Chapter 3 - Episode 3

Karena sering berjumpa Albara dan Laila semakin intim, di sekolah di gelanggang silat mereka selalu berdua. sehingga mereka sering di ledek kawan sekelas atau tetangga sedang pacaran, padahal dalam hati Albara mereka tidak lebih sebagai teman, tidak ada perasaan lain selama ini.

Begitu juga Laila hanya merasa Albara sebagai teman, teman yang bisa dia ajak bicara dan bercanda. Sebagai teman baik doang, Laila merasa malu saat di ledek sedang pacaran dengan Albara, bahkan seringkali menunjukkan kemarahan yang berakhir keributan kecil di antara Laila dengan mereka yang selalu menggodanya.

Tahun ini Albara berumur 13 tahun dan sudah tamat SD. Albara berencana mendaftar ke SMP Negeri Kota Tapus. Dia membuat janji dengan Laila untuk mendaftar bersama ke SMPN I kota Tapus. Jam sembilan wib sudah hampir 1 jam albara menunggu akhirnya Laila muncul di depan matanya.

"Lama kali dandanbnya Lai" kata Albara.

"Bukan dandan Bara... Laila tu lagi bantu mama beres beres di rumah" bantah Laila.

"ia udah .. ayo berangkat" pinta Albara.

Dengan motor beat yang baru sebulan di belikan orang tuanya mereka menuju ke SMP Negeri 1 Kota Tapus. Albara sudah tumbuh menjadi remaja yang tampan dengan tinggi 172 cm, demikian juga Laila yang tumbuh sebagai gadis dengan wahah cantik jelita, kulit putih mulus, tinggi semampai dengan tinggi 167 cm postur tubuh yang ideal, rambut sebahu menambah pesona lelaki yang memandang nya.

Di gerbang sekolah mereka berpapasan dengan Khoril dan gengnya. Khoiril saat ini merupakan siswa kelas 2 di SMP Kota Tapus, merupakan siswa yang di takuti dan di segani di SMP tersebut. Khoiril dan gengnya juga sering terlibat tawuran antar klas bahkan antar sekolah di Kota Tapus.

Melihat Laila yang penuh pesona, Khoiril sepertinya telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Laila yang masih kekanakan tidak mengerti tatapan mata Khoiril dan mengabaikannya. Khoiril tentu saja memanfaatkan peluang bagus untuk menyapa Laila.

"Mau daftar ya dek?" tanya Khoiril sambil menatap Laila.

"Iya kakak" jawab Laila.

"Mari kakak antar" ucap Khoril.

Khoiril memimpin Laila ke ruang pendaftaran. Terlihat betul dia berusaha mendekati Laila. Sementara Albara yang dicuekin mengikuti mereka dari belakang.

Khoiril berusaha mengenal Laila lebih jauh dan membatunya selama proses pendaftaran. Setelah pendaftaran Khoiril menawarkan diri untuk mengantar Laila pulang. Namun Laila menolak karena dia pergi dengan Albara ya harus pulang bersamanya.

"Pulang kakak antar ya!?" pinta Khoiril.

"Maaf kak... Laila pulang bareng teman" tolak Laila melirik Albara.

"Dia siapa Laila?" tanya Khoiril sambil memelototi Albara.

"Kenalkan saya Albara, pacarnya Laila" ucap Albara spontan.

Dalam pikirannya pacar itu ya teman akrab doang, kala pergi bersama, pulang brsama pokoknya kebanyakan bersama. Tidak ada definisi lain di otaknya.

"Masak iya?" guman Khoiril setengah bertanya.

"Hmmm uhhh" sambil mengangguk Laila mengiakan.

Saat laila dan Albara meninggalkan sekolah Khoiril dengan muka terlihat sangar kembali memelototi Albara dan mengacungkan tangannya yang terkepal ke arah Albara. Di sepanjang perjalanan pulang mereka banyak diam kejadian tadi memberi kesan khusus bagi mereka. Ada ketidak senangan Albara saat Khoiril di dekat Laila, entah perasaan apa dia tidak tau. Dia takut jika Laila lebih banyak bersama Khoiril. Ada perasaan aneh yang baru saja dia rasakan terhadap Laila yang tidak bisa dia utarakan dengan kata kata. Begitupun dengan Laila tidak tau kenapa dia mengiakan ucapan Albara sebagai pacarnya.

"Besok ada pertandingan di gelanggang silat, aku akan menantangmu dalam duel" ucap Laila mengagetkan Albara.

"Jika kamu bisa mengalahkan ku, aku bersedia menjadi pacarmu" lanjut Laila.

"Ok, aku akan berusaha mengalahkan mu" kata Albara penuh keyakinan lalu mereka kembali diam.

Lima belas menit kemudian mereka sudah sampai di rumah Laila, setelah berpamitan dan saling melambaikan tangan Albara memutar motornya menuju rumahnya.

***

Besoknya suasana di gelanggang silat terlihat sibuk pertandingan akan di mulai. Untuk menentukan peringkat. Laila dan Albara sudah siap dengan kostum mereka, Pertandingan kelas 1 sampai lima sudah selesai. Kini saat kelas mereka menentukan peringkat. Kakak seperguruan mereka naik ke panggung dengan dua pedang kayu di letakkan di dua sudut yang berbeda.

"Para guru yang terhormat, kakak seperguruan yang saya hormati beserta adik adik seperguruan yang saya sayangi. Kini giliran kelas enam menentukan peringkat, izinkan saya mengundang salah satu dari mereka naik panggung untuk menantang kawan sekelasnya." ucap Riki sebagai pembawa acara.

Riki adalah peringkat tiga dikelas tujuh. Sambil menunjuk seorang siswa berotot, Riki bicara.

"Doni saya mengundang ada ke atas panggung"

Doni bergegas ke panggung. Doni adalah siswa berbakat pasti susah di cari tandingannya di kelas mereka, sejujurnya dia adalah kandidat peringkat pertama.

"Kita adalah saudara, pertandingan ini adalah persahabatan usahakan kalian tidak cedera, juka kalian merasa tidak mampu angkat tangan anda sebagai tanda menyerah, selanjutnya saya persilahkan para siswa klas enam mengajukan diri untuk menjadi tandingan Doni" Riki menutup pidatonya.

Seorang siswa tiba tiba melompat dengan ringan ke atas panggung

"Guru kenalkan saya Manto, siswa kelas enam ... Akan mencoba kehebatan Doni" sambil membungkuk menghormat pada para guru dan kakak seperguruan.

Setelah para guru mengangguk Doni dan Manto mengambil kuda kuda, pertandingan di mulai dengan jurus tangan kosong Doni terlihat mendominasi pertandingan tapi Manto lebih gesit dengan gerakan yang ringan berada di samping Doni sebuah pukulan keras mengarah ke pelipis Doni, Doni kaget tidak bisa menngkis, mundur selangkah hingga dia luput dari serangan Manto. Manto yang hanya meninju angin hilang keseimbangan, sebelum bisa mengembalikan diri lutut Doni sudah bersarang di ulu hatinya. Manto terbanting terhengkang merasakan sakit luar biasa di ulu hatinya, dan susah bernapas, menyadari ini dia mengangkat tangan tanda menyarah.

Siswa selanjutnya maju hingga lima belas orang menyerah di tangan Doni. Giliran Albara maju menantang Doni.

Setelah memberi hormat pada para guru dia bersiap dengang kuda kuda. Tanpa di duga Doni telah melakukan serangan dengan tinju lurus, secara reflek Albara mengelak kesamping dan mencoba menepis dengan tangan kanannya. Tak.... Benturan dua tangan mereka beradu.

Albara merasakan sakit di tangannya, menyadari betapa kuatnya Doni dan keras tangannya. Al bara mulai hati hati puluhan jurus kemudian bertukar jurus tidak ada yang kena.

"Mereka sepertinya imbang" kata salah satu guru.

"Gunakan pedang" teriak guru tersebut

Doni dan Albara mengambil pedang, gerakan mereka seperti menari mencari peluang menusuk, atau menebas lawan. Di sini Albara terlihat lebih dominan dengan kelincahannya dia berhasil mendesak Doni hingga saat melihat kesempatan dengan jurus pedang nembelah gunung, pedang di ayunkan mengarah ke leher Doni dengan cepat. Doni melompat mundur tapi ujung pedang masih sempat mengenai bahunya, dan di susul tendangan kilat Albara bersarang di dadanya. Terbanting keluar panggung Doni pun menyerah dengan mengangkat tangannya.

Demikian setelah menjatuhkan Doni dan 6 siswa lainnya Albara menatap Laila satu satunya siswa yang tersisa. Laila naik ke pentas, setelah memberi hormat pada guru pertandingan di mulai, lima jurus kemudian tinju mereka beradu, laila mundur selangkah merasakan tangannya kesemutan tentu tangan Albara lebih keras dan tenaganya lebih kuat. Laila mulai menghindari benturan dan dengan kelincahannya dia mulai menari berloncatan hingga terlihat seperti elang yang terbang mengelilingi Albara mencari titik lemah untuk di serang. Namun setelah puluhan jurus bertukar pukulan tapi tak satupun yang kena.

"Gunakan pedang" ucap dewan guru.

Dengan pedang ditangan keduanya mulai terlibat pertempuran sengit Laila benar benar lincah setelah gerakan makin cepat kelebatan pedangnya seperti mengurung Albara, Albara hanya mampu bertahan dan sesekali menyerang bayangan pedang mereka seperti berkejaran dan saling beradu, tak...tak ....tak

Setelah puluhan jurus mereka mainkan tak satupun dari pedang mereka yang mampu menyentuh tubuh lawannya.

Tiba tiba dewan guru memberi kode pada Riki, dengan pedang kayu di tangan Riki melompat ke tengah pertandingan melerai mereka. Pertempuran berhenti dan di putuskan Albara dan Laila sebagai peringkat pertama bersama untuk klas enam