Di sebuah cafe yang cukup ramai pengunjung, terlihat dua orang wanita tengah memperebutkan seorang lelaki. Mereka terus bertengkar hingga membuat pengunjung lain merasa terganggu. Sebagian dari mereka hanya melihat saja tanpa memisahkan, sebagian lagi terlihat tidak peduli. Sementara itu para pegawai cafe mencoba mendekati mereka dan melerai, namun percuma saja, kedua wanita tengah asyik dengan perdebatan mereka.
"Dasar cewek murahan, beraninya lo ngerebut pacar gue!" ucap seorang gadis bermata sipit bernama Nina.
"Kurang ajar lo. Nyadar diri dong jadi orang, lo itu cewek jelek makanya cowok lo muak liat muka lo dan dia lebih milih cewek cantik kayak gue. Lagian lo sama dia kan udah putus, masih aja ngaku-ngaku pacarnya. Aneh!" balas gadis lainnya yang berambut pendek bernama Cindy.
"Nina, Cindy, udah, hentikan. Aku yang salah karena udah selingkuh di belakang kamu, Nin. Aku suka sama Cindy dan aku sama dia udah pacaran," ujar Sion, lelaki yang tengah diperebutkan oleh Nina dan Cindy.
Nina sangat terkejut saat mendengar ucapan Sion. Ia tak menyangka jika Sion akan memilih Cindy yang baru bertemunya beberapa bulan yang lalu dan hal yang paling membuatnya sakit adalah Sion telah menjalin kasih dengan gadis itu. Nina sudah tak dapat menahan air matanya lagi. Padahal Nina dan Sion sudah menjalin kasih selama 5 tahun, namun Sion memutuskan hubungan mereka karena seorang gadis berambut pendek yang terlihat lebih cantik dari Nina. Tentu saja melihat hal itu amarah Nina memuncak, siapapun tidak akan terima jika diperlakukan seperti itu oleh seorang lelaki.
"A .… Apa? Kamu .… Dia ….."
"Iya aku dan Cindy udah jadian." Sion memotong ucapan Nina dengan nada bicara yang sangat santai. Nampaknya ia sudah tahu hal ini akan terjadi. Wajahnya pun terlihat tak berdosa, padahal seharusnya ia merasa malu dan merasa bersalah kepada Nina. Namun lelaki itu tak merasakan kedua hal yang tadi disebutkan, ia sangat-sangat menyebalkan.
"AAAAAA .… Kamu gak boleh jadian sama dia!" ucap Nina marah, ia tak menerima ucapan lelaki itu. Ia pun mengambil gelas dan melemparkan gelas itu ke arah Cindy hingga mengenai kepala Cindy. Gelas itu langsung terjatuh dan pecah di lantai. Cindy kesakitan dengan benturan gelas yang mengenai kepalanya. Cindy pun membalas dengan melemparkan sebuah garpu ke arah Nina, namun Nina masih bisa menangkap garpu itu. Nina pun berteriak kesal dan mencoba untuk membalas perbuatan Cindy, namun Sion menghalangi perbuatan Nina.
"Udah, Nin. Malu sama orang lain. Mending kamu sekarang pulang aja," pinta Sion kepada Nina. Nina tak menerima ucapan Sion, ia langsung mendorong tubuh Sion hingga Sion terjatuh. Lalu Nina langsung menjambak rambut Cindy hingga mereka berdua pun terjatuh dan berguling-guling di lantai. Cindy yang kesal dan sangat marah dengan perbuatan Nina pun membalasnya dengan membenturkan kepala Nina ke lantai dengan kerasnya. Nina kesakitan dan tak sadarkan diri, tiba-tiba saja darah segar keluar dari kepalanya. Cindy mulai panik dan menjauhi tubuh Nina. Sion pun dengan sigap mendekati Nina dan segera membawa Nina ke rumah sakit terdekat.
Sion memaksa Cindy untuk bertanggung jawab dengan perbuatannya. Terpaksa Cindy menuruti kemauan Sion, ia ikut dengan Sion ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, Sion langsung membawa Nina ke UGD, namun dokter menyatakan jika Nina sudah tak bernyawa. Sion dan Cindy sangat terkejut dan amat tak percaya dengan kenyataan itu.
"Dokter cuma bercanda kan?" tanya Cindy mulai ketakutan.
"Maaf dek, jika bersangkutan dengan nyawa seseorang, saya tidak akan bercanda," ucap dokter itu dengan wajah serius. Cindy terdiam dan menangis ketakutan. Ia tak menyangka jika perbuatannya tadi sudah merenggut nyawa seseorang. Sion hanya bisa menenangkan Cindy dengan memeluknya.
"Saya permisi dulu," pamit dokter dan ia pun pergi.
"Apa yang harus aku lakuin, Sion? Aku takut," tanya Cindy sembari menangis didalam pelukan Sion.
"Kamu gak usah takut, lagian kamu gak sengaja kan ngelakuin itu ke Nina?" tanya Sion. Cindy hanya diam saja dan terus menerus menangis. Hingga tiba saatnya dimana mereka menghadiri acara pemakaman Nina. Cindy begitu tak kuasa menahan air matanya. Ia begitu merasa amat sangat bersalah karena telah tak sengaja membunuh mantan kekasih Sion. Cindy memang seorang gadis yang sulit untuk mengendalikan emosinya. Ia selalu saja melakukan hal yang kejam jika emosinya benar-benar meluap. Tak akan ada yang bisa menahan atau mengendalikan emosi Cindy. Saat ini ia hanya bisa menangis di depan batu nisan yang bertuliskan nama Nina.
"Cindy, ayo kita pulang, udah mau hujan nih," ajak Sion kepada Cindy yang terus menangis.
"Kamu duluan aja pergi ke mobil, aku mau ngomong sama Nina," balas Cindy tanpa menoleh kearah Sion.
"Tapi dia kan udah ….."
"Udah kamu pergi aja sana!" katanya memotong ucapan Sion. Dengan terpaksa, Sion pergi meninggalkan Cindy di kuburan Nina. Tanpa Sion ketahui, Cindy tersenyum puas sembari menghapus air matanya.
"Akhirnya lo mati juga, Nin. Gue emang sengaja ngelakuin itu ke lo biar lo cepet mati dan Sion menjadi milik gue selamanya. Kalau ada lo, gue yakin, hubungan gue dan Sion akan keganggu. Dan sekarang gue sangat bersyukur karena gue bisa nyingkirin sampah kayak lo. Haha .… Selamat bersenang-senang bersama cacing di dalam sana yaa, Sayangku," ucap Cindy begitu senang. Ia tertawa puas di depan pusaran makam Nina.
Tak ada yang tahu jika Cindy yang telah membuat Nina meninggal. Cindy dan Sion sama-sama menyembunyikan akan hal itu. Kedua orangtua Nina sudah menyerahkan kasus ini kepada pihak berwajib dan saat ini pihak berwajib tengah mencari tahu keberadaan pembunuh yang membunuh Nina. Cindy dan Sion sama-sama bungkam, mereka berdua tak mau berbicara sedikit pun tentang apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan saat diminta dijadikan sebagai saksi pun mereka berdua berbohong. Mereka tak mengakui kesalahan mereka, mereka berpura-pura tak tahu akan hal ini. Cindy lah yang telah membuat Sion berbohong demi dirinya. Ia tak mau jika ia sampai dipenjara. Sion terpaksa berbohong demi kekasih barunya yang kini ia cintai.
Kini mereka berdua begitu senang dengan kehidupan baru mereka. Mereka menjalin kasih tanpa ada gangguan dari siapapun. Walaupun saat ini perasaan mereka begitu tegang karena keluarga Nina yang terus meminta pihak berwajib untuk mencari pembunuh Nina.
"Aku takut suatu saat nanti kita ketahuan," ucap Sion tiba-tiba saat mereka berdua tengah berduaan di rumah Sion.
"Tenang aja, sayang. Kita gak akan kenapa-kenapa kok. Lagian waktu itu gak ada yang liat kan kejadian sebenarnya kayak gimana? Jadi kamu santai aja, gak usah takut," balas Cindy menenangkan Sion.
"Para staf dan beberapa orang di café itu memperhatikan kita bertiga, Cin. Aku takut kalau berita ini tersebar, mereka akan melaporkan kita ke pihak berwajib."
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.