Embun pagi menemani langkah kaki Keiyona yang sedang berjalan menyusuri area jalanan kompleks rumahnya. Ia menendang-nendang kerikil kecil yang Keiyona jumpai di jalanan. Pagi tadi, ia mendapat kabar dari pelayan setia di rumahnya kalau kedua orang tuanya telah pergi. Mereka kembali melanjutkan perjalanan bisnis yang memang selalu terjadi.
Keiyona memegang pipi kanannya dengan pelan. Rasa nyeri masih terasa disana, terutama pada hatinya yang selalu membekas dengan perih.
"Kenapa ya?" tanyanya dalam hati karena Keiyona tidak pernah merasa bahagia sekali pun.
"Ini tolong di angkat ke atas ya pak." ujar seorang pria dengan suara beratnya.
Keiyona menghentikan langkahnya. Ia menoleh pada rumahnya, lalu beralih pada seberang rumahnya yang selama ini tidak berpenghuni. Namun pagi ini, ia dapat melihat sebuah truck bewarna kuning parkir disana. Beserta banyak barang yang tersusun rapi di bak kuning itu.
"Ada yang pindahan ya?" tanya Keiyona pada dirinya sendiri.
Entah mengapa kakinya melangkah mengikuti pikirannya yang mengatakan bahwa ia harus ada di rumah yang akan segera di isi itu. Setelah sekian lama di biarkan kosong begitu saja, akhirnya hari ini sudah terisi.
"Semoga anak tunggal kaya raya, ya Tuhan." ujar Keiyona berdoa sembari melipat kedua tangannya dan menengadah ke langit yang tampak sudah semakin terang.
Brukh!
Keiyona langsung terlonjak kaget ketika sebuah benda terjatuh dari atas truck kuning itu. Sebuah sofa kecil terjatuh dan hampir menimpa dirinya. Rasa lega bercampur kesal pun menyelimuti Keiyona saat ini.
"Hati-hati dong pak!" ketus Keiyona memekik kesal melihat keteledoran sang pengangkat barang itu.
"Maaf ya mbak, habisnya mbak ngapain juga disitu?" ujar tukang pengangkat barang itu.
"Kenapa nyalahin saya?!" ketus Keiyona yang masih kesal.
"Sudah pak, tidak perlu di ladeni orang seperti itu." ujar seorang pria yang lebih tinggi dari Keiyona.
Sepertinya orang itu adalah pemilik rumah yang akan segera terisi itu.
Keiyona pun langsung menengadahkan kepalanya dan betapa terkejutnya dia melihat seorang pria yang memiliki paras tampan menatapnya dengan tatapan datar.
Wait.
Keiyona mengenal pria menyebalkan itu.
"Om?!" pekiknya tak terkontrol sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya.
"Kamu ngapain disini?" tanya pria yang menurut Keiyona sangat menyebalkan.
"Wait, jadi om yang akan nempatin rumah ini? Mimpi apa gue?!" pekiknya lagi.
"Nona Kei!"
Pria yang bernama Clayton itu menatap sebuah rumah yang berada tepat di seberang rumahnya. Seorang wanita paruh baya tergesa-gesa menghampiri anak gadis yang ada di hadapannya. Terlihat ekspresi panik yang wanita tua itu perlihatkan di wajahnya.
"Shit, lo ngapain pindah kesini sih? Atau lo nguntit gue ya?" sarkas Keiyona dengan ekspresi menyebalkan bagi Clayton.
"Maaf sebelumnya, tapi saya tidak selera sama kamu." celetuknya yang semakin membuat Keiyona merasa kesal.
"Apa om bilang?!"
"Astaga nona Kei, kamu kemana saja semalaman? Mbok khawatir kalau terjadi sesuatu sama nona." ujar wanita paruh baya yang menghampiri Keiyona.
Keiyona menghelakan napas dengan kasar. "Jangan berlebihan mbok. Sekarang aku lagi ada urusan sama nih om-om." kata Keiyona membuat pelayan di rumahnya itu pun menatap seorang pria tampan yang juga sedang menatapnya.
"Apa ini anak majikan anda?" tanya Clayton yang masih berusaha bersabar.
"Iya tuan, saya hanya seorang pelayan di rumah nona Kei. Saya Lasti, panggil mbok saja tuan." kata mbok Lasti memperkenalkan diri dengan baik.
"Alright, saya cuman mau mengingatkan saja agar anda bisa mendidik anak majikan anda yang tidak tahu diri ini. Dia sangat tidak sopan berbicara pada saya." kata Clayton membuka kembali luka di hati Keiyona.
Bugh!
Anak tidak tahu diri!
Ingatan itu kembali menghantuinya.
Sial, Keiyona sangat membenci kalimat itu.
Mbok Lasti tampak memperhatikan Keiyona yang saat ini terlihat linglung. Pandangannya yang kosong membuatnya semakin merasa khawatir bahwa anak majikannya itu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
"Nona Ke--"
Belum senpat mbok Lasti membuyarkan lamunan Keiyona, anak majikannya itu sudah langsung memutar tubuhnya dan melangkah cepat menuju ke dalam rumahnya. Melihat hal itu, mbok Lasti langsung berpamitan pada Clayton dan berjalan cepat mengejar Keiyona yang sudah lebih dulu membanting pintu utama rumahnya.
Clayton mengangkat alisnya merasa heran. Apa dia salah berbicara? Well, ia juga tidak peduli mengingat anak aneh itu juga tidak berlaku sopan terhadapnya.
Impas bukan?
"Dasar."
*
Keiyona merebahkan tubuh indahnya di atas kasurnya yang empuk. Ia menatap langit-langit kamarnya yang tampak hampa dan kosong, mewakili perasaannya saat ini. Subuh tadi kedua orang tuanya sudah langsung berangkat ke Paris untuk urusan bisnisnya. Dimana ayahnya adalah seorang pebisnis sukses dan ibunya seorang designer yang cukup populer, walaupun tidak terlalu sibuk. Namun kedua orang tuanya memilih untuk selalu menyibukkan diri agar mereka tidak perlu repot-repot untuk menyisikan waktu untuk Keiyona sejak dulu kala sampai saat ini. Lagi pula, Keiyona tidak lagi membutuhkan mereka. Ia hanya butuh uang, itulah yang ada di pikirannya saat ini. Setidaknya dengan uang ia bisa melakukan apa saja dan berfoya-foya dengan itu.
"Nona Kei?"
Keiyona langsung memejamkan matanya ketika mbok Lesti memasuki kamarnya dan menghampiri dirinya yang tergeletak di atas kasur miliknya.
"Saya tahu nona belum tidur. Mbok udah masak masakan kesukaan kamu. Kalau pun nona Kei sedang bersedih, setidaknya perut nona tidak boleh kosong. Kalau nona butuh sesuatu bisa panggil bibik di bawah ya." kata mbok Lesti, kemudian meninggalkan Keiyona sendiri di dalam kamarnya.
Tanpa sadar, Keiyona tertawa dengan miris. Ia menertawakan diri dan hidupnya yang benar-benar tidak pernah merasa bahagia. Kebahagiaan sangat sulit di gapai bagi Keiyona, padahal orang lain bisa sangat bahagia dengan hal kecil. Namun Keiyona tidak bisa.
Keiyona mengambil ponselnya yang mendadak berbunyi. Sebuah panggilan dari seorang teman dekatnya yang selalu mengajaknya untuk sedikit bermain disana. Dimana tempat itu akan membuat Keiyona merasa nyaman setidaknya dalam beberapa jam.
"Gue tunggu lo jam 9 nanti. Dia juga bakal datang, jangan lupa."
Tut.
Panggilan telepon itu Keiyona akhiri dengan sepihak. Ia kembali menghelakan napasnya kasar. Sampai kapan ia harus menjadi seperti ini? Kenapa Keiyona harus terus berpura-pura bahwa ia selalu baik-baik saja? Keiyona sakit. Ia tidak sekuat yang orang-orang sekitarnya pikirkan dan lihat. Ia selalu sakit dan menangis setiap malamnya, tapi tidak seorang pun yang mengetahui fakta itu. Keiyona bahkan sangat membenci dirinya sendiri yang hidup dengan penuh cinta dan kasih sayang di hatinya. Namun orang-orang di sekitarnya selalu menyakitinya dan membentaknya. Keiyona tidak menyukai hal seperti itu.
"Poor you, Kei."
*