Chereads / You Must Die / Chapter 14 - Harus Terima Akibatnya Part 2

Chapter 14 - Harus Terima Akibatnya Part 2

Baiklah, jika itu permintaannya akan ku lakukan. Aku akan mencaci maki mereka dengan mulutku, melukai mereka dengan kedua tanganku, dan jika bisa aku akan meludahi wajah mereka satu persatu. Aku sudah muak dibully, aku sudah muak merasa sakit, aku sudah muak dengan tangisan ibu yang selalu iba denganku, aku sudah muak dimarahi. Aku tidak mau lagi merasakan hal itu, aku ingin kehidupanku layaknya manusia lainnya tanpa pembullyan sedikit pun.

"Tenang aja, mereka udah kakak borgol," ujar Kak Stev. Kakak Stev memborgol para pembullyku? Bagaimana bisa?

"Kakak ngelakuin itu semua sendiri? Kok bisa? Apa mereka gak memberontak?" tanyaku.

"Ck, loe gak perlu tau itu semua. Gue ngelakuin hal ini buat loe. Anggap aja gue ini sutradara dan loe pemeran utamanya dan pemeran utama harus menjalani perintah sutradara. Ngerti?" tanyanya. Aku hanya mengangguk. Ya sudah, lagipula tak penting juga aku tau mereka memberontak atau tidak, yang kini harus ku tau adalah bahwa mereka kini tengah diborgol oleh kakakku. Mungkin dengan mereka diperlakukan seperti itu akan mempermudahku untuk meluapkan semua rasa kesalku kepada mereka nanti. Ah, aku baru teringat sesuatu. Sesuatu yang nanti akan ku lakukan di tempat dimana para pembullyku itu diborgol. Aku akan melakukannya tanpa berpikir panjang dan aku yakin setelah hal itu ku lakukan, mereka akan berhenti membullyku dan mereka pasti akan merasa takut denganku. Hihi, aku jadi tidak sabar melakukannya.

Kak Stev memintaku untuk segera pergi ke kamar dan beristirahat, ia mengatakan jika aku harus menyiapkan diri untuk melakukan hal itu. Aku menurutinya, aku segera masuk ke kamar dan mencoba untuk tidur siang. Setelah hampir empat jam aku tertidur, aku pun bangun. Lalu melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku segera membersihkan diri dan menghampiri ibuku yang tengah menyiapkan makan malam untuk keluarga.

Lalu setelah makan malam selesai, kakakku mengajak aku ke kamarnya. Kakak menjelaskan segala rencananya hingga dua jam kemudian, waktu yang ditentukan pun tiba. Penjelasan yang kakakku berikan begitu banyak, sedikit membuatku bingung, namun aku mencoba untuk memahaminya. Jam menunjukkan pukul 7 malam, aku dan kakak segera pergi dari rumah ke taman belakang sekolah setelah sebelumnya meminta izin kepada ibu.

Setibanya di sana, aku lihat mereka semua benar-benar diborgol di bagian kedua pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Kasihan, mereka tak dapat melarikan diri. Ya, kini aku berada di depan para pembullyku. Mereka semua adalah gadis-gadis yang sok berkuasa di sekolah, lebih tepatnya di kelasku. Membully orang-orang lemah sepertiku tanpa sebab. Dan mereka bernama Cally, Shela, April dan yang lainnya yang tidak bisa ku sebut satu persatu. Bukannya mereka banyak, hanya saja aku kurang mengetahui nama-nama mereka. Dan ketiga gadis yang kusebutkan namanya tadi adalah pembullyku yang paling parah. Mereka bertiga selalu membullyku tanpa henti dimana pun aku berada. Entah itu di kelas, di toilet, di kantin dan di tempat terbuka mereka selalu membullyku, mencaci makiku, dan menghinaku membuat harga diriku diinjak-injak oleh mereka. Kini mereka ada di hadapanku, sekarang aku yang akan membuat harga diri mereka terinjak-injak jika bisa aku akan membuat harga diri mereka hancur berkeping-keping.

"Gu-gue dimana?" tanya seorang gadis berambut hitam kecoklatan. Ia bernama Cally.

"Di ruangan kebal suara," jawabku. Dia menoleh. Aku yang tengah asyik memotong sebuah apel pun menatap tajam gadis itu. Ia menatapku sinis.

"Loe ngapain di sini, Culun?" tanyanya kepadaku. Aku berdesis.

"Lebih culun juga loe. Membully seorang anak polos seenak hati loe!" balasku kesal. Dia mengernyitkan dahinya.

"Loe berani sama gue, hah? Dasar cupu gak berguna!" cibirnya begitu kejam.

"Dasar jalang gak tau diri!" Aku pembalasnya, tentu saja aku tak mau kalah. Terlihat raut wajahnya menahan emosi. Ingin rasanya aku tertawa puas.

"Berengsek! Lepasin gue!" pintanya. Aku menggeleng sambil menggigit apelku.

"Sebelum loe lepas dan bebas dari sini, gue punya hadiah khusus buat loe. Tapi gue pengen teman-teman loe terbangun lebih dulu," ujarku lalu aku berjalan mengambil air mineral yang tak jauh dariku dan berjalan mendekati para pembullyku. Ku sirami tubuh mereka dengan air itu dan tak lama akhirnya mereka semua terbangun.

"Selamat datang di ruangan kebal suara ini. Silahkan kalian berteriak-teriak sesuka hati kalian," suruhku dan kembali menggigit apel yang sedari tadi berada di tangan.

"Lepasin gue, berengsek," teriak Cally.

"Gak mau."

"Ish. Kalau loe gak mau lepasin gue, lihat aja nanti di sekolah!" ancamnya. Aku tertawa.

"Di sekolah? Ckckck. Kenapa gak sekarang aja mumpung gue ada di sini, hm? Karena loe gak bisa ngelepas borgol loe? Iya? Hahaha bodoh! Sekarang atau pun nanti loe gak akan pernah bebas, jalang!"

"Berengsek loe, cupu!"

"Okelah. Gue gak punya waktu yang lama ya buat ngobrol sama kalian. Em ... langsung aja deh."

Aku segera membuang apelku ke sembarang tempat. Aku pun mengeluarkan sebuah revolver dari balik jaket. Jujur, tanganku bergemetar saat memegang benda ini. Sebenarnya kakakku yang menyarankan benda ini untuk ancaman. Jika aku mengancam mereka dengan benda ini, maka rencanaku akan berjalan lancar. Itu yang dikatakan oleh kakakku. Ku lihat wajah mereka semua terlihat pucat saat aku mengeluarkan revolver. Cih, aku tidak peduli.

"Gue punya beberapa pilihan yang harus dijawab oleh Cally, Shela, dan April," ucapku sembari menunjuk mereka dengan revolver yang di pegang ini.

"Untuk Cally, pilih Shela atau April?" tanyaku sambil mendekati Cally. Terlihat gadis itu menegang apalagi saat revolverku menodong ke arah kepalanya.

"JAWAB!" bentakku.

"Gue gak pilih siapa-siapa!" jawabnya dengan gugup. Aku mengernyitkan dahiku.

"Gue gak butuh jawaban apapun selain kata Shela dan April. Silahkan jawab dalam waktu 5 detik, sebelum peluru ini melubangi kepala loe!" ancamku dan mulai menghitung.

"Satu." Terlihat wajah Cally semakin pucat.

"Dua, cepetan dong."

"Tiga."

"SHELA, SHELA. Gue pilih Shela!" teriak Cally ketakutan dengan nada yang bergetar. Aku terkekeh.

"Ohh, kasihan ya April ditelantarkan. Ternyata Cally lebih sayang Shela daripada April. Kasihan," kataku lebih ke arah mengejek.

"Bu-bukan gitu. April, dengerin gue du-"

Terlihat raut wajah April yang menampakkan bahwa ia kecewa oleh Cally. Hahaha rasakan itu, akan ku buat persahabatan kalian hancur.

"Berengsek loe, Reina!" marah Cally. Aku terkekeh.

"Oke, selanjutnya April. Pilih Cally atau Shela?" tanyaku kepada gadis berambut pendek itu. Ia hanya terdiam.

"Satu."

"Dua."

"Cally!" jawab April cukup cepat. Aku terkejut.

"Ohh, ternyata yang disayang April adalah Cally. Padahal Cally lebih sayang Shela. Ckckck ... selanjutnya Shela. Pilih April atau Cally?" tanyaku sembari menghadap Shela yang sangat ketakutan.

***

Bersambung...

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.