Setelah kembali dari supermarket Cecil memutuskan untuk pergi ke kamar. Tubuh nya terasa lelah, matanya sudah mengantuk, pikirannya perlu di tenangkan.
Setelah selesai menganti baju dengan piama tidur, Cecil menjatuhkan tubuhnya di kasur, memejamkan matanya untuk masuk ke alam mimpi.
Namun lagi-lagi ia membuka matanya, pembicaraannya dengan Al saat di perjalanan tadi kembali teringat. Ya.
Cecil memutuskan untuk bangun kembali, berjalan ke balkon kamarnya dan berdiri di sana
Dirinya kembali memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang nantinya akan terjadi, dan Cecil takut akan beberapa kemungkinan itu.
Dirinya memang tak pernah menjalin kasih selama delapan belas tahun ini, tidak pernah sama sekali. Namun sekedar jatuh cinta tanpa berakhir bersama Cecil pernah merasakannya.
Dan Cecil tidak pernah mau jatuh cinta lagi, bukan karna trauma. Hanya saja Cecil tau apa yang selalu di lakukan salah satu pasangan di dalam hubungan itu selama mereka bersama.
Dan Cecil tidak mau merasakannya, dihantam ribuan luka dengan puluhan kecewa itu tidak meng-asikan. Itu hanya akan membuat dirinya mati perlahan dengan hati yang hancur.
Karna itu Cecil tak mau jatuh cinta pada Al, apa lagi mencobanya. Cecil takut jika nantinya ia atau Al melakukan hal gila yang berakhir membuat salah satu dari ke duanya mendapatkan luka.
Cecil sendiri memang sudah sadar sejak awal jika ia telah terjebak dalam pesona Al, sejak awal Cecil sudah tau jika dekapan Al akan menjadi rumah ternyamannya.
Namun selama ini Cecil memilih memasabodokan itu, menggangap Al tak lebih dari temannya seperti beberapa tahun yang lalu. Meski pada akhirnya Cecil tau, sejak awal ia telah terikat pada Al, ia telah menjadi milik Al. Al telah menjadi rumah untuk ia pulang.
Apa Cecil salah karna telah melakukan itu? Apa Cecil salah karna telah menolak apa yang sedari awal sudah seharusnya tumbuh dan hadir?
Cecil dan dunia penuh keraguennya pun terhenti saat sebuah tangan melingkar di pingangnya dengan sedikit erat.
"Lo bilang, lo mau tidur?" suara Al terdengar jelas di telinga Cecil. Al tengah meletakan kepalanya di pundak Cecil.
Entah kenapa tiba-tiba Cecil merasa nyaman dengan posisi ini, entah kenapa Cecil tak bisa menolak apa yang tengah Al lakukan, berusaha menghindar pun Cecil tak bisa.
"Cecil!" panggil Al saat Cecil tak bersuara.
Cecil tersentak, menoleh ke samping dan sial! wajahnya dengan wajah Al terlihat sangat dekat.
Cepat-cepat Cecil kembali menatap ke depan, namun dengan cepat pula Al membalikan wajah Cecil lagi, membuat Cecil kembali menghadap Al.
Tak lama Cecil kembali tersentak saat dengan tiba-tibanya Al mencium bibirnya. Entah ada apa dengan Cecil, bukannua menolak ia malah memejamkan matanya. Menikmati ciuman lembut yang di berikan oleh Al.
Al yang tak mendapatkan penolakan di Cecil pun tersenyum, membalikan tubuh Cecil menjadi menghadapanya dengan satu tangan yang masih setia di pinggang Cecil, sedangkan satu tangannya berada di belakang leher Cecil.
Satu hal yang Al sadari tentang dirinya yang mencium Cecil dengan berani, karna bibir manis Cecil ternyata sudah menjadi candunya.
Setelah beberapa menit saling menautkan bibir, Al melepaskan ciuman itu. Menatap Cecil yang mengatur nafasnya dengan kedua mata masih terpejam.
Al kembali tersenyum, kembali mencium bibir Cecil dan beralih mengecup kening Cecil, cukup lama hingga tanpa sadar ke dua tangan Cecil telah melingkar pada tubuh Al.
Al menjauhkan wajahnya dari Cecil, menarik Cecil agar semakin mendekat padanya, dan berakhir terperangkap dalam dekapannya.
Malam ini adalah saksi tentang dua orang yang menyadari sebuah perasaan yang telah tumbuh pada hati mereka.
Sebuah perasaan yang memang seharusnya hadir sejak awal, sebuah perasaan yang tak pernah terduga akan kehadirannya.
Namun salah satu di antara mereka berdua masih ada perasaan ragu dan tidak percaya akan sebuah perasaan itu. Masih merasa aneh bahkan terasa mustahil akan kehadiran perasaan itu.
****
Keesokan harinya Al dan Cecil kembali bertingkah biasa saja, seolah-olah kejadian semalam tak pernah terjadi di antara mereka.
Al kembali menjadi Al menyebalkan untuk Cecil, menjaili Cecil seperti hari-hari biasanya hingga membuat Cecil kesal.
Seperti siang ini, Cecil tengah membantu Arum menyiram bunga-bunga di halamam rumah, namun dengan bangsatnya Al malah mematikan keran berulang kali, membuat Cecil begitu kesal.
"Al Rajendra!" panggil Cecil saat Al kembali mematikan keran.
"Apaan sih, gue lagi duduk yah," kata Al bertingkah seperti tak melakukan apa-apa.
"Lo mau gue siram juga?" tanya Cecil sambil memutarkan keran air.
"Ogah! Kalo mandi berdua sama lo sih gue mau," kata Al sambil menaik turunkan ke dua alisnya.
"Dasar otak mesum! Minum nih air!" kesal Cecil sambil mengarahkan selang di tangannya pada Al.
"Cecil, baju gue basah!" ucap Al sambil berusaha menghindar, tapi Cecil semakin mengarahkan selang pada Al.
"Cecil! gue udah mandi woy!"
"Emang gue peduli! Kali-kali otak lo harus di basahin biar otak yang kotor lo jadi bersih!"
Dengan cepat Al merampas selang di tangan Cecil, mengarahkan selang di tangannya pada Cecil.
"Al! GUE UDAH MANDI SETAN!" teriak Cecil dengan penuh kekesalan.
"Emang gue peduli!" Al menirukan gaya bicara Cecil.
"Al Rajendra!" panggil Cecil sambil menutupi wajahnya.
Cecil berusaha menghindar dari Al namun tak berhasil, ia malah terpleset dan hampir terjatuh jika Al tak cepat-cepat menangkap tubuhnya.
Seperti adegan-adegan di film romantis, Cecil dan Al saling memandang satu sama lain, tatapan mereka terkunci dengan waktu yang seolah tengah terhenti detik itu juga.
Tak ada yang bergerak maupun bersuara, bahkan ke duanya pun tak berkedip sama sekali. Hingga tak lama suara menggelegar dari arah belakang mengejutkan Cecil dan Al.
"BUNGA-BUNGA gue YA ALLAH!"
Al dan Cecil langsung menjauh kan diri, menatap takut pada Arum yang tengah berkacak pinggang dengan sorot mata membunuh.
"Kalian berdua bukan anak kecil ya gustiiii! Ngapain basah-bahasan?" Embar menatap Al dan Cecil dengan raut wajah yang tengah menahan sabar.
"Tadi ada ujan dadakan Mah," ceplos Al sambil nyengir.
"Ujan apaan! Lo kira tempe goreng, dadakan."
"Tahu Mamah, bukan tempe," ucap Al membenarkan.
"Berisik lo anak kadal!"
Nah kan, Arum kembali memancarkan aura baku hantam pada Al.
"Cecil! Mandi, nanti kamu kedinginan," titah Arum yang di turuti oleh Cecil.
"Cecil doang? Al engga?" tanya Al dengan raut wajah sedih.
"Noh mandi pake air keran!" ucap Arum dan langsung berlalu masuk meninggalkan Al yang hanya bisa mengelus dada sabar.
Kini dirinya terasingkan, merasa seperti anak tiri di keluarga kandungnya sendiri, menyedihkan. Nasib Al memang semengerikan itu.
***