Caroline tidak mau terlihat rendah di depan Alice. Apalagi kalau sampai Alice tahu, dia memang tidak diizinkan masuk ke kamar oleh Carlos.
Secepat mungkin Caroline harus mendapatkan ide, untuk membuat Alice mempercayainya.
"Aduh, Alice! Kamu itu jangan mengada-ada dong! Mana mungkin Carlos tidak mengizinkanku masuk ke dalam? Tentu saja dia tidak tega!" ucap Caroline dengan suara manja.
"Oh, ya? Tapi sofa itu terlihat berantakan? Ada selimut dan bantal?" Alice melirik bagian tangga atas, dan tampak pintu kamar Carlos yang masih tertutup. "Dan pintu kamar juga masih tertutup, lo? Kamu yakin semalam tidur di dalam bersama, Carlos?" sindirnya pada Caroline.
Caroline sedikit geragapan, tetapi dia tidak mau menujukkan kepanikan itu. Dan berusaha untuk terlihat santai.
"Ah, begini ... biar aku jelaskan, Carlos sedang berganti pakaian, dan aku juga baru turun dari kamar itu. Kalau masalah sofa yang berantakan ... aku hanya lupa membereskannya saja. Kemarin sore aku dan Carlos baru saja bergulat romantis di sofa itu, kau tahu, 'kan? Dan aku tidak perlu menjelaskan adegan panas kami, kepadamu!" tutur Caroline seraya tersenyum nakal.
Alice hanya menggelengkan kepalanya seraya berdecak heran. Dia tak habis pikir mengapa dulu bisa berteman baik dengan orang seperti Caroline.
"Yasudah aku percaya! Aku juga tidak heran kalau kalian melakukan hal yang tidak senonoh di manapun kalian mau! Kalian, 'kan memang sama-sama
Brengsek!" ujar Alice yang tampak cuek. Sedangkan Caroline tampak lega karena Alice mempercayai ucapannya, hanya saja dia merasa kesal karena Alice malah tak peduli sama sekali.
Padahal Caroline berharap Alice akan kesal dan marah kepadanya, karena mendengar ia yang baru saja bermesraan dengan Carlos. Namun nyatanya tidak.
"Dimana pacarmu? Aku ada perlu sedikit dengannya!" ujar Alice.
"Aku bilang dia sedang berada di kamar! Mau apa sih?!" bentak Caroline.
"Hei, Carol! Kamu jangan membentak Alice!" sengut Felix yang tak terima.
"Diam, kamu! Jangan ikut campur!" sengut Caroline pada Felix.
"Dasar, Jalang! Tidak tahu diri!" umpat Felix pada Caroline.
"Apa kamu bilang?!" Caroline pun tampak kesal dengan ucapan Felix.
Namun Alice berusah melerai kedua orang itu.
"Sudah! Sudah! Kalian jangan ribut!" bentak Alice.
Dan tak lama pintu kamar terbuka, lalu muncul Carlos yang mulai menuruni tangga.
Pria itu terkejut melihat kehadiran Felix dan Alice, terlebih Caroline juga ada di tempat ini. Carlos tidak tahu jika sejak kemarin Caroline itu tidak pulang.
"Ada apa ini?" tanya Carlos.
"Ah, bagus, kau datang juga, Carlos! Aku ingin mengmbil barangku yang tertinggal, aku harap kau tidak membuangnya!" tukas Alice.
Sedangkan Caroline tampak mencibirkan mulut mendengar ucapan Alice.
"Halah, palingan cuma alasan!" gumamnya.
"Diam!" bentak Felix. Seketika Caroline terdiam, tetapi kedua matanya melotot memandang Felix.
Sedangkan Alice mulai mendekati Carlos.
"Apa kau tahu kotak perhiasan berwarna merah, yang bahannya terbuat dari kain beludru?" tanya Alice pada Carlos.
Kemudian pria itu menganggukkan kepalanya.
"Aku masih menyimpannya!" jawab Carlos, "biar aku ambilkan untukmu, Alice,"
"Ah, baiklah aku tunggu di sini, ya!" jawab Alice.
Carlos memutar langkahnya dan kembali masuk ke dalam kamar. Lalu ia turun ke lantai bawah lagi, dengan membawa barang yang dicari oleh Alice.
"Benda ini, 'kan?" tanya Carlos memastikan.
"Iya!" jawab Alice sambil tersenyum senang. Kemudian dia segera meraihnya.
Alice membuka kotak itu, dan benar saja ... kalung yang ia cari ada di dalamnya.
"Syukurlah, aku sudah menemukannya," Alice mencium kalung itu, "aku akan membetulkan kembali kalung ini." Kemudian Alice menutup kotak perhiasannya lagi, dan langsung berpamitan kepada Carlos.
"Baiklah, terima kasih, Carlos. Kamu sudah menyimpan barangku dengan baik, sekarang aku mau pulang dulu, ya!" tukas Alice seraya menarik tangan Felix.
"Ayo, Felix!" ajaknya.
'Tunggu!" ujar Carlos, kemudian pria itu mendekat, dan melepaskan tangan Alice dari tangan Felix.
"Apa-apan, sih?" sengut Felix. Namun Carlos tak menggubris.
"Alice, kenapa buru-buru? Apa kamu tidak ingin mengobrol denganku sebentar saja?" tanya Carlos.
"Ah, aku rasa tidak ada topik obrolan. Lagi pula aku tidak mau menggangu kemesraan kalian," jawab Alice seraya melirik kearah Caroline.
"Maksudmu, aku dan Caroline?" tanya Carlos yang mulai emosi.
"Tentu saja! Yasudah aku pergi!" kata Alice.
"Hei, tunggu, Alice! Aku dan Caroline itu sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi!" ucap Carlos meyakinkan Alice.
"Begitu ya?" Alice menghela nafas jengah. "Padahal ada hubungan pun tidak masalah! Toh, aku tidak peduli lagi! Hanya saja aku benci dengan sikap munafikmu itu, Carlos!" tegas Alice.
"Aku tidak munafik!" sangkal Carlos.
"Oh, ya? Tapi bukankah tinggal satu rumah dengan wanita lain itu tidak baik, ya?" sindir Alice.
"Aku juga tidak tinggal satu rumah dengannya!" tegas Carlos.
"Kalau bermalam?"
"Aku juga tidak bermalam dengannya!"
"Ah, sudahlah, Carlos! Aku tidak peduli! Aku hanya ingin hidup tenang, dan mari jalani hidup masing-masing!" kata Alice.
Namun Carlos tidak mau menerima tuduhan Alice.
Karena dia memang tidak bermalam dengan Caroline.
"Alice, aku hanya mencintaimu! Jadi tolong jangan tinggalkan aku ...," rengek Carlos.
"Cih! Cinta katanya?" Alice tersenyum sinis.
"Iya! Aku sangat mencintaimu! Dan aku tidak mau kehilangan kamu lagi!" kata Carlos.
"Buang omong kosongmu itu, Carlos!" bentak Alice.
"Aku bicara apa adanya! Dan apa yang kamu lihat hari ini tidak seburuk yang kamu pikirkan, Alice!" ucap Carlos yang tak hentinya meyakinkan Alice.
"Aish!" Alice mendesis kesal, dan dia tak mau mempedulikan Carlos lagi. Alice melenggang pergi bersama Felix.
Mobil pun mulai melaju, meninggalkan kediaman Carlos. Tampak Carlos yang berteriak-teriak berusaha menghentinya. Namun sudah tidak ada guna, mobil mereka kian menjauh.
Carlos benar-benar tak rela ditinggal pergi oleh Alice.
Sementara Felix tampak senang melihatnya. Ternyata Alice benar-benar sosok yang sangat tegas.
Dia sama sekali tak terpengaruh dengan mulut manis Carlos.
***
Sepulangnya dari rumah Carlos, Alice dan Felix berhenti di sebuah restoran.
Mereka melepas lelah dan penat di tempat itu. Serta mencari makanan untuk mengisi perut yang sudah keroncongan.
Sembari menunggu pesanan datang, mereka berdua saling mengobrol.
"Alice, kadua matamu mulai ada lingkar hitamnya, kamu kurang tidur, ya?" tanya Felix.
"Iya." Jawab Alice singkat.
"Kenapa? Kamu mimpi buruk lagi?"
"Ah ... lebih tepatnya aku takut bermimpi buruk lagi, sehingga aku memutuskan untuk tidak tidur semalaman," jawab Alice.
"Astaga! Itu tidak baik untuk kesehatan, Alice!" oceh Felix pada Alice.
Dan di situ Alice mulai menceritakan semua mimpi yang ia alami. Termasuk pertemuannya dengan Sea serta Clara.
"Felix, Sea dan Clara terus menggangguku," tukas Alice.
"Itu hanya mimpi, Alice!" kata Felix.
"Iya, aku tahu hanya mimpi, tapi dalam mimpi itu, mereka seolah ingin menujukkan sesuatu,"
"Maksudnya?"
"Perapian!" jawab Alice.
"Perapian?" Felix tampak bingung, "memangnya ada apa dengan perapian?"
"Entalah ... tapi berulang kali, Clara dan Sea terus mengajakku melihat kearah perapian," jawab Alice.
To be continued