Chereads / Tetanggaku Yang Seram / Chapter 39 - Hidup Masih Berlanjut

Chapter 39 - Hidup Masih Berlanjut

Hari ini Alice dan Carlos pulang ke Oxford dengan mengendari bis kota.

Sepanjang perjalanan itu  Alice lebih sering berdiam diri.

Felix tidak ikut pulang sekarang, karena sang Bibi sedang berkunjung ke rumahnya. Kemungkinan Felix akan pulang bersama dengan bibinya beberapa hari lagi.

"Alice, kenapa diam saja?" tanya Carlos seraya merapikan rambut wanita itu dengan lembut.

Alice memalingkan wajahnya.

"Aku hanya ingin berdiam saja," jawab Alice.

Carlos menangkap ketidaknyamanan sikap Alice saat bersamanya.

Akhirnya Carlos pun memilih untuk diam.

Mungkin  dengan begini, Alice tidak akan terlalu kesal kepadanya. Yang ia harus terapkan pada dirinya adalah kesabaran.

Butuh waktu bagi Alice untuk benar-benar memaafkannya.

Alice melirik kearah Carlos secara diam-diam, kemudian dia menarik sedikit ujung bibirnya, raut sinis terpancar jelas. Sosok yang ada di sampingan kini tak lebih seperti penganggu saja.

Dia membayangkan saat pertama ia datang ke kota London.

Dalam bis itu dia hanya duduk sendirian dan menangis sepanjang jalan. Terdengar hiruk-pikuk para penumpang lain yang ia anggap tidak ada.

Saat itu dunia seakan berhenti berputar dan ia harus berjuang sendirian menghadapi cobaan besar dalam hidupnya.

Waktu itu ia sedang melepaskan bayang-bayang Carlos, dan melenyapkan segala kenangan indah dari pikirannya.

Namun setelah berhasil, sayangnya Carlos kembali hadir.

Mungkin saat ini dia sedang berhutang budi kepada pria itu, sehingga dia masih mau duduk dalam satu kursi bersama sang mantan suami.

Perlahan Alice meraih sebuah ponsel dari sakunya.

Dan secara tidak sengaja dia  menjatuhkan ponsel itu.

Carlos dengan sigapnya meraih ponsel yang terjatuh kemudian memberikannya kepada Alice.

"Ini, ponsemu," tukasnya.

"Terima kasih." Jawab Alice singkat, seraya meraih ponselnya dari tangan Carlos.

Suasana mendadak canggung.

Carlos kembali terdiam, namun netranya melirik kearah Alice secara diam-diam. Wanita itu tengah sibuk menatap layar ponsel. Namun pandangannya tampak kosong. Memang ini semua ia lakukan hanya untuk mengalihkan pandangan dari Carlos.

Perasaan bercampur aduk mengganggu pikirannya.

Benci, tapi dia juga tak tega jika harus mengoceh atau memaki Carlos saat ini.

Satu bulan berada di London nyatanya mampu membuatnya melupakan Carlos. Namun ada kejadian yang lebih buruk telah menimpanya.

Mengenal Sea jauh lebih menyeramkan dari melihat Carlos yang sedang bercinta dengan Caroline.

Dan hal itu berhasil membuat semangat hidup, dan kepercayaan dirinya memudar.

Dia seperti mendapatkan sebuah kutukan, yang seakan tak mengizinkan hidupnya bahagia.

*****

Musim gugur hampir usai,  kini sudah memasuki pertengahan bulan November.

Alice baru saja pulang dari ruangan seorang Psikiater.

Ditemani oleh Felix.

Dia mulai memasuki mobil, dan Felix juga yang mengemudikan mobilnya.

"Alice, bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih baik?" tanya Felix.

"Ya ... aku rasa begitu," jawab Alice kurang bersemangat.

Sejak kejadian akhir Oktober kemarin, membuat kehidupan Alice berubah drastis.

Dia tak bisa sendirian terlalu lama. Bayang-bayang Sea terus menggelayutunya.

Bahkan dia sampai mengalami depresi.

Untuk menyembuhkan trauma dan ketakutan  di pikirannya, membuat Alice terpaksa harus bolak-balik ke Psikiater.

*****

Baru saja sampai di depan pintu rumah Bella, Diana dan  Daniel, menghampirinya.

"Bibi Alice, baru pulang?" tanya Diana.

"Iya, Sayang," jawab Alice sambil tersenyum samar.

"Lalu siapa Paman ini?" tanya Daniel seraya menunjuk kearah Felix.

Dan pria itu dengan sikap ramahnya mengulurkan tangan kearah Daniel.

"Halo, aku Felix, kamu siapa?" tanya Felix. Dan Daniel pun juga menymbutnya dengan suka cita.

"Aku Daniel, Paman!" jawabnya bersemangat.

Kemudian Felix beralih berkenalan kepada Diana.

"Hai, Cantik! Nama kamu siapa?"

"Aku, Diana, Paman!" jawab gadis itu.

"Bibi Alice, kenapa tidak mengajak Paman Carlos saja?" tanya Diana dengan raut polosnya.

"Emm ...." Alice menoleh pada Felix, dan terlihat jelas jika Felix tidak suka ada nama 'Carlos' yang disebut.

Daniel, sudah lebih dewasa dari Diana, sehingga dia sudah paham dengan alasan Alice yang tak lagi bersama Carlos. Anak lelaki itu tahu jika mereka telah bercerai.

Dengan reflek Daniel menyikut pelan tangan sang adik.

"Diana, Bibi Alice dan Paman Carlos itu sudah bercerai," bisiknya.

"Cerai itu apa?" tanya Diana masih dengan raut yang polos. Kedua mata Daniel menajam dan memberikan isyarat kepada Diana agar tidak banyak bertanya.

"Ssstt ...!" Danil menaruh satu jari telunjuk pada bibir Diana yang menandakan 'diam'

Daniel merasa tidak enak pada bibinya.

Melihat kedua keponakannya sedang berdebat, Alice segera mengajak Felix dan kedua bocah itu untuk masuk ke dalam rumah.

"Eh, sudah! Ayo kita masuk ke dalam!" ajak Alice.

Kemudian mereka semua menurutinya.

Dan tak lama Bella menghampiri.

"Hei, kalian sudah datang! Ayo kita makan siang dulu, aku baru saja selesai memasak!" ujarnya.

"Ah, terima kasih, Bella, tapi aku masih kenyang," kata Alice.

"Kau masih kenyang, tapi bagaimana dengan Felix, aku yakin dia lapar, dia belum makan sejak pagi, kan?" kata Bella.

"Ah, aku dan Alice tadi sempat sarapan di jalan walau telat, Kak Bella, " ujar Felix.

"Sudah tidak apa-apa, ayo kita makan sekarang!" ujar Bella seraya menarik tangan Alice dan Felix.

"Daniel, dan Diana, juga makan, ya!" suruh Bella.

Mereka berbondong-bondong pergi ke ruang makan.

Dan duduk mengelilingi meja bundar. Suasana tampak hangat, aneka makanan lezat hasil masakan Bella memenuhi meja itu.

"Ayo di makan!" sergah Bella. Dan wanita itu juga melayani putra-putrunya.

Kini semuanya sedang menikmati masakan Bella, namun Bella malah melamun, sambil memandang satu porsi Casserole yang ada di depannya.

Tak sadar netra wanita itu mengeluarkan butiran bening.

Dia teringat pada sang suami, Casserole adalah makanan favorit Archer.

"Ibu, kenapa diam saja?" tanya Daniel.

Kemudian tangan mungil Diana mengusap wajah Bella.

"Ibu, sedang menangis, ya?" tanya Diana. Bella terkesiap dan segera memasang senyuman di depan putra-putrinya.

"I-bu, tidak menangis!" ucapnya menyangkal tuduhan putrinya.

Alice segera mendekati Bella dan merangkul pundak wanita itu.

"Bella, kamu yang sabar, ya ... aku tahu ini sulit. Tapi aku juga tahu kamu adalah wanita yang hebat, kamu pasti bisa melewatinya. Aku berjanji akan selalu ada untukmu, seperti kamu yang selalu ada untukku," tukas Alice. Dia juga mengusap rambut sang kakak dengan lembut.

Air mata Bella keluar lebih deras, namun bibirnya tersenyum.

Setidaknya dia memiliki orang-orang yang selalu ada untuknya. Walau dia harus kehilangan seorang pria yang sangat ia cintai.

Bagaimana pun kehidupannya tetap harus berlanjut, Diana dan Daniel masih membutuhkannya.

Dia yakin bisa melewati semua ini karena dia adalah wanita yang tangguh, seperti apa yang dikatakan oleh Alice.

*****

Tok! Tok! Tok!

Terdengar seseorang yang mengetuk pintu rumah.

"Biar aku saja yang membukanya!" kata Felix. Dan pria itu pun bergegas membukakan pintu.

Mendadak suasana hati Felix begitu suram, saat mengetahui orang yang hendak bertamu adalah Carlos.

To be continued