Chereads / TWO OPPOSITES / Chapter 4 - Papa Kapan Jadi Dewasa

Chapter 4 - Papa Kapan Jadi Dewasa

"Non Lie bangun... Nanti sekolahnya telat loh, non," terdengar suara wanita paruh baya dari balik kamar, sementara sang empunya makin terlelap dalam mimpi.

Tok tok tok!!!

"Non Lie! Bangun dong! Udah siang!"

Orang yang di panggil Cliera hanya mendongkrak malas matanya. Dia baru saja mimpi indah beberapa saat lalu, tapi malah terganggu oleh Bi Siti asisten rumah tangganya.

Cliera mengerjapkan matanya beberapa kali, tak lupa juga diiringi dengan gaya menguap andalannya dengan garukan di rambutnya yang tak gatal sama sekali.

"Iya iya!" Cliera terduduk lesu di kasurnya. Mengucek-ngucek matanya dan bersemedi sebentar untuk mengembalikan nyawanya.

Saat terbangun ternyata benar, matahari sudah terang. Cliera segera beranjak bangun dari tempat tidurnya dan bergegas mandi.

Tak butuh waktu lama, Cliera selesai dengan ritual mandinya. Tak heran, dia melihat pemandangan di hadapannya dengan tatapan malas. Terlihat Bi Siti yang sedang berkacak pinggang. Tak salah lagi, dia pasti akan mengeluarkan jurus ceramah andalannya.

"Kamu itu kebiasaan banget sih. Kalau nyonya marah sama saya gimana?"

"Marahin aja balik! Ribet banget sih!" ketus Cliera.

"Itu mah saya nyari mati namanya."

"Nyari mati ke stasiun aja, bibi rebahan di rel kereta. Gampang 'kan?" celetuk Cliera sekenanya

Bi Siti tak pernah merasa tersinggung atau sakit hati, dia tau apa yang diucapkan Cliera hanya candaan saja. Dia bisa memaklumi.

"Bi, gimana sama rencana semalem? Bibi mau kan bantuin Lie?"

Bi Siti mengangguk ragu, "tapi kalo nanti tuan sama nyonya tau gimana? Nanti kamu dimarahin lagi sama mereka."

"Mereka gak mungkin marahin aku. Bibi lupa, mereka gak akan pernah bisa marah sama aku."

"Terserah kamu. Yaudah, Bibi pamit ke dapur dulu."

"Oke! Jangan lupa Iho Bi!"

"Iya, gak lupa kok. Bibi tunggu di garasi."

Lancar! Rencananya berhasil, semoga!

Cliera berjalan ke ruang makan untuk sarapan, dia mengambil segelas susu dan meminumnya selagi masih berdiri.

"Lie! Kalo minum itu sambil duduk dong! Gak sopan!" tegur Aisyah-mama nya selagi mengoles selai strawberry pada roti, kemudian menyodorkannya pada Arjun nya yang duduk di samping tempat Cliera berdiri.

Mereka memang selalu terlihat baik-baik saja dihadapan Cliera. Tidak tahukah mereka jika selama ini batin Cliera begitu tersiksa dengan sandiwara mereka? Bisakah mereka menghentikan semuanya?

Cliera menarik kursi dan duduk di sebelah Aisyah, sambil sesekali memperhatikan keduanya yang tampak sibuk dengan urusannya masing-masing. Sialan, Cliera dicuekin.

"Pa, sekarang lagi gak sibuk kan? Temenin Lie-"

"Oh iya! Papa harus pergi ke Sukabumi. Athalla, Om kamu ngundang Papa ke acara launching restoran barunya di sana. Kamu mau ikut?"

Cliera menghela nafas, "enggak. Lie di rumah aja." jawab Clara dengan wajah lesunya.

"Cliera, itu rambut di benerin dulu! Masa rambutnya berantakan sih, kamu kan mau sekolah!"

"Siapa yang bilang Lie mau arisan sih, ma?" jawab Cliera sambil terkekeh.

"Seragamnya di masukin, Lie!"

"Nanti aja, nanggung! keukeuh Cliera sambil menjulurkan lidahnya meledek.

Ini yang Cliera suka. Meskipun jarang ada di rumah, setidaknya dia masih bisa merasakan perhatian dari mama nya. Cerewetnya, kadang Cliera selalu merindukan omelan nya.

"Jangan kekanakan, Cliera! Kapan sih kamu jadi orang dewasa?" tanya papanya.

"Papa juga kapan jadi orang dewasa?" pertanyaan tersebut tiba-tiba saja terlontarkan dari mulut Cliera. Entahlah, Cliera tidak dapat menahan unek-uneknya lagi, semuanya mengalir begitu saja.

Cliera menahan matanya yang memanas dan sebentar lagi akan terjun hujan dadakan yang membasahi pipinya. Sialnya, ia tidak ingin menangis di hadapan orang tuanya, tidak ingin memperlihatkan hidupnya yang begitu menyedihkan.

"Lie berangkat dulu." ucapnya acuh, lalu beranjak dari duduknya dan berjalan begitu saja tanpa niat menyalami papa dan mama nya, dia sudah benar-benar emosi sekarang.

"Berangkatnya dianterin Ulin!" suruh Arjun.

"Gak mau, si Ulin jorok!" tolak Cliera mentah-mentah. Ulin itu supir barunya Cliera. Dia ditugaskan untuk mengantar jemput nya bila Arjun dan Aisyah dinas keluar kota atau keluarga negeri.

"Terus mau berangkat ke sekolah pake apa?" tanya Aisyah.

"Pake kaki!" jawabnya ngasal. "Lagian Lie kan bisa bawa mobil sendiri dan mobil di rumah juga banyak yang nganggur."

"Kamu masih kecil belum punya SIM, kalo ditilang polisi gimana?"

"Sogok aja polisinya! Papa sama mama kan tajir, tiap hari kerja. Masa gak mampu bebasin tilangan Lie?" cibir Cliera. Biar tahu rasa mereka!

"Pokoknya, kamu berangkat dianterin Ulin!" kekeuh Arjun

"Gak mau, pa!"

"Gak boleh bantah! Harus nurut!"

"Kapan sih Lie ngebantah papa? Selama ini Lie selalu nurutin apa kata papa! Lie juga gak pernah nuntut untuk mama selalu ada di rumah! Tapi apa pernah kalian peduli sama Lie? Enggak 'kan? Jadi mulai sekarang, terserah Lie dong mau ngapain aja? Toh kalian juga sibuk sendiri!"

Skakmat!

Mereka tak dapat lagi berkata-kata. Ucapan Cliera barusan berhasil menohok orang tuanya.

"Permisi tuan, mobilnya sudah siap." Ulin datang tiba-tiba setelah selesai memanaskan mobil.

"Kamu anterin Lie ke sekolah." masih keukeuh memaksa. Tidak cukup apa ucapan Cliera tadi?

Setelah mengatakan itu, Arjun langsung pergi untuk berangkat kerja, disusul Aisyah yang mengecup kening putrinya sebentar lalu melangkah keluar rumah.

"Neng Lie, berangkatnya dianterin saya aja." ucap Ulin antusias.

Ulin itu modelan nya bukan om-om, apalagi aki-aki. Usianya juga masih kepala dua, dia juga masih seorang mahasiswa, tapi karena masalah biaya Ulin mengambil cuti dan berkerja sebagai supir untuk mengumpulkan uang dan melanjutkan kuliahnya. Karena kegigihan dan kerja kerasnya, Arjun bahkan tak segan untuk membantu membayar biaya kuliah, tapi Ulin menolak. Ada yang tertarik dengan Ulin? Ganteng Iho di.

Plakk.

"Ogah! Mendingan gue jalan kaki daripada berangkat sama lo!" tolak Cliera mentah-mentah.

Cliera menyamping tas ransel miliknya dan berjalan gontai ke luar rumah.

Mengetikkan pesan pada seseorang lalu berlari secepat kilat menuju garasi. Hari ini, dia akan berangkat sendiri, dengan mobilnya.

To Bi Siti

Lie pake mobilnya. Awasin Ulin, jangan sampe dia ngadu ke papa. Alapiyu Bi Siti.

From Bi Siti

Siap Non! Bibi awasin, kalo perlu bibi ancam dia pake gunting rumput.

Dan, Rencananya berhasil!

Cliera tersenyum kemenangan.

Berita tentang Cliera adalah anaknya Atmaja si pemilik yayasan sekolah sudah menyebar luas ke seluruh akun media sosial sekolahnya, maupun sekolah lain.

Awalnya mereka tidak percaya, tapi setelah melihat kedatangan Cliera yang mengendarai Ferarri 488, mereka semua bungkam.

Sejak kelas sepuluh, mereka tidak terlalu mengenal Cliera karena gadis itu begitu pendiam dan hanya berteman dengan beberapa siswa terdekatnya saja. Penampilannya yang dulu begitu menipu. Dulu Cliera polos, culun, dan pemalu. Siapapun yang melihatnya pasti mengira dia orang biasa. Tapi sekarang?

Cliera begitu mempesona dengan penampilan barunya.

"Bener yang Ehan bilang. Cliera anaknya pak Arjun, berarti tajir banget dong? Mobilnya Jejep aja kalah!" ujar Nata.

"Siapa bilang? Yang kaya gitu gue banyak dirumah. Cuma gue gak suka pamer aja!" ujar Jeffry.

"Hilih bicit!" cibir Nata.

Mengacuhkan teman-temannya, Rayhan melenggang pergi meninggalkan mereka.

"Maneh arek kamana, Ray?" tanya Gibran. (Kamu mau kemana?)

"Kelas!"

Mereka semua melongo. Sejak kapan Rayhan masuk pelajaran pertama? Biasanya dia hanya akan datang ke kelas saat jam terakhir saja, itupun sering pulang duluan.

"Tuh anak makin ngaco deh! Masa semalem dia nelpon gue dan nanyain tugas." ujar Reyhan.

"DEMI APA?!" pekik mereka serempak. Reyhan mengangguk malas.

"Yaudah yuk masuk kelas, bentar lagi pelajaran Bu Indah." ajak Reyhan.

Melihat gerak-gerik yang mencurigakan, Reyhan menoleh dan mendapati teman-temannya tidak ada. Kemana mereka?

"EHAN, GUE IZIN KE WARJOK DULU, BELOM SARAPAN. NANTI GAK NYENYAK BOBO DI KELASNYA!" teriak Gian.

"GUE KEBELET PIPIS!" teriak Nata.

"DUIT GUE ILANG, JATOH DI JALAN KAYANYA teriak Jeffry.

"GUE NEMENIN JEJEP NYARI CUAN!" teriak Gibran. "SAMA KIKO JUGA!" Gibran menggandeng tangan Kiko.

"DADAH EHAN..." teriak mereka serempak, kecuali Kiko.

Reyhan berdecak, "TEMEN LAKNAT!"