Caroline masih berada di kamar Carlos. Bahkan perempuan itu belum mengenakan pakaian sama sekali. Dia tersenyum dengan puas. Rasanya adegan yang tadi masih terngiang-ngiang dalam benaknya.
Dia meraih ponsel dan membuka tombol kamera.
'Carlos, masih tidur. Ini adalah kesempatan yang baik bagiku,' bicara Caroline di dalam hati.
Dengan senyuman liciknya Caroline merekam kebersamaannya dengan Carlos.
Dia tersenyum manis, dan hanya menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut tebal. Kemudian dia mengecup pipi Carlos dengan manja. Pria itu tak merespon karena masih kelelahan. Dan hal ini benar-benar kesempatan yang baik.
Bahkan dia juga merekam adekan saat ia memeluk Carlos di bawah selimut yang sama. Vidionya terlihat sangat sempurna.
'Harusnya aku merekamnya sejak tadi, pada adegan panas bersama Carlos!' batin Caroline.
'Huh ... tapi itu tidak mungkin. Karena Carlos pasti akan melaranganya,'
Kemudian dia melontar sebuah kalimat agar vidionya terlihat sempurna.
"Dia pria yang sangat kucintai," ucapnya dengan manja. Lalu Carol mengecup pipi kiri Carlos sebagai adegan pemanis, agar nuansa romantis terlihat nyata.
Dan perlahan Carlos membuka matanya.
"Carol ...," ucapnya dengan suara parau. Dan dengan segera Caroline menyimpan vidio yang berhasil ia dapat. Lalu wanita itu dengan senyuman manis menyambut Carlos.
"Hai, Carlos! Kau sudah bangun?" Dia mengusap rambut pria itu.
Carlos menganggukkan kepalanya, perlahan dia bangkit dari tempat tidur.
"Cepat pakai bajumu, dan aku akan mengantarkanmu sekarang!" suruh Carlos.
"Ini sudah terlalu malam, Carlos. Biarkan aku menginap di sini, ya?" rengek Caroline.
"Tapi kau—"
"Carlos ... aku mohon, Sayang ... malam ini saja, biarkan aku menginap di sini," pinta Caroline dengan wajah memelas.
Carlos melihat keluar jendela, dan susana memang sudah larut malam dan sangat sepi. Dia sampai lupa waktu karena keasikan bercinta dengan Caroline.
Kini perasaan bersalahnya terhadap Alice kembali menggelayuti pikiran Carlos.
Akan tetapi dia juga tidak bisa mengusir Caroline saat ini. Lagi-lagi dia berpikiran jika bermalam dengan Caroline sebagai salam perpisahan.
"Yasudah, kamu boleh menginap di sini sekarang," ujar Carlos.
"Benarkah?"
"Iya!"
Caroline benar-benar bahagia mendengarnya, dan dia segera memeluk tubuh pria yang ada di hadapannya itu. Namun Carlos tampak keberatan. Dia hendak melepaskan tubuhnya dari pelukan Caroline, namun wanita itu semakin mencengkram kuat tubuh Carlos dalam rengkuhnya.
Akhirnya Carlos menyerah, dan tetap membiarkan Caroline memeluk sesuka hati.
"Aku boleh tidur di kamar ini lagi, 'kan, Carlos?"
"Iya, nanti biar aku yang akan tidur di luar," jawab Carlos.
"Kenapa begitu? Aku ingin menghabiskan malam bersama, Carlos! Sebelum pada akhinya kamu menjadi milik Al—"
"Ah, iya, boleh!" jawab Carlos memotong ucapan Caroline. "Tapi ada syaratnya," ujar Carlos.
"Apa?" tanya Caroline dengan penuh antusias.
"Bisa kau pakai bajumu lagi?"
"Ah tentu saja!" jawab Carlorine, lalu dia langsung bergegas memakai pakaiannya.
Setelan itu dia kembali merebahkan tubuh di samping Carlos.
"Kamu punya pakaian lain, 'kan? Kenapa harus menggunakan lingerie itu lagi?" protes Carlos.
"Sebenarnya ada sih, tapi ada di mobil! Boleh aku meminjam bajumu?" tanya Caroline. Carlos pun mengambilkan kemejanya dari dalam lemari.
Setidaknya pakaian ini terlihat lebih tertutup ketimbang lingerie seksi milik Caroline.
***
Sedangakan di kediaman Bella, tampaknya Alice yang sedang tidur di kamarnya sendirian, sementara Bella tidur di kamar lainnya bersama Diana dan Daniel.
Dalam kesendirian itu, Alice mulai tak tenang. Mimpi buruk mulai menghampirinya.
Dalam mimpinya, Alice bertemu dengan Clara.
Gadis kecil berwajah pucat itu menuntunnya menuju rumah Sea.
Dia mengingat kejadian buruk yang pernah ia alami, sehingga membuatnya yakin akan melihat kejadian buruk lagi, apabila membuka pintu rumah itu
"Tidak!" teriak Alice dengan lantang, "aku tidak akan membuka pintu itu!" pekiknya.
Clara menatap Alice dengan nanar, dia tampak kecewa.
Namun gadis itu tak menyerah, dia kembali meraih tangan Alice, dan terus menariknya agar Alice mau masuk ke dalam rumah itu.
"Clara! Lepaskan!" bentak Alice. Dia menepis tangan kecil Clara.
Kemudian Alice berjalan mundur dan memaki gadis kecil yang ada di hadapannya.
"Kau itu sudah mati, Clara! Kenapa kau masih menggangguku! Alam kita sudah berbeda!" ujar Alice. Gadis itu hanya diam saja, kedua matanya menatap Alice dengan raut memelas. Dia seperti hendak menunjukkan sesuatu yang ada di dalam rumah Sea.
"Jangan menatapku seperti itu! Apa pun alasannya aku tidak akan mau masuk ke dalam rumah itu lagi!" tegas Alice. Kemudian Alice memalingkan wajahnya dan berlalu pergi.
Namun langkah Alice di hentikan dengan teriakan Clara.
"Bibi Alice!" ucapnya. Seketika Alice menengok kearah gadis kecil itu.
"Kau, bisa bicara?" tanya Alice. Dia bertanya hal ini kepada Clara, karena sebelumnya dia tidak pernah mendengar suara Clara.
"Bibi Alice! Ayo ikut aku!" teriaknya seraya menarik tangan Alice dengan paksa, Alice tampak kewalahan.
"Lepaskan aku, Clara!" bentak Alice.
"Aku mohon tolong aku, Bibi! Tolong Ibuku!" ujar Clara, dan tangannya masih memaksa Alice agar mau masuk ke dalam rumah.
Alice tak bisa menghentikan tarikan tangan itu, memang sulit dipercaya ... tangan kecil Clara seperti memiliki kekuatan super, hingga dia tak berdaya dan terseret masuk ke dalam rumah.
Kemudian Clara melepaskan tangan Alice ketika berada di depan sebuah perapian.
"Bibi, itu!" Clara menunjuk sebuah lubang perapian.
"Tolong, Bibi!" ucapnya sekali lagi.
Namun Alice malah berlari ketika Clara sedang lengah.
Clara menoleh dengan sorot mata yang tajam. Gadis kecil itu tampak marah, lalu mengejar Alice dan kembali menarik tangannya.
Alice meronta sekuat tenaga, agar bisa terlepas dari Clara.
Dia berteriak-teriak histeris.
Dan teriakan itu membuat Bella serta kedua anaknya terbangun.
Mereka berbondong-bondong menghampiri Alice.
Tampak Alice yang masih memejamkan mata sambil berteriak-teriak dan menangis, tubuhnya bergerak-gerak di atas tempat tudur.
"Alice! Bangun, Alice!" panggil Bella seraya menepuk-nepuk wajah adiknya.
"Bibi Alice! Ayo bangun!" panggil Diana.
"Bibi, kenapa?" tanya Daniel yang ikut panik.
To be continued