Sea terdiam sesaat ketika Alice bertanya tentang apa yang terjadi kepadanya.
Karena tidak mungkin jika Sea berkata jujur, tentu saja ini sebuah rahasia baginya.
"Sea, kenapa malah diam? Kau belum menjawab pertanyaanku, ayo katakan?" paksa Alice.
"Ah, aku sampai tak sadar melamun sendiri, ahaha haha ...." Sea tertawa kecil, "sebenarnya aku tak sengaja menjatuhkan pisauku, dan pisau mendarat di lenganku sendiri," jelas Sea.
"Oh, begitu ya," Alice mengangguk mengerti, "aku harap kau lebih hati-hati lagi, Sea. Sebenarnya luka di tanganmu itu cukup dalam, kalau dalam beberapa hari bertambah parah, kau harus membawanya ke Dokter," saran Alice.
"Tidak perlu sehawatir itu, Alice. Aku yakin aku akan baik-baik saja," ucap Sea.
"Ah, baiklah," Alice berdiri dari tempat duduknya.
Dia mengemasi kembali kotak obatnya dan dia hendak membawanya pulang.
"Alice, tadi kau datang kemari mau apa?" tanya Sea.
"Ah ... aku sebenarnya ingin mentraktirmu makan di luar, sekaligus sebagai ungkapan rasa terima kasihku kepadamu, tapi sekarang kau sedang sakit, jadi aku mengurungkan niatku," jelas Alice.
"Oh, begitu ya, lalu di mana teman lelakimu tadi?"
"Maksudnya, Felix?"
"Iya,"
"Felix, sudah pulang, dia bilang sedang ada urusan mendadak," jawabnya.
"Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang?" ajak Sea.
"Ah, maksudnya?"
"Kau bilang ingin mengajakku makan di luar? Ayo pergi sekarang?!" ajak Sea.
"Tapi, kau ...."
"Aku tidak apa-apa kok, luka seperti ini bukan apa-apa bagiku,"
"Kau yakin?"
"Tentu saja!"
"Baiklah mari kita pergi,"
"Tunggu, aku ingin ganti pakaian sebentar," ujar Sea.
"Baiklah,"
Setelah Sea sudah berganti pakaian yang lebih rapi mereka pergi ke Greewich Market. Mereka melihat beberapa stand makanan yang ada di sana.
"Kau mau pesan apa?" tanya Sea.
"Aku rasa memakan sandwich sosis dengan potongan paprika panggang mungkin lezat ya?"
"Kalau hanya makan sandwich saja, padahal aku bisa membuatkan untukmu, Alice," ujar Sea.
"Kalau kau yang membuatkan di rumah, kita tidak bisa jalan-jalan, aku, 'kan sekalian mau jalan-jalan, Sea," tukas Alice.
"Hahaha! Begitu ya, yasudah aku juga mau pesan yang sama denganmu. Aku pikir makan sandwich enaknya juga, tapi burger juga enak," ujar Sea.
"Haha! Rupanya kau pun juga menginginkannya!" ledek Alice. "baiklah, 2 sandwich dan satu burger!" tegas Alice.
Sea mengangguk sambil tersenyum.
"Kau tidak takut gemuk?" ledek Alice kepada Sea.
"Tidak!" jawab Sea.
"Wah, aku juga, kalau begitu aku juga pesan burger satu!" tukas Alice sambil tertawa.
"Haha, dasar!" Sea pun juga tertawa.
Sambil bercanda mereka mendatangi di stand yang menyediakan sandwich dan burger, setelah mendapatkan makanannya mereka berdua memakannya sambil berjalan dan mengobrol.
Di sela-sela obrolan mereka, Sea menyempatkan diri untuk bertanya kepada Alice tentang kuliahnya.
"Alice, kudengar kau itu pernah kuliah ya?"
"Iya, benar!"
"Lalu kenapa kau tidak mencari pekerjaan yang lebih baik saja, dari pada menjadi seorang Pelayan Restoran?" tanya Sea.
"Ah, kenapa kau bertanya begitu?" Alice menghentikan sesaat langkahnya.
"Kau tersinggung dengan pertanyaanku?" tanya Sea.
"Ah, tentu saja tidak, Sea! Dan aku menjadi pelayan restoran bukan tanpa sebab, tapi karena suatu hal,"
"Apa? Sepertinya alasanmu cukup besar?"
"Yah, memang benar, Sea," Alice merapikan rambutnya lalu dia melanjut pembicaraannya, "sebenarnya aku itu tidak menyelesaikan pendidikanku," ucap Alice.
"Benarkah? Kenapa?" tanya Sea.
"Aku berhenti kuliah karena ibuku sakit keras. Ayah meninggalkan kami dan pergi dengan wanita lain," tutur Alice.
"Oh, tidak ... malang sekali nasibmu, lalu apa kau tidak punya saudara lagi?" tanya Sea.
Alice menghela nafasnya sesaat. "Aku punya saudari, namanya Bella, tapi dia sudah berumah tangga, dia memiliki dua anak yang masih kecil-kecil, dia tak bisa mengurus ibuku setiap waktu, terlebih ibu membutuhkan banyak biaya saat itu. Sehingga aku memutuskan untuk berhenti kuliah dan bekerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan ibuku. Setelah itu aku bertemu dengan Carlos. Kami berpacaran dan ibu begitu menyukainya, dia ingin sekali melihat aku dan Carlos menikah. Lalu tak berselang lama Carlos melamarku dan kami akhirnya menikah,"
"Oww, manisnya," Sea memuji hubungan Alice dan Carlos.
"Tapi beberapa hari setelah kami menikah, ibuku meninggal dunia," jelas Alice sambil menunduk, mata wanita itu mulai berkaca-kaca, karena hal ini dia menjadi ingat dengan Carlos, betapa dulu dia sangat bahagia mendapatkan Carlos. Bahkan Alice berpikir jika Carlos adalah pria terbaik dalam hidupnya, tapi ternyata dia salah. Dan kini dia sudah melepaskan Carlos bersama dengan wanita simpanannya.
"Maaf, aku jadi membuat dirimu bersedih," tukas Sea dengan wajah menyesal.
"Ah, tidak apa-apa, Sea. Lagi pula ini sudah jalanku, dan sekarang aku sudah bisa hidup tenang dan damai,"
Sea sedikit tersenyum tipis, dia menggigit Sandwichnya.
"Kau tidak ingin melanjutkan kuliahmu?" tanya Sea.
"Ah, tidak," jawab Alice dan dia menunduk lagi.
"Terus apa tujuanmu sekarang?"
"Tujuanku ...." Alice terdiam sesaat. "Aku hanya ingin hidup tenang damai, dan bahagia, aku hanya ingin menyayangi diriku sendiri, aku ingin bebas," jelas Alice.
"Lalu, bagaimana soal mantan suamimu yang berselingkuh itu?" Pertanyaan Sea sengaja ingin memancing reaksi dari Alice.
"... aku tidak mau memikirkannya lagi," jawab Alice.
"Kalau aku jadi kamu, aku sudah pasti akan membunuhnya!" tegas Sea, dan kedua netranya menajam.
"Haha! Awalnya aku hampir membunuhnya. Tapi aku tidak bisa melakukannya, karena bagaimanapun juga aku pernah mencintanya, dan aku ini orangnya terlalu baik hati dan tak tegaan lo," ujar Alice dengan nada berkelakar. Meski merasa bersedih jika mengingat hubungannya dengan mantan suaminya itu, tapi Alice masih sempat bercanda dengan Sea. Tapi nampaknya Sea begitu serius menanggapinya.
"Baiklah, kalau butuh bantuan untuk membunuh pria itu, aku siap!" tegas Sea, ucapannya begitu mantap, dan dia tidak seperti sedang bercanda.
"Ah, baiklah haha! Kau sudah mirip pembunuh sungguhan, Sea! Matamu begitu tajam, aku pun jadi takut," ujar Alice, dia mengira jika Sea sedang berakting, padahal Sea itu berbicara dengan sungguh-sungguh.
Perlahan mulut Sea menyeringai.
Alice tak tahu jika Sea adalah wanita yang miliki gangguan jiwa. Sea adalah seorang pembunuh berdarah dingin, dia bisa membunuh siapa pun yang dia mau.
Emosi wanita yang sudah genap berusia 36 tahun itu dapat berubah dalam sekejap mata.
Dia bisa bersikap baik, dan selanjutnya bersikap buruk dalam hitungan detik.
"Sea, sudah malam, ayo kita pulang!" ajak Alice.
"Ah, ayo!" sahut Sea.
***
Esok harinya, Alice terbangun pagi-pagi, dan dia mendapati Sea baru saja membuang sesuatu di dalam tong sampah.
Seperti sebuah pakaian yang sudah tak terpakai.
Pakaian itu sangat mirip dengan pakaian yang dikenakan oleh si Wanita Tuna Wicara kemarin.
Setelah Sea masuk ke dalam, Alice langsung keluar rumah, dia penasaran dengan pakaian itu, apa benar milik wanita yang ia lihat kemarin.
Peralahan-lahan Alice membuka tong sampah, dan bertepatan saat itu juga, Sea kembali keluar dari dalam rumahnya.
"Kau sedang apa, Alice?" tanya Sea seraya melipat kedua tangan.
To be continued