Waktu seminggu hanya di rumah, terasa begitu lama, Albara benar benar kesepian Laila seperti menghindar dari nya, ditelpon tidak pernah di angkat sms dan wa tidak dibalas. Tetangga biasanya memandang kagum sekarang melihatnya jijik. Semua orang seperti di komando menjauhi dirinya.
Bosan di rumah membuat Albara sering ke masjid untuk sholat berjamaah atau sekedar menghabiskan waktu, setelah tidak ada tempat baginya di kota Tapus, mungkin ini Hikmah dari kejadian yang menimpa Albara. Jika tuhan sayang pada seorang hamba dia akan menuntunnya dengan cara terpaksa atau sukarela menuju takdirnya. Albara sering membantu membersihkan masjid membuat seorang ustad merasa iba dan simpati padanya.
Saat Albara selesai melaksanakan sholat tahajud, masjid masih sepi belum ada jamaah yang datang kecuali satu orang yakni ustadz Soleh, memang biasanya kebanyakan jamaah akan hadir saat azan subuh berkumandang. Ustadz Soleh dari tadi memperhatikan Albara, setau dia Albara adalah anak abu Daud yang kaya raya, anaknya tak pernah kekurangan, bahkan di usia remajanya sudah di percaya orang tuanya untuk memiliki mobil mewah.
"Nak namamu Albara kan?"
"Apa kamu punya masalah yang di adukan pada tuhan? tanya ustadz soleh
"ya ustadz" kata Albara.
Albara menceritakan kejadian yang menimpanya hingga semua orang menjauhinya bahkan sekolah mengancam akan mengeluarkan Albara, saat ini Albara sedang menjalani hukuman skorsing dari sekolah.
"Teruslah begini nak Bara, tuhan sangat menyukai pemuda yang taat, usahakan juga utuk tahajud saat saat tidak ada masalah semoga tuhan mengangkat derajat mu di dunia dan akhirat?" saran ustadz Soleh.
"bersabarlah dalam nasib jelek, terkadang itu merupakan cara tuhan menuntun hamba yang di sayangnya untuk kembali padanya"
Kata kata pak ustadz sangat mengena di hati Albara dadanya yang tadi sempit sekarang terasa lapang, seolah tuhan bersamanya, cobaan berat yang menimpanya sekarag terasa enteng, seolah olah dia yakin tuhan menciptakannya, bukan untuk di sia siakan.
Hari ini Albara pergi ke sekolah setelah menjalani hukuman skorsing selama satu minggu. Dengan rasa malu yang tak tertanggungkan, dia memaksa diri pergi kesekolah, bagaimanapun dia harus tamat SMA, disamping itu dia juga sangat pengen melihat Yunita, teman sekelasnya yang telah menyita pemikiran dan perasaannya belakangan ini.
Albara bayak berubah dia jadi pendiam, dan suka menyendiri, saat Jam istirahat tiba Albara tidak berminat keluar kelas ya duduk sendirian menatap meja Yunita yang dari pagi kosong, Yunita tidak masuk sekolah tanpa keterangan alias alpa. Kenapa Yunita tidak sekolah? Mungkinkah Yunita tidak berani lagi menginjakkan kakinya di sekolah ini seperti yang ia rasakan? berpikir demikian membuat Albara makin merasa bersalah.
Perasaan bersalah dan malu yang amat sangat campur aduk membuatnya hanya merasa nyaman di klas. Doni teman satu satunya yang tersisa, masuk membawa dua teh botol dingin, dan beberapa gorengan.
"Ini untuk mu... Ayo minum" ucapnya sambil memberikan sebotol teh dan beberapa tahu goreng di mejanya.
Albara merasa haus dan lapar tapi teh yang di minum terasa sekam, dan tahu yang dia makan terasa duri, Selera makannya jadi hilang.
"Apa kamu sudah ketemu Laila?" tanya Albara.
Beberapa hari yang lalu dia minta Doni untuk menemui Laila. Untuk menjelaskan apa yang terjadi antara dia dan Yunita, dan menanyakan kenapa Laila selalu menghindarinya tak pernah mau ditemui dan tidak mau di telpon?.
"ya... saya sudah ketemu"
"Kemaren saya ngobrol lama sama Laila dan telah menyampaikan pesan kamu" ucap Doni.
"Laila tidak memasalahkannya, pesan Laila untuk mu apapun keadaan Albara dia masih kawan Laila" kata Doni menyampaikan pesan Laila.
"Tidak ada yang berubah dengan persahabatan kita, mengenai kenapa Laila menghindar dari teman teman, .... Itu urusan pridi" Doni menirukan apa yang di ucapkan Laila.
"Tapi jika kalian ingin tau .... Ajak lah Albara dan Manto sepulang sekolah nati kita nongkrong di warung kopi jangkat" lanjut Doni masih menirukan ucapan Laila.
Sepulang sekolah Albara bergegas menuju warung kopi jangkat, Doni dan Manto telah sampai lebih dulu, mereka masuk kewarung duduk di bangku paling pojok. Jam segini warung terlihat sepi hanya ada tiga meja yang di pakai pengunjung.
"Saya penasaran apa yang akan di sampaikan Laila" ucap Manto membuka percakapan.
Saat itu Laila terlihat memasuki warung dan bergabung dengan teman temannya. Pelayan warung menyodorkan daftar menu yang akan mereka pesan. Setelah mereka memesan makanan dan minuman mereka kembali ngobrol dengan akrab. Laila terlihat agak galau keceriaan wajahnya hilang tidak seperti biasa, Albara ingin menanyakan apa dia punya masalah, tapi tak pernah terucap.
"Kamu punya masalah apa sih lai?" tanya Doni setelah menghabiskan makanannya.
Sejenak Laila menghela napas dalam dan memandangi temannya satu persatu.
"Kalian janji dulu.... Bahwa kita akan selalu berteman apapun keadaan nya" pinta Laila.
"Baiklah kami berjanji" ucap Doni, Albara dan Manto serempak.
"Seminggu yang lalu mamak saya (kakak ibu) kerumah. Intinya mau melamar saya untuk anaknya" ucap Laila.
"Saya minta waktu untuk memikirkannya" lanjutnya.
"Setelah berpikir saya belum ada yang punya, belakangan Khoiril semakin sering memaksa ketemuan. Untuk menghindari Khoiril saya memutuskan untuk menerima pinangan mamak dengan persyaratan saya tidak mau di kekang sebelum kami menikah" sambung Laila.
"Kalau boleh tau siapa sih jodoh yang kamu maksud lai?" tanya Doni.
Laila menatap Albara sejenak sepertinya ada perasaan khusus untuk Albara.
"Dia tamatan diploma 3 baru saja diterima jadi pns dan di tugaskan si SMA kita" kata Laila.
"Ooo pak Ardi si guru tampan yang sedang jadi idola para siswi kan" tebak Doni.
"Sayang tu kalau ditolak lai, orang nya ganteng, pintar, masih muda PNS lagi" sambung Doni.
Laila hanya mengangguk
"Kalau pak Ardi yang melamar Laila saya sangat rela" ucap Manto.
Selama ngobrol Albara tidak banyak bicara, memang PNS di koto Tapus dalam perjodohan sangat sukses. Siapa orang tua yang tidak ingin menantunya PNS, bahkan para gadis pasti ngidam untuk bersuamikan PNS. Dengan lapang dada Albara akhirnya menerima dan melepaskan cinta pertamanya.
Setelah lama ngobrol tak terasa hari sudah sore, barulah mereka beranjak dari tempat duduk masing masing lalu pulang kerumah.
*****
Tiga hari berikutnya di kelas Albara masih menatap kursi Yunita yang kosong. Selama mengikuti pelajaran Albara gelisah dia dihantui rasa bersalah terhadap Yunita, semakin dia pandang tempat duduk Yunita yang kosong rindunya makin membara. Ingin rasanya dia menemui Yunita kerumahnya, tapi dia takut akan membuat yuni makin terpukul.
Bel pulang yang dia tunggu Akhirnya tiba Albara bergegas ke tepat parkir. Matanya terbelalak tak percaya di samping mobilnya terparkir toyota calya milik Yunita. Kegembiraannya memuncak saat Yunita keluar dari mobil dengan tersenyum manis seperti di dalam mimpinya beberapa hari yang lalu.
"Bara .... " ucap Yunita sambil memeluknya.
Air mata Yunita mengalir deras membasahi baju Albara. Untung saat itu tidak ada orang yang melihat mereka.
Albara ingin mengucapkan "Aku mencintaimu Yunita"
tapi belum sempat dia ucapkan Yunita lebih dulu betucap.
"Bara aku menemui mu untuk mengucapkan selamat tinggal, Yunita tidak tahan lagi sekolah di sini Ayah yuni telah mengurus kepindahan yuni di salah satu SMA di ibukota" ucap Yunita.
"Aku akan merindukan mu Yunita" ucap Albara.
"Aku juga .... " balas yuni.
Yunita melepaskan pelukannya dan dengan langkah berat Yunita menuju mobilnya.
"Bay sayang ... mudah mudahan berjumpa lagi" sambil melambaikan tangannya Yunita berlahan memajukan mobilnya meninggalkan Albara sendirian dalam keadaan bengong.