"Wah udah berani mesra-mesraan yah!!!" suara mengelegar menggema di seluruh ruangan, membuat Al dan Cecil terkejut dan langsung menjauhkan diri dengan salah tingkah.
"Mamah!" Al menatap Arum dengan tatapan kesal.
Arum dan Rendra hanya tertawa gemas melihat Al dan Cecil yang seperti kepergok karna melakukan adegan dewasa.
"Kamu bawa mobilnya lama!" Rendra menatap Al dengan tatapan kesal.
"Kaliannya aja terlalu cepet datengnya!" sindir Al tak mau kalah.
"Udah ih ngapain ribut sih," kata Arum membuat Al dan Rendra saling melempar pelototan.
"Cecil sini duduk," titah Arum yang dituruti oleh Cecil.
"Maaf telat," suara Mala membuat Cecil dan yang lain menoleh.
"Mamah kesini?" tanya Cecil dengan raut wajah binggung.
"Ya allah mah jahat amat ninggalin papah!" tak lama Ardi muncul dengan rambut sedikit basah, sepertinya diluar sudah turun hujan.
"Udah pasti Mamah sama Papah kesini, ini kan rumah baru yang bakal kamu tinggalin sama Al," jelas Mala yang sukses membuat Cecil terkejut, Cecil kira ini rumah untuk nanti sehabis ia menikah dengan Al, tapi ternyata?
"Cecil gak mau Mah!" tolak Cecil yang membuat Al menatap Cecil dengan tatapan binggung.
"Kenapa gak mau Sayang? Apa rumahnya terlalu kecil? Apa kamu gak suka rumah kaya gini?" tanya Arum, menatap Cecil dengan tatapan meminta jawaban.
Cecil menggeleng, "Bukan itu Mah, tapi Cecil gak mau tinggal berdua sama Al sebelum Kami menikah," jelas Cecil tanpa menatap Al.
"Kalo gitu besok kita nikah Beb!" ucap semangat Al dan mendapatkan hadiah dari Rendra yang duduk di sampingnya.
Plak.
"Papah!" Al berdecak kesal saat dengan santainya Rendra memukul belakang kepalanya.
"Tenang saja Cecil, Al gak akan macem-macem, kalo dia Macem-macem Papah bakal potong burung dia!" kata Rendra yang sukses membuat Al bergidig ngeri saat membayangkannya.
"Kalo burung aku di potong gimana Aku bikin anaknya Pah?" Al menatap Rendra dengan raut wajah polosnya, sedangkan Rendra yang melihat itu ingin sekali memasukan Al kadalam perut istrinya lagi.
"Otak lo geblek! Mau papah kawinin sama kucing tetangga?" kata Rendra yang mendapatkan gelengan oleh Al.
"Gak usah takut, Al gak akan macem-macem selama kalian tinggal berdua," kata Mala saat Cecil menatapnya dengan tatapan melas.
"Paling kalo gue macem-macem, besoknya gue nikahin," gumam Al dan...
Plak.
Untuk kedua kalinya kepalanya di geplak oleh Rendra tanpa merasa kasian.
"Berani macem-macem, Papah akan serius sama ucapan papah barusan," ucap Rendra yang membuat Al meneguk ludahnya sendiri, jika ancamannya saja seperti itu bagaimana bisa Al macem-macem.
"Besok kalian tidak perlu masuk sekolah, Mamah sudah izin ke wali kelas kalian jika kalian ada acara keluarga," kata Arum.
"Aku baru hari pertama masuk sekolah, masa udah izin sih Mah," kata Cecil.
"Gapapa Cecil, besok kamu sama Al udah harus pindah ke rumah ini," kata Arum yang membuat Cecil melotot.
"Besok?" tanya Cecil seolah tak percaya.
Arum dan yang lain mengangguk.
Oke, mulai dari besok kehidupannya akan berbeda, Cecil tidak bisa sebebas dan seaman dulu.
Ucapkan selamat tinggal pada Cecilia yang dulu.
***
Hari ini Cecil dan Al waktunya untuk memindahkan barang-barang mereka ke rumah yang nantinya akan mereka tinggali berdua.
Untuk masalah kamar hanya ada satu kamar di atas, dan sepertinya itu sudah di rencanakan sejak awal.
Al kini tengah menarik koper ke sepuluh milik Cecil koper terakhir yang membuatnya tak habis fikir, koper sebanyak itu apa saja yang Cecil bawa? Sedangkan dirinya hanya membawa empat koper saja.
"Kenpa harus tinggal berdua sekarang? Kita baru di jodohin," Cecil bersuara ketika Al telah meletakan koper bersama koper yang lainnya.
"Pendekatan, biar saling tau jika kita berdua udah saling memiliki," jelas Al, membantu Cecil membereskan tempat tidur.
"Saling memiliki? Emang gue mau sama lo?" Cecil mengernyit binggung, sedangkan Al tersenyum miring.
"Mau gak mau itu bukan urusan gue, karna pada akhirnya lo tetap milik gue!" kata Al yang membuat Cecil cengo.
"Nikmatin aja di setiap waktunya, semesta punya cara sendiri buat bikin kita saling mencintai," tambah Al, beralih membereskan barang-barangnya dari dalam koper.
"Kalo nantinya gue tetap gak cinta sama lo?" tanya Cecil dirinya masih tidak menerima ini semua.
"Berarti jalan terakhir yaitu molosin lo," ucap Al dengan santai, namun sukses membuat Cecil terkejut.
"Berani molosin gue, gue bunuh lo pake tronton!" ancam Cecil yang benar-brnar mengemaskan bagi Al.
"Iya engga, engga sekarang maksudnya," kata Al, tertawa keras saat raut wajah Cecil berubah terkejut, dan itu mengemaskan.
"Al Rajendra!" kesal Cecil sambil melempar bantal pada Al.
Al berhenti tertawa, berjalan mendekat pada Cecil namun ternyata Cecil malah berjalan mundur menghindar dari Al, hingga tanpa Cecil sadari ia telah terpojokan, dirinya tidak bisa kemana-mana, apalagi saat Al terus saja mendekat kepadanya dengan raut wajah penuh kemesuman.
Astaga... ini ancaman besar untuk Cecil
"Ma-mau apa lo?" tanya Cecil dengan gugup.
Bukannya menjawab, Al malah terus mendekatkan dirinya pada Cecil hingga tidak ada jarak di antara mereka berdua.
Cecil semakin gugup saat Al mulai mendekatkan wajah padannya, Cecil memejamkan matanya rapat-rapat sambil berdoa dalam hati agar Al tidak melakukan apapun padanya.
Sedangkan Al seketika tertawa puas saat melihat Cecil menutup ke dua matanya.
"Apa yang lo fikirin? Lo mikir kalo gue mau cium lo?" tanya Al yang tawannya semakin keras.
Bugh.
Cecil memukul lengan Al dengan cukup keras.
"Beresin barang-barang lo!" titah Cecil dengan nada kesal, mendorong tubuh Al untuk memberinya jalan.
Al masih tertawa, merasa gemas pada Cecil yang ternyata mudah untuk ia kerjai itu.
"Berenti ketawa Al!" perintah Cecil dengan kesal.
Dengan cepat Al menghentikan tawanya, "Kapan-kapan yah gue cium," kata Al sambil kembali menahan tawannya.
"Ogah!"
****
Setelah selesai merapihkan barang-barang, Al dan Cecil berlalih ke dapur, mencari sesuatu yang bisa membuat perut mereka merasa kenyang sehabis membereskan kamar.
Hampir lima jam mereka berdua membereskan kamar, dari Cecil yang meminta Al untuk memindahkan posisi tempat tidur, mengatur isi lemari dan masih banyak lagi.
Al hanya bisa menurut meski ia sedikit kesal karna hanya dia sendiri yang melakukannya, dari memutarkan posisi tempat tidur, mengatur isi lemari dan yang lainnya, sedangkan Cecil hanya mengatur dan menyuruh saja.
"Kulkas udah penuh, lo bisa masak?" tanya Al sambil mematap Cecil yang tengah duduk santai sambil meneguk air dingin.
Cecil menggeleng sambil tersenyum, "Engga."
Al menghela nafas, sudah ia duga jika sikap manja Cecil sedari dulu tidak akan membuat Cecil bisa hidup mandiri, contohnya untuk memasak saja gadis itu tidak bisa.
"Sini biar gue ajarin."
***
Bersambung.