Chapter 12 - Episode 12

Cuaca yang cerah matahari mulai meninggi memancarkan cahaya keemasan menguapkan embun di dedaunan. Saat yang baik untuk mekakukan perjalanan di mana mereka akan melewati perkebunan rakyat dan hutan lebat yang perawan. Sebelum berangkat kakek kembali mengingatkan untuk bawa bekal untuk berkemah selama 3 hari.

Sepuluh menit setelah meninggalkan kediaman Sultan Murad, kami telah sampai di area perkebunan kopi masyarakat, kakek menunjuk sebuah pondok pemilik kebun kopi, mengisaratkan untuk parkir di pondok tersebut.

"Ini tempat terakhir yang bisa di lewati kendaraan roda empat" ucap kakek.

Rolan segera memarkir mobilnya di depan pondok tersebut, kami turun kakek segera menemui pemilik pondok yang sudah berdiri di depan mereka. Setelah nitipkan mobil Rolan pada pemilik pondok untuk beberapa hari perjalanan kembali di lanjutjan, kakek memimpin di depan di ikuti Albara dan Rolan berjalan melewati perkebunan kopi masyarakat.

Setengah jam perjalanan kami sampai di pinggir hutan, kakek yang memimpin perjalanan mengeluarkan goloknya, sesekali menebas ranting, onak dan duri yang menghalangi perjalanan. Perjalanan terasa sulit menelusuri hutan perawan, turun bukit naik bukit menelusuri sungai hingga sampai pada ranah yang panjang. Untungnya terik matahari Terhalang oleh lebatnya hutan sehingga selama perjalanan mereka, udara selalu terasa sejuk.

Empat jam perjalanan akhirnya kami sampai di tempat tujuan tak lama kemudian hari sudah zuhur, kakek langsung sholat zuhur di ikuti Albara dan Rolan sebagai makmum. Setelah sholat mereka makan siang, Setelah ngobrol sebentar kakek minta saya memasang kemah. Saat Albara sibuk memasang kemah kakek membawa Rolan ketempat batu diri tempat Rolan akan semedi.

"Saya pikir ini tempat anda akan semedi" ucap kakek.

"Bagaimana caranya kek" tanya Rolan kebingungan untuk memulai.

"Ha ha ha, kakek juga tidak mengerti"

Kakek Sultan Murad melirik sebuah batu pipih yang tersusun rapi di depan batu diri, di samping datar juga bersih dan terlindung dari terik matahari.

"Kakek pikir lebih nyaman jika kamu melakukannya dengan duduk di batu ini" kata kakek sambil menunjuk batu tidak jauh dari mereka.

Rolan mulai melakukan semedi mencoba untuk khusuk dengan dengan duduk bersila, mata terpejam kedua tangannya di letakkan di atas kedua pahanya, setidaknya posisi Rolan lebih rilek dalam semedinya. Sementara itu kekek Sultan Murad meninggalkan Rolan sendirian, kakek mendekati Albara kemudian berbicara sebentar sambil membantu Albara yang lagi sibuk menyiapkan perkemahannya.

"Bara jangan pernah mengganggu Rolan selama dia bersenedi. Kamu di sini saja kecuali jika Rolan sendiri yang kembali kekemah" kata kakek.

"Kakek akan pulang dulu dan kembali tiga hari lagi, hitungan besok hari pertama, besoknya lagi hari kedua, besoknya lagi hari ketiga saat kakek akan kembali kesini lagi" lanjut kakek lalu pergi meninggalkan Albara.

Jarak antara kemah dan tempat Rolan semedi kira kira 50 m, Albara mencoba mengintai apa yabg di lakukan Rolan, tapi tempat Rolan bersemedhi terhalang dari pandangan Albara. Albara coba panaskan air kemudian menyeduh kopi. Kopi yang di seduh sudah hampir habis tapi Albara yang duduk sendirian di kemah cukup membuatnya bosan.

Albara keluar kemah membersihkan sekeliling kemah hingga waktu sore saatnya sholat asar, Albara segera melaksanakan sholat asar, melakukan zhikir dan doa. Rolan tak kunjung kembali juga kekemah, Terkadang Albara memandang ke arah Rolan bersemedi tapi Rolan tidak bisa di lihat karena terhalang semak belukar.

Semakin lama dia duduk di kemah Albara makin bosan, jenuh bahkan rasa takut mulai menghantui Albara, dia mulai gelisah, ingin rasanya pergi ketempat Rolan semedi, Tapi dia patuh pada pesan kakeknya. Setelah hari mulai gelap akhirnya Albara masuk kekemah, setelah sholat isa Albara mencoba berbaring memejamkan matanya, karena terlalu capek selama perjalanan, tak lama kemudian Albarapun tertidur lelap hingga pagi.

Paginya Albara bangun, kemudian ngopi dan menyiapkan sarapan untuk dua orang. Tapi sampai matahari naik tinggi Rolan tak kunjung datang akhirnya dia sarapan sendiri. Albara mulai cemas dan takut memikirkan apa yang terjadi dengan Rolan, dalam kecemasannya Albara berharap kakeknya cepat kembali.

*****

Albara mulai menghitung hari, waktu terasa berjalan sangat lambat bahkan hitungan jam dan menit pun tak lepas dari perhitungan Albara. Begitu yang di lakukan albara dalam kecemasannya hari pertama, kedua, hingga hari ke tiga, Siang harinya saat masuk waktu zuhur kakek albara baru muncul. Albara merasa girang saat melihat kakeknya sudah muncul di depannya, dalam kegirangannya Albara melaporkan kondisi mereka pada kakek Sultan Murad.

"Rolan tidak pernah kembali kekemah... Apa yang harus kita lakukan kek" lapor Albara.

"Kita tunggu besok pagi, kalau tidak kita akan menyusul ke sana" jawab kakek.

Malam itu kakek Sultan Murad juga nginap di kemah, sehingga Albara bisa istirahat dengan tenang. Pagi keesokan harinya saat Albara membuka matanya, Rolan telah berdiri dimuka kemah dengan tubuh segar, dan wajah berseri.

"Kau kembali nak?" tanya kakek.

"Ya kek.. terima kasih atas bantuannya" jawab Rolan dengan bahagia.

Setelah sarapan dan ngopi Rolan terlihat lebih bertenaga, kamipun segera kembali kerumah kakek. Seperti perjalanan perginya kami perlu lima jam hingga sampai di rumah kakek. Sepanjang perjalanan Albara tidak banyak bicara. Dia heran selama berhari hari bersemedi tidak makan tidak minum, tapi Rolan terlihat sehat dan bugar. Bahkan wajahnya terlihat lebih bahagia di banding sebelumnya.

Di rumah kakek Sultan Murad mereka ngobrol sambil melepaskan penat dan letih dalam perjalanan, kakek Murad juga menyeduh kopi jangkat untuk kami bertiga. Kakek menanyakan tentang pengalaman Rolan selama meditasi dan apa yang di dapat Rolan selama meditasi. Rolan hanya mengeluarkan dua butir pil dari kantongnya, setelah memperlihatkanya pada kakek dan Albara, Kemudian rolan menelannya.

"Saat saya membuka mata dalam semedi saya, seorang gadis cantik berdiri di depan saya lalu membawa saya ke sebuah perkampungan yang sangat rapi, saya di bawa ke sebuah rumah megah, dimana di rumah tersebut seorang tua sudah menunggu kami" cerita Rolan.

"Apa yang kau inginkan nak kata orang tua tersebut pada saya"

"saya menjawab saya menginginkan sesuatu yang berkhasiat membuat tubuhnya kebal senjata tajam"

"orang tua tersebut mengambil sesuatu dari kamarnya lalu menyerahkan pada saya" Rolan terus bercerita

"ambilah ini dan makanlah setelah kau kembali kata orang tua di depan saya sambil memberikan dua butir pil"

"saat saya sadar dua buah pel tersebut benar benar sudah di genggaman saya"

Kakek Sultan Murod tertawa melihat pil yang di perlihatkan Rolan tak ubahnya seperti tahi kambing.

"Selamat nak Rolan semoga berhasil" ucap kakek Sultan Murod

Albara menyimak cerita Rolan dengan cermat "Saya tidak yakin itu berhasil apalagi pil itu sangat mirip tai kambing. Atau jangan jangan ada kambing hutan yang berkeliaran di tempat Rolan semedi" pikir Albara.

Setelah cukup ngobrol dan rasa letih dalam perjalanan sudah hilang, Rolan pamit untuk melanjutkan perjalanan, sebagai ucapan terima kasih dia meninggalkan 2 amplop coklat sebelum meninggalkan rumah kakek, satu amplop di serahkan sama kakek satu lagi di serahkan pada saya isinya masing masing 5 juta. Setelah Rolan pergi kakek menyerahkan aplop miliknya ke Albara.

"Bara ini simpan untuk bayar uang kuliah mu" ucap kakek.

Albara menganguk kemudian mencium tangan kakeknya sebelum pamit pulang.

"Terima kasih kek" ucap Albara lalu pergi dengan rasa syukur.

"Akhirnya Albara bisa bayar uang daftar ulang" pikir Albara.

Kakek Sultan Murod memandangi Albara hingga menghilang dari pandangan matanya. Kakek Sultan Murad menarik napas lega dalam rasa prihatin dan iba terhadap nasib Albara. secara spontan dia berdoa "ya Allah anggkatlah derajat cucuku Albara" air mata Sultan Murad menetes di pipinya.

****

Pagi pagi sekali Albara segera ke kampus Universitas Kota Tapus untuk daftar ulang, sehari sebelumnya Laila menelepon menanyakan apakah Albara akan kuliah, dan membuat janji untuk bertemu di kampus. Di kampus Laila sudah menunggu, setelah Albara sampai Laila lalu menelepon Doni dan Manto. tak lama berselang Doni dan Manto telah bergabung dengan mereka.

Sikap Laila tidak pernah berubah terhadap mereka khususnya terhadap Albara, perhatian Laila terhadap Albara selalu lebih, bahkan bersedia menyiapkan dokumen yang di perlukan Albara untuk daftar ulang di Universitas Kota Tapus