Alice tengah duduk di depan cermin.
Dia memandangi wajah yang pucat tanpa make-up.
Perlahan dia meraba wajahnya sendiri, terasa begitu kusam, tanpa sedikitpun perawatan.
Semenjak kejadian yang menimpanya di London, membuatnya tak lagi memperhatikan penampilan.
Tubuhnya juga semakin kurus, karena pola makan yang berantakan.
Entah mengapa Alice seakan tak memiliki semangat hidup.
Cobaan yang menimpanya silih berganti.
Dimulai saat sang Ibu sakit, mengurus beliau sepenuh hati, kemudian ditinggal pergi untuk selama-lamanya.
Baru mendapatkan kebahagiaan atas rumah tangganya bersama Carlos, namun beberapa tahun kemudian, kebahagiaannya mulai hilang, karena kedatangan orang ketiga.
Alice harus berjuang sendirian untuk menyembuhkan sakit hatinya. Hingga dapat meraih kembali kebahagiaan dalam hidupnya.
Namun baru saja sedikit meraih kebahagiaan itu, Sea menghapusnya, dan mengganti kebahagiaan itu dengan sebuah teror.
Teror dan pengalaman hidup yang tak mungkin bisa ia lupakan sampai kapan pun.
"Kenapa nasibku selalu sial? Apa tak ada sedikit pun sisi keberuntunganku?" gumam Alice di depan cermin. Dia menyingkapkan rambutnya yang menutup bagian wajah.
"Alice, kenapa kamu tidak mati saja?" Dia mulai lelah menjalani semua ini.
Tok! Tok! Tok!
"Alice!" Terdengar suara Bella yang sedang mengetuk pintu.
"Iya, sebentar!" sahut Alice.
Ceklek!
"Ada apa, Bella?"
"Di luar sedang ada Felix,"
"Oww, yasudah aku akan menemuinya!" Alice bergegas keluar kamar, hendak menemui Felix, namun Bella menghentikannya.
"Tunggu!"
"Ada apa?"
"Kamu ingin menemui Felix dengan penampilan seperti ini?" tanya Bela seraya mengernyitkan dahinya.
"Memangnya kenapa?" Alice melihat pada dirinya sendiri, "apa ada yang salah dengan penampilanku, ini?"
"Tentu saja!" jawab Bella dengan tegas.
"Hah?" Alice mengernyitkan alisnya karena bingung.
Lalu pelan-pelan Bella menjelaskan kepada adiknya, bahwa akhir-akhir ini penampilan Alice begitu berantakan. Dan hal itu membuatnya merasa risih. Dia sangat menyayangkan Alice yang berubah menjadi jelek.
Adiknya yang ia kenal dulu adalah sosok gadis cantik yang sangat sopan, meski dia tak suka berpenampilan terlalu mencolok, tetapi dia senantiasa terlihat rapi. Tidak seperti saat ini, benar-benar bukan Alice yang ia kenal.
"Alice, bukan begitu cara untuk bertemu dengan seorang pria. Setidaknya kamu harus merapikan rambutmu, sisir dululah biar enak dilihat!" ujar Bella.
Bella meraih sisir rambut di depan cermin.
"Sini biar aku yang menyisir rambutmu!" Alice hanya bisa pasrah saat Bella menyentuh rambutnya. Wanita itu dengan cekatan merapikan rambut adiknya yang sangat kusut.
"Apa aku sebegitu berantakan, ya?"
"Ehm!" Bella menganggukkan kepalanya dengan tangan masih sibuk pada sisir dan rambut Alice.
"Tapi, aku ini tidak—" Bella memotong kalimat Alice.
"Alice, kamu sudah mandi belum?"
"Sudah! Baru saja! Memangnya kenapa?"
"Sini!" Bella menarik tangan Alice dan mengajaknya duduk di depan meja rias.
Tanpa berkata apa pun dia mulai mengaplikasikan alat rias pada wajah Alice.
"Hei, Bella! Apa-apaan sih?" protes Alice yang merasa kurang nyaman.
"Sudah! Kamu diam saja! Aku yang akan mengatur penampilanmu!"
"Ah, tapi akhir-akhir ini aku tidak peduli dengan penampilanku!"
"Justru karena aku tahu itu, makanya aku ingin kamu kembali menjadi Alice yang kukenal!"
"Tapi aku tidak akan kemana-mana, Bella! Aku hanya ingin bertemu dengan Felix!" protes Alice. "Aku tidak perlu berdandan berlebihan, 'kan?"
"Nah, justru itu kamu harus tampil cantik di depannya!"
"Ah! Kau gila, ya? Felix itu hanya temanku! Bukan pejabat kerajaan Inggris!" sahut Alice.
"Ah, masa bodo! Aku tahu dia menyukaimu, jadi kamu tidak boleh mengecewakannya!" tegas Bella.
Dengan sigap Alice menahan tangan Bella yang tengah memegang kuas blushon.
"Tunggu!" ujarnya.
"Ada apa?!" tanya Bella.
"Em ... dari mana kamu tahu jika Felix menyukaiku? Aku, kan belum bercerita kepadamu?" ujar Alice.
"Kamu memang belum bercerita! Hanya aku saja yang terlalu peka!" jawab Bella.
"Tapi tidak perlu berlebihan, 'kan?"
"Ah ... ayolah, Alice! Mau sampai kapan kamu akan sendirian? Aku sudah janda, masa iya kamu juga betah menjanda!" ujar Bella.
"Memangnya ada apa dengan janda? Aku baik-baik saja meski tidak punya suami?" tanggap Alice.
"Percaya kepadaku! Kamu harus segera memiliki suami!"
"Kenapa tidak kamu saja yang punya suami duluan?" protes Alice.
"Aku tidak mau! Aku sudah punya dua anak! Sementara kamu, 'kan belum!"
"Hei, Bella! Karena kamu sudah punya dua anak, jadi kamu yang harusnya mencarikan ayah baru untuk, Daniel dan Diana!" usul Alice.
"Tidak mau! Aku masih mencintai Archer! Dan tidak ingin menggantikannya!" jawab Bella.
"Maksudmu, kamu itu masih setia dengan pria hidung belang itu?"
Bella tampak syok mendengar ucapan Alice.
"Apa maksudnya?" tanya Bella pada Alice, "kau bilang jika 'Acher itu pria hidung belang?'"
"Eh, bu-bukan begitu?" Alice segera mencari cara untuk meredam amarah Bella atas ucapannya itu.
'Astaga! Aku keceplosan! Aku tidak mau Bella tahu kalau mendiang suaminya adalah pria yang brengsek!' bicara Alice di dalam hati.
"Kenapa diam?"
"Eh, Bella! Aku tadi salah bicara! Pria yang kumaksud 'Hidung Belang' itu adalah Carlos! " ujar Alice.
"Hem ... begitu, ya?" Bella tampak ragu.
"Iya, makanya aku tidak mau menjalin hubungan serius dengan pria lagi! Karena aku masih trauma dengan Carlos!" jelas Alice.
Dan sekarang Bella tak lagi curiga atas ucapan Alice yang keceplosan tadi.
Dia malah beralih membahas Carlos.
"Alice, tapi aku rasa mantan suamimu itu sudah berubah, lo," tukas Bella.
"Masa? Tapi aku tidak peduli sih!" jawab Alice, dan Bella melanjutkan ucapannya lagi.
"Sebenarnya, yang menyuruh Carlos datang menjemputmu adalah aku!" ujar Bella.
"Iya, aku tahu! Dia juga bilang kepadaku! Lagi pula kamu, 'kan juga sudah meminta izin kepadaku sebelumnya!" jawab Alice.
"Iya! Awalnya aku tidak mau memberikan alamatmu, tetapi pria itu memohon dengan raut wajah bersalahnya!" kata Bella. "Kalau kamu melihatnya, pasti kamu akan merasa iba, Carlos menangis di hadapanku, Alice," jelas Bella dengan raut bersungguh-sungguh
"Ah, sekali buaya tetaplah buaya! Tidak akan bisa berubah menjadi kura-kura! Jadi aku tidak percaya pada perubahan Carlos!" tegas Alice.
"Ah, begitu, ya? Yah ... sudahlah ... itu pilihanmu. Aku tidak bisa memaksanya!" ujar Bella "tapi bagaimana dengan Felix?" tanya Bella dengan nada menggoda Alice.
"Dia itu selain baik juga tampan lo," bisiknya di telinga Alice.
"Emm ... bagaimana kalau kita membahas, Daniel, dan, Diana, saja?" ujar Alice mengalihkan pembicaraan.
To be continued