Chereads / Tetanggaku Yang Seram / Chapter 50 - Kecelakaan Yang Menimpa Caroline 

Chapter 50 - Kecelakaan Yang Menimpa Caroline 

"Alice, aku rasa kamu hanya terbawa oleh mimpi saja. Dan soal perapian yang ada di rumah Sea juga hanya kebetulan  saja. Kau kan sering melihatnya dulu, makanya sekarang tempat itu sering muncul dalam mimpimu," tukas Felix menenangkan Alice.

"Tapi, bagaimana kalau firasatku ini benar? Dan mereka benar-benar ingin menujukkan  sesuatu. Aku ...." Alice menundukkan kepalanya dengan kedua alis yang mengernyit.

"Kau kenapa, Alice?" tanya Felix.

"Felix, aku menduga jika Sea itu sudah mati!" ujar Alice dengan raut khawatir.

Namun Felix tampak santai mendengarnya.

"Malah bagus dong, kalau dia mati. Artinya dia tidak akan bisa mengganggu kita lagi!" ujar Felix seraya tersenyum senang.

"Masalahnya bukan itu, Felix. Tapi arwahnya Sea—"

"Jangan berpikir jika Sea akan menjadi hantu! Dengar Alice, di dunia  ini tidak ada hantu!"

"Felix, hantu itu ada!"

"Ah, sudahlah! Jangan membahas ini! Lebih baik kita makan saja, lihat itu! Pesanan kita sudah datang!" sergah Felix.

Yah ... meski ucapan Felix tak berhasil meyakinkan Alice, namun perempuan itu berusaha untuk percaya. Bahwa keadaan akan baik-baik saja. Dan mimpi buruk itu tidak berarti apa-apa. Dia hanya perlu meyakinkan diri untuk sembuh dari depresi dan trauma psikis yang ia alami.

Kemudian mereka berdua menikmati menu sarapan yang telah mereka pesan di restoran itu.

***

Sementara, di rumah Carlos, tampak keadaan yang begitu kacau.

Carlos dan Caroline tengah bertengkar mulut.

Tentu saja ini akibat kedatangan Alice, serta ulah Caroline  yang telah menginap di rumah Carlos.

"Carol! Mulai sekarang jangan menginjak rumahku lagi!" pekik Carlos.

"Kenapa? Aku ini masih ingin bersamamu, Carlos!" sahut Caroline.

"Aku sudah bilang jika aku sudah tidak mencintaimu lagi, Carol! Apa kamu itu tuli?!" tegas Carlos.

"Aku juga sudah bilang kepadamu, Carlos! Bahwa selamanya aku akan tetap mencintaimu! Apa kamu itu juga tuli, Carlos!" tegas Caroline .

"Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus pergi sekarang juga, Carol!" Carlos mendorong tubuh wanita itu hingga terjatuh.

"Akh!" Caroline  merasa kesakitan saat kepalanya membentur ujung meja. Ada sedikit darah yang mengalir.

Sebenarnya Carlos merasa kasihan dan ingin menolongnya, namun ia tidak mau terjerat tipu daya Caroline  lagi.

Kalau dia merasa kasihan, maka selamanya dia tidak akan bisa terlepas dari Caroline.

Ini memang terlihat kejam, tetapi Carlos tidak ada pilihan lain. Dia harus bersikap tegas terhadap wanita yang ada di  hadapannya ini.

"Cepat pergi!" pekik Carlos.

"Akh! Sakit ... apa kamu tidak lihat jika keningku berdarah?" ujar Caroline. Tangannya mengusap bagian keningnya sendiri, bibirnya agak perangisan menahan sakit.

"Aku tidak peduli! Dan ayo cepat pergi sekarang juga!" bentak Carlos seraya menarik paksa tangan Caroline.

"Carlos! Kau ingin membawaku kemana?! Kau sangat kasar!" teriak Caroline .

"Ya! Aku memang kasar! Makanya jangan mendekati pria kasar!" sengut Carlos.

"Aku tidak peduli walau kau kasar!" tanggap Caroline.

"Ah, begitu ya!" Carlos melepaskan tangan Caroline  dengan  kasar. Dan pria itu menendang tubuh Caroline hingga wanita itu terjengkang.

"Akh!" Lagi-lagi Caroline  hanya berteriak. Dia benar-benar seperti sampah di hadapannya Carlos. Tak ada lagi sisi lembut dari pria itu terhadap Caroline.

Tidak seperti Carlos yang ia kenal dulu.

"Carlos! Kau jahat!" pekik Caroline  dengan air mata bercerai.

Namun Carlos tak peduli dan malah menutup pintu rumahnya rapat-rapat.

Sesaat Carlos mengintip Caroline  dari balik gorden jendela. Terlihat wanita itu yang tampak lemah berada di atas lantai luar.

Carlos menyadari bahwa dia sangat kejam. Namun hanya dengan cara ini, Caroline  bisa membencinya. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Carlos.

"Maafkan aku, Carol," gumamnya seraya menutup kembali gorden jendela.

Carlos melupakan sisi kemanusiaannya. Kerena dia sudah tidak tahu harus dengan cara apa untuk menjauh dari Caroline .

***

Sementara itu Caroline  masih menangis di depan pintu. Dia merasa tidak berharga lagi di depan pria yang ia cintai.

Padahal dulu Carlos, selalu memujinya tanpa henti. Bahkan Carlos selalu mengatakan jika ia jauh lebih baik dibanding Alice.

Namun kenyataannya tak seindah dengan  harapan Caroline, dia pikir perasaan Carlos terhadapnya akan abadi, nyatanya tidak.

Carlos malah kembali memilih Alice. Dan mengamnggap jika Alice adalah cinta sejatinya.

"Ini benar-benar tidak adil! Sampai kapan pun aku tidak akan rela!" ucap Caroline  penuh emosi.

"Aku tidak akan membiarkan Alice hidup! Aku yakin jika perempuan itu mati, Carlos akan kembali mencintaiku!"  Pikiran Caroline  benar-benar sudah tak jernih.

Tidak ada sisi baik yang ia pikirkan, hanya keburukan yang telah mengepung logikanya.

Dia sudah menyerahkan segalanya untuk Carlos. Namun balasan Carlos sangat menyakitkan.

Akan tetapi ia tidak mau menyerah begitu saja. Bagi Caroline  hidupnya sudah hancur.

Dia sudah terlihat buruk di mata orang dan teman-temannya, karena telah merebut suami sahabatnya sendiri.

Awalnya dia tidak peduli akan hal ini, asalakan  dia  tetap bersama dengan Carlos.

Namun pria yang menjadi penguat, dan menjadi hal yang berharga dalam hidupnya, telah menghancurkan hatinya.

"Pokoknya aku tidak akan menyerah! Dan aku akan membuatmu kembali bertkuk lutut di hadapanku, Carlos!" 

Caroline  benar-benar sudah gila akan cinta. Tak ada yang bisa membuatnya bahagia selain Carlos.

Baginya hidupnya hanya untuk Carlos.

"Kalau sampai Alice mati, tapi Carlos tetap tak mencintaiku, maka aku juga akan membunuh Carlos!"

"Jika aku tidak bisa mendapatkan Carlos, maka wanita lain pun juga tidak boleh memiliki Carlos!" ucap Caroline  penuh emosi.

Kemudian wanita itu pergi dari area rumah Carlos.

Tentu saja dengan perasaan penuh kecewa dan amarah.

Caroline  mengendari mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Pikirannya sangat kacau, sampai tak peduli dengan keselamatan.

Dan mobil yang melaju tanpa perhitungan itu nyaris menabrak portal jalan. Caroline  yang baru menyadarinya langsung membanting setir, dan mobilnya malah bertabrakan dengan mobil pengendara lain.

***

Beberapa saat kemudian, Carlos mendapatkan telepon dari ibunya Caroline,   jika wanita itu sedang berada di rumah sakit.

[Carlos, ayo datang kemari, Nak! Caroline terus menanyakanmu, dia mengalami patah tulang di bagian kaki!] ucap Ella ibunda dari Caroline.

"Maaf, Ny. Ella, saya sedang berada di luar kota. Jadi saya tidak bisa menjenguk Carol saat ini juga," ucap Carlos.

[Baiklah, aku paham dengan pekerjaanmu, tetapi aku mohon ... jikalau ada waktu senggang, jenguklah putriku. Dia sangat mengharapkan kehadiranmu,] tukas Ella.

"Baiklah, Nyonya. Aku akan berusaha," jawab Carlos sebelum mematikan teleponnya.

Carlos kembali dilema, sejujurnya dia enggan menemui Caroline, bahkan sampai berbohong tengah berada di luar kota.

Karena kalau dia datang, hal itu bisa membuat Caroline  semakin yakin jika Carlos masih mencintainya.

"Tidak! Aku tidak boleh datang ke sana! Apa pun yang terjadi!" tegas Carlos meyakinkan dirinya sendiri.

To be continued