda, silahkan duduk" orang tua berambut putih di depannya mempersilahkan Albara duduk.

"Anak muda Siapa namamu, dari mana asalmu?" tanya orang tua berambut putih di depannya.

Di jejali serentetan pertanyaan Albara merasa sedikit gugup.

"Nama saya Albara, penduduk kota tapus" jawab Albara singkat.

Orang tua berambut putih di depannya seperti mengetahui maksud dan tujuan tiap orang yang datang dan bermeditasi di Batu Diri. Sekalipun Albara datang ke batu Diri bukan untuk bermeditasi tapi tetap saja dia di perlakukan sama seperti mereka yang datang untuk bermeditasi.

"Semua yang datang kekuil kami selalu punya permintaan, katakan saja permintaan mu, saya akan mempertimbangkannya." ucap kakek tersebut.

"Oooo ya kenalkan saya Kha Cang to Jin ketua sekte pengikut Tuhan yang Maha Esa" ucap orang tua tersebut.

Albara mulai mengerti kalau orang yang ada di sini adalah sebangsa jin yang merawat Kuil Batu Diri, tempat orang orang yang bermeditasi memohon sesuatu yang diharapkan. Karena dia bukan bermaksud untuk meminta sesuatu Albara tidak bisa menjawab. Albara berpikir tentang sesuatu yang akan dia minta, saat itu terlintas dalam pikirinnya untuk meminta cincin pintak pinto.

"Anak muda kamu punya waktu sangat terbatas hanya tiga hari semenjak memasuki gerbang kota ini dihitung waktu di dunia manusia, disini waktu itu sangat singkat, resikonya jika waktu tersebut terlewatkan kau akan tinggal di sini untuk selama lamanya" lanjut Kha Cang to Jin.

Mendengar ucapan Kha Cang to Jin, Albara segera mengajukan sebuah permintaan. Sebagaimana yang terbersit di pikirannya.

"Bolehkah saya meminta cincin pintak pinto?" tanya Albara.

Kha cang to jin diam sejenak lalu menjawab.

"Cincin pintak pinto adalah milik Raja Sulaiman, saya akan membawa anda pada teman baik saya di Koto Tapus, insyaallah dia bisa membantu anda bertemu Raja Sulaiman dan jika berjodoh kau bisa memiliki cincin pintak pinto" ucap Kha Cang to Jin.

Saat itu Cin Ceng si Jin masuk membawa minuman dan cemilan seperti buah pisang. Cin Ceng si Jin menghidangkan minuman dan cemilan tersebut di depan Albara. Adat mereka memulyakan tamu tidak beda jauh dengan adat penduduk Kota Tapus, hingga membuat Albara tidak merasa asing bahkan seperti merasa di kotanya sendiri.

"saudara Albara ayo dicicipi minuman dan cemilan kami, pisang aja ni yang ada" Cin Ceng si Jin berbasa basi.

Kha Cang To Jin juga tidak ketinggalan ikut pula berbasa basi mempersilahkan Albara mencicipi hidangan mereka.

"Ayo anak muda diminum tehnya, cemilannya di makan, pisang ada, duku ada, duren ada, rambutan ada, apel ada dan salak juga ada" kata Kha Cang to Jin.

Albara seperti tersihir terpaku di tempat duduknya bagaimana tidak, seketika itu juga di depan Albara sudah tersedia semua yang di sebutkan Kha Cang to Jin.

Setelah minum dan mencicipi hidangan dari Cin Ceng si Jin. Kha Cang to Jin berdiri, dengan gerakan kilat Kha Cang to Jin melesat ke arah Albara. Sedetik kemudian Kha Cang to Jin telah mengenggam pergelangan tangan Albara kemudian membawa Albara dengan gerakan seperti terbang, hanya sekedipan mata mereka sudah berdiri di sebuah gerbang kota kuno.

Di gerbang kota tertulis "selamat datang di Koto Tapus". wah itu nama Kota Tapus tempo dulu pikir Albara.

"Anak muda saat saya kembali menjemput mu, kau harus kembali tak perduli kau berhasil atau gagal" Kha Cang To Jin mengingatkan Albara.

Albara mengangguk setuju, kemudian Mereka memasuki Koto Tapus, Albara melihat bangunan di kota itu terlihat sangat kuno, perumahan tersusun rapi umumnya berupa rumah panggung sederhana terbuat dari kayu.

Mereka menuju ke suatu bangunan sebuah rumah sederhana terbuat dari kayu tiangnya kayu bulat tapi semua di ukir seperti ukiran jepara, tiap tiang di topang dengan sendi pondasi dari batu batu pipih. Insting Albara seperti mengenali lokasi rumah yang mereka kunjungi, tak salah lagi rasanya ini lokasi rumah kakeknya saat ini pikir Albara.

Kaget Albara tak terbayangkan saat melihat orang yang mereka temui sangat mirip kakeknya, yang membedakan nya dengan kakek Sultan Murod, adalah kostum yang dipakai kakek di depannya bergaya jesatria dalam film silat, berambut panjang dengan sal mengikat kepalanya, jangut putih hingga ke dada, sebuah pedang tersandang di punggungnya khas juwara silat dalam film yang di tonton Albara.

"wahai saudara Kha Cang To Jin apa gerangan kau mengunjungiku?" tanya orang tua pemilik rumah.

"Ki Hanib saya titip pemuda ini, dia adalah tamu saya dan dia punya urusan yang mungkin bisa saudara bantu?" kata Kha Cang To Jin.

orang tua sahabat Kha Cang To Jin yang bernama Hanib, yang di panggil ki Hanib pun mengangguk.

"baiklah saya akan urus keperluannya" kata ki Hanib.

"saya lagi terburu buru mohon izin undur diri" Kha Cang To Jin membungkuk memberi hormat kemudian menghilang dari pandangan.

Ki Hanib merupakan orang yang sangat di hormati di Koto Tapus, dulunya merupakan jendral utama kerajaan Saba. ki Hanib juga sangat di Andalkan Ratu Balqis penguasa kerajaan Saba.