Chereads / Tetanggaku Yang Seram / Chapter 48 - Benda Berharga

Chapter 48 - Benda Berharga

"Sial! Pasti pria itu sedang berbahagia!" ujar Carlos dengan gigi gemertak.

Akhirnya Carlos pun pulang dengan tangan kosong.

Tentu saja hatinya dipenuhi dengan kekecewaan.

"Aku tidak akan menyerah, sampai kapanpun. Alice itu milikku! Bukan milik orang lain! Apa lagi anak ingusan macam Felix!" sengit Carlos, tangannya masih fokus dengan kemudinya.

***

Setibanya di rumah, Carlos melihat pintu gerbang yang terbuka, dan di dalam juga ada mobil Caroline yang tengah terparkir.

"Ah, wanita ini lagi!" ucapnya dengan kesal.

"Kenapa sih, dia harus hadir di sini?"

"Ugh ... menyebalkan!"

Carlos keluar dari dalam mobilnya dalam keadaan kesal.

Ceklek!

"Hei, Carlos!" ucap Caroline dengan senyuman ramah menyambut Carlos.

"Ah, lagi-lagi kau ada di sini!" sengut Carlos.

Seketika senyuman yang merekah di bibir Caroline  tampak berubah, kini raut kesal yang terpancar.

"Kenapa kamu itu selalu ketus kepadaku, sih?" tanya Caroline.

Carlos enggan menjawab, dan dia melenggang masuk ke dalam kamar.

"Carlos! Tunggu!" teriak Caroline.

Lagi-lagi pria itu tak merespon. Tetapi tak ada kata menyerah bagi Caroline, perempuan itu mengikuti Carlos masuk ke dalam kamar.

Pintu yang hampir ditutup oleh Carlos, dihalangi oleh tangan Caroline.

"Tunggu! Biarkan aku masuk!" ujar Caroline.

"Memangnya siapa yang menyuruhmu masuk?" tanya Carlos dengan nada menyindir.

"Tidak ada! Tapi aku ingin masuk ke dalam!" jawab Caroline.

"Pergi! Jangan mengangguku lagi, Carol!"

"Apa?!"

"Ya! Aku ingin kamu pergi saat ini juga! Apa masih belum jelas kalimat yang kuucapkan itu!?" ujar Carlos.

Dia memindahkan tangan Caroline, kemudian menutup pintunya rapat-rapat.

"Sialan!" pekik Caroline yang  emosi. Perempuan itu tidak memiliki celah untuk masuk ke dalam.

Alih-alih pulang ke rumahnya, tetapi Caroline malah memutuskan untuk tetap menginap di rumah Carlos.

Dan Caroline terpaksa harus tidur di sofa ruang tamu, sementara Carlos tidur nyaman di dalam kamar.

Cinta benar-benar sudah membutakan Caroline  hingga dia tak bisa membedakan hal yang baik dan hal yang buruk, termasuk merebut Carlos dari Alice.

Dia juga tak peduli dengan hawa dingin yang menerobos tulangnya.

Hari ini salju mulai turun untuk pertama kalinya.

"Ah, sialan! Kenapa di ruangan ini sangat dingin?" tukas Caroline.

Dia melihat selimut yang tergeletak di atas mesin cuci.

"Ini bisa menyelamatkanku dari hawa dingin, yah ... walaupun hanya sedikit," gumam Caroline  seraya meraih selimut tebal itu.

"Agak bau, ya?" Caroline  memanyunkan bibir.

Kemudian wanita itu merebahkan diri di atas sofa dengan selimut tebal yang sudah kotor.

Padahal di rumahnya dia bisa tidur nyaman dengan kasur empuk dan selimut tebal yang bersih serta wangi.

Rupanya loginya sudah tak berfungsi dengan baik.

Dan itu disebabkan oleh cinta buatnya terhadap Carlos.

*****

Pagi ini Alice terbangun lebih awal.

Sebenarnya, memang semalaman ia tak bisa tidur.

Tentu karena takut akan datangnya mimpi buruk, hingga ia terjaga semalaman penuh.

Untuk mengisi kekosongannya, Alice membuka sebuah album foto masa kecilnya.

Dalam album foto itu terdapat banyak sekali foto-foto kenangan bersama sang Ibu, ada juga foto kebersamaannya dengan Bella.

Alice melihat kalung emas yang melingkar di lehernya. Dan foto itu diambil saat ia dan Bella masih remaja.

Mereka menggunakan kalung yang sama.

"Alice!" Bella memanggil, dan membuat Alice tersentak.

"Hai, Bella! Mengagetkan saja!" sengut Alice.

"Kau sedang apa?" tanya Bella.

"Aku melihat album foto lama kelurga kita!" jawab Alice dan bibirnya tersenyum, "dulu, saat Ayah dan Ibu masih ada, hidup kita sangat smpurna, ya?" Kedua mata Alice mulai berkaca.

"Hei, sudah! Kau ini bicara apa? Mereka itu sudah tenang di surga, Alice!" tegas Bella.

"Yah ... aku tahu ... hanya saja, aku sedang rindu. Apa merindukan mereka itu salah?" protes Alice.

"Tentu saja tidak! Hanya saja kamu—"

"Bella! Itu kalung—" Alice menujukan kearah kalung emas yang melingkar di leher Bella.

"Kau masih menyimpan kalung itu?"

"Oww  ... ini?" Bella meraba liontin kalung di lehernya.

"Aku baru saja menemukannya lagi, dan langsung kukenakan!" jawab Bella sambil tersenyum.

"Ah, punyaku sayangnya rusak. Padahal itu satu-satunya pemberian Ibu pada saat ulang tahunku ...." Tukas Alice dengan wajah kecewa.

"Ulang tahunku juga!" imbuh Bella.

"Ah, iya!"

Mereka berdua memang lahir di bulan yang sama, hanya saja tahun dan tanggalnya yang berbeda.

Sehingga setiap ulang tahun selalu diadakan dalam waktu yang bersamaan.

"Sebenarnya, kalungku masih ada, hanya putus di bagian rantai," tukas Alice.

"Lalu?" tanya Bella.

"Kalung itu ada di rumah Carlos, Bella!" jawab Alice.

"Hah? Terus kau akan mengambilnya?" tanya Bella.

"Em ... sepertinya aku akan mengambilnya sekarang!" ucap Alice seraya bergegas pergi.

"Hei! Alice!" panggil Bella, "kau yakin akan ke sana?"

"Iya aku akan ke sana! Demi kalungku!" jawab Alice. Bella pun tak bisa mencegahnya.

Dia yakin Alice sudah mikirkan matang-matang soal keputusannya ini.

Namun baru saja ia membuka pintu, di saat yang bersamaan Felix juga baru saja memarkirkan mobilnya.

"Alice, kamu mau kemana?" tanya Felix.

"Ah, syukurlah kau datang! Bisa antarkan aku?" tanya Alice.

"Kau mau kemana?"

"Ke rumah Carlos!"

"Apa?!" Felik tampak kaget mendengarnya, "mau apa kau datang ke sana!" Raut wajah Felix pun seketika berubah kesal.

"Ada barangku yang tertinggal, jadi aku harus mengambilnya!" jawab Alice.

"Apa penting sekali, barang itu?"

"Tentu saja! Karena itu benda peninggalan Ibuku!" jawab Alice.

Felix terdiam sesaat, dia sebenarnya enggan mengantarkan Alice, terlebih untuk bertemu dengan Carlos.

Namun dia tidak mau mengecewakan Alice. Apa lagi benda itu terlihat sangat berharga bagi Alice.

"Kenapa diam? Kamu tidak mau mengantarku, ya?" tanya Alice. "Baiklah, aku pergi sendiri saja!" Alice bergegas pergi.

"Tunggu!" teriak Felix, "biar aku yang mengantarkanmu, Alice," ucapnya.

Alice pun tersenyum mendengarnya.

***

Mereka bergegas menuju rumah Carlos.

Alice tak sabar untuk segera mengambil kalung itu, kalau tidak membuka album foto, mungkin dia sudah melupakan benda yang sangat berharga itu.

"Semoga saja, kotak perhiasanku tidak ada yang memindahnya," gumam Alice.

***

Beberapa saat kemudian, mobil berhenti tepat di depan rumah Carlos.

Alice keluar sambil merapikan mantelnya. Cuaca pagi ini benar-benar sangat dingin. Salju sedang turun meski tidak terlalu lebat.

Tok! Tok! Tok!

Alice mengetuk pintu rumah itu. Ini adalah rumah yang dulu pernah ia tinggali, sayangan sekarang sudah ia anggap menjadi rumah orang lain. Kalau bukan karena kalung, mungkin dia tidak akan mendatangi rumah ini lagi.

Ceklek!

Seseorang membukakan pintu, dan Alice mengira jika itu adalah Carlos, namun ternyata malah Caroline.

"Alice!" bentak Caroline , "mau apa kamu datang kemari?" tanya Caroline  dengan ketus.

Alice mendengus kesal melihat keberadaan Caroline, bukan cemburu, hanya saja dia muak melihat sikap murahan mantan sahabatnya ini.

"Cih! Pagi-pagi sudah berada di rumah orang! Kamu tidak punya rumah, ya?" Alice mengintip sedikit di bagian sofa, dan terlihat selimut yang masih berantakan.

"Jangan bilang kalau kamu tidur di sofa itu? Pasti Carlos tidak mengizinkanmu masuk, ya?" sindir Alice.

Kedua mata Caroline  pun langsung menajam.

To be continued.