Chereads / TWO OPPOSITES / Chapter 3 - Broken Home (Heart)

Chapter 3 - Broken Home (Heart)

Cliera yang tengah asik berbincang dengan Abigail dikejutkan dengan kehadiran seorang cowok yang tiba-tiba saja berjalan melewati mereka.

"Ke pasar beli keripik, apa kabar Abi cantik?"

"Eh ada temen nya juga. Lo Cliera kan?" tanya Jeffry seraya mengulurkan tangannya untuk berkenalan. "Gue Jeffry. Orang terkaya nomor satu di Indonesia, Maybe."

"Kaya monyet!" Abigail meledek. "Lagian lu pada ngapain disini? Udah sana jauh-jauh!" usir Abigail.

"Apasih Abirisik! Orang gue cuma pengen kenalan sama Cliera doang, boleh kan?" tanya Reyhan pada Cliera.

"Jangan mau, Lie!" sarkas Abigail.

Cliera acuh terhadap obrolan mereka, dia lebih tertarik pada seorang cowok yang

tengah melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum padanya. Cliera

mendelik jijik, itu kenapa sih? Cacingan?

"Cliera yang duduknya dibelakang mantannya Jejep kan?" tanya Nata.

"Berisik lu, Nat! Gue panggil Layla juga!" teriak Jeffry dengan heboh sampai menyenggol lengan Abigail.

"Heh sendal jeprit, Io bisa diem gak?!" teriak Abigail sekenanya.

"Apasih lu, Abigila!" jawab si cowok.

"Nama gue Abigail woy!"

"Bodo!" Cowok itu menjulurkan lidahnya mengejek.

"Berisik!" desis Kiko yang sedari tadi mematung di belakang Jeffry.

"Apa lo? Mo ribut?" tantang Abigail pada Kiko.

"Ribet!" jawab Kiko dengan wajah datarnya.

"Abigu sayang, gak boleh marah-marah nanti jeleknya nambah lho..." Reyhan, si cowok berkacamata ikut nimbrung.

"Diem lo monyet Amazon! Gue gak ngomong sama lo ya!" sembur Abigail.

"Ck, udahlah Bi, omongan si Ehan gak usah dimasukin ke hati," ucap Gibran dengan lembut.

"Lo juga Gibran, gak usah genit sama gue. Lo itu pho!" ketus Abigail pada Gibran.

"Mampus!" Reyhan si cowok berkacamata meledek.

"Pho naon sih? Urang mah gak pernah ngerusak hubungan batur (orang). Lagian Abi jomblo, Urang juga jomblo. Kita berdua sama-sama jomblo," ujar Gibran. "Yaampun, kok bisa samaan gitu ya? Ini sih fix! Maneh (kamu) jodoh urang, Bi!"

Abigail menghiraukan ucapan Gibran, "ihhh, Runa sama Kekey kemana sih?"

"Lagi boker!" ujar Nata. "Siapa?"

"Yang nanya!"

"Anjim!" umpat Abigail.

Cliera mendengus kesal, inilah yang dia tidak suka dari kehidupan sosial, mereka terlalu ribet dan suka memperpanjang masalah.

Setelahnya cowok-cowok itu berjalan gontai meninggalkan Abigail yang sedang komat-kamit, entah mantra apa yang ia ucapkan.

"Mereka siapa sih, Bi?"

"Oh iya gue lupa! Dua bulan lalu kan lo di kelas IPA-1, gak heran sih lo gak kenal sama mereka."

"Emangnya mereka semua satu kelas sama kita?"

Abigail mengangguk, "gak semuanya sih. Cuma Jeffry, Reyhan, Gian, sama Rayhan."

Cliera hanya manggut-manggut saja, setidaknya dia tidak terlalu kudet untuk tau sekumpulan cowok rusuh tadi. Kenapa Cliera tidak mengenal mereka sementara statusnya bukan murid pindahan?

Jadi, saat kelas 10, Cliera dan Abigail sempat kenalan saat awal-awal MOS, itu sebabnya mereka berdua bisa akrab seperti sekarang.

Saat kelas 10 semester genap, Cliera memilih untuk homeschooling saja daripada sekolah di jenjang umum. Alasannya? Biar nanti Cliera jelaskan.

Setelah kelas 11, papanya kembali memaksa Cliera untuk kembali bersekolah seperti biasa. Cliera sempat menolak, tapi memang dasar sifat papanya itu keras kepala dan sulit ditentang, jadi terpaksa Cliera mengikuti kemauan papanya.

Karena kebetulan otaknya yang tidak terlalu bodoh, Cliera berhasil masuk ke kelas unggulan, 11 IPA-1. Tapi hanya bertahan satu bulan, Cliera kembali homeschooling.

Kali ini bukan hanya keinginan papanya saja, tapi mamanya juga ikut mendesak agar Cliera kembali sekolah lagi seperti biasa. Cliera mau menuruti keinginan mereka lagi, tapi dengan syarat dia harus pindah kelas dan satu kelas dengan Abigail dan teman-temannya, Keyla, dan Aruna. Mereka berempat kini berteman baik, bahkan bersahabat.

"Cliera, lo dengerin gue ya! Di sekolah ini ada beberapa hal yang harus lo hindari, salah satunya BARGEDOZ!" papar Abigail dengan wajah seriusnya.

Clara mengangguk paham, "oke, tapi... Bargedoz itu apa?"

Abigail membuang nafas kasar, "Geng bolo-bolonya si Sasya! Orang-orang gila tadi, mereka itu Bargedoz! Pas banget sih namanya, Barudak Gede Dosa, sama kek monyet-monyet tadi, pada banyak dosa!"

Cliera hanya mengangguk pelan sambil terkekeh, "tapi, kenapa gue gak boleh deket-deket sama mereka?"

"Gak usah banyak nanya! Intinya, Io gak boleh berurusan dengan mereka! Apalagi yang pake Hoodie, hati-hati dia homo!" Cowok yang Abigail maksud adalah Gibran, entah darimana dia mendapat informasi bahwa Gibran itu homo, yang jelas Abigail membenci cowok itu.

Cliera membelalakkan matanya, "Homogen?" tanya Clara tak percaya.

"Gay, Clie!"

"Masa iya?"

"Iya, dia suka sama Kiko!" Abigail tertawa terbahak-bahak, memang kenyataannya

Gibran sangat akrab dengan Kiko. Sekali lagi Cliera hanya mengangguk. "Btw, Sasya itu siapa?" tanya Cliera lagi.

Melihat Abigail yang tidak merespon, Cliera kembali fokus pada ponselnya.

"HALO SAHABAT!" pekik Aruna kegirangan sambil menenteng es teajus kesukaannya.

"Jangan teriak-teriak, Runa! Malu tau diliatin banyak orang!" Keyla disebelahnya hanya bisa tutup telinga jika Aruna sudah teriak-teriak sesukanya.

"Iya, maaf sahabat!"

"Sindrom pentol!" dengus Abigail.

"Lah, ini ratu pentol ada disini, sahabat!" Aruna menunjuk Keyla.

"Runa apaan sih! Dibilang Kekey bukan kekeyi juga!" Keyla membuang wajahnya sambil cemberut.

"Keyla bukan boneka."

"Keyla kembaran kekeyi."

"Keyla si Putri pentol."

"TAU AH AKU NGAMBEK!" teriak Keyla.

"Kamu mah mani ngambek ih!" ujar Abigail.

"Dah Kekey teh pengen SEBLAK!" teriak Aruna sambil menahan tawa.

"Mau seblak!" pekik Cliera dengan mata yang berbinar senang.

"CLIERA SI RATU SEBLAK!"

"Eh Bi, lo masih naksir sama Iyan?"

Pertanyaan Aruna sontak membuat Abigail tersedak kuah seblak. "Minum mana minum!"

Abigail tergesa meminum air sampai tidak menyadari airnya tumpah sebagian mengenai roknya.

"Sekali-sekali kasih pertanyaan yang bermutu dikit kek! Bosen gue terjebak friendzone mulu, apalagi kalian tau sendiri kan Iyan itu orangnya gimana? Dia itu paling gak suka yang namanya kode, dia lebih suka yang langsung."

"Yaudah, langsung bilang aja ke dia kalo sebenernya Io itu suka sama dia! Kalo perlu lo langsung tembak dia!"

Abigail mendelik tidak suka, "Yakali? Masa cewek nembak duluan?"

"Kenapa? Gengsi?" tanya Cliera dengan wajah datarnya. "Apa perlu gue yang ngomong sama, Iyan?" tawar Cliera. Dia memang sudah dekat dengan Gian sejak orok, jadi tak heran jika Clara begitu akrab dengan Gian.

"JANGAN, Lie!" bantah Abigail berteriak. "Kenapa?" "Malu tau!"

"Jaman sekarang ngapain mikirin malu sih? Coba lo pikir deh, lebih baik jujur dari sekarang dan membuat perasaan lo lega, atau mau tetep bertahan dengan status yang sekarang tapi nanggung resiko sakit? Hayo... pilih mana?" tanya Aruna.

"Tau ah. Bingung gue sama omongan lo, Run. Gak nyambung!" ujar Abigail.

"Emang iya ya?"

"Makannya jangan mikirin akang Jejep mulu! Sekarang masih gagal move on kan, Runa?" Keyla meledek.

"Kekeyi nyaut aja! Pikirin tuh bebeb Nata lo yang lagi padekatean sama si Layla cewek cupu!" Aruna balik meledek.

Keyla mengendikkan bahunya acuh, "bodo amat ah! Biar jadi urusan dia. Cukup tau tanam dalam diri!"

"Itu mah lirik lagu, pentol!" Aruna menoyor kepala Keyla.

Keyla meringis memegangi kepalanya, "perasaan Kekey salah mulu. Ngejar salah, move on juga salah. Heran deh!"

Clara mengelus puncak kepala Keyla, "sabar ya, Kekey."

"Kalo kalian nyari orang paling sabar di dunia, cari aja Kekey. Oke?"

"SAKAREPMU!"

Cliera menatap sendu wallpaper handphonenya. Foto keluarganya yang harmonis, mungkin.

Sepulang sekolah, Cliera mengurung diri di kamarnya, lagi. Tidak beranjak sama sekali dari ranjangnya. Apa yang dia lakukan? Jawabannya menangis.

Cliera kembali lagi mendengar perdebatan orang tuanya. Kekerasan fisik kembali menghantui pikirannya. Berulang kali Cliera selalu mendengar teriakkan marah papanya, serta jeritan kesakitan dari sang mama. Masalahnya masih sama. Salah paham lagi dan lagi.

"DASAR JALANG! SAYA TIDAK MAU MENDENGAR PENJELASAN MU LAGI!" lagi. Teriakan itu seakan sudah menjadi motto hidup sang papa, memaki istrinya sendiri.

"TAPI KAMU SALAH PAHAM! ITU SEMUA TIDAK SEPERTI YANG KAMU PIKIRKAN!"

"Kamu pikir saya bodoh? Kalian berpelukan, itu yang disebut salah paham? Jawab!"

"Kami tidak berpelukan!" lirih mamanya.

"Apa ini yang disebut keluarga harmonis?" gumam Cliera.

Cliera hanya ingin keluarganya itu normal seperti keluarga lain pada umumnya. Yang sering sarapan bareng sambil becanda, makan malam yang berunjung curhat tentang aktifitas seharian nya.

Tapi dia?

Boro-boro curhat! Memeluk, bahkan menyentuh mereka saja rasanya canggung. Mungkin karena mereka memang sudah tidak lama berhubungan baik. Mereka sama-sama sibuk. Tidak pernah meluangkan waktu untuk sekedar menanyakan kabar saja. Hanya sekedar menatap muka lalu acuh seperti tak saling mengenal.

"Kenapa? Kenapa Cliera gak bisa jadi orang normal?"

"Kapan Cliera kaya orang lain yang selalu dapat kasih sayang dari orang tuanya?"

"Cliera cuma pengen punya keluarga, Tuhan..."