Mata bening yang terpancar dari hadapan Zhi Yang kini meluntur sesaat. Dirinya terpejam sambil membayangkan kenangan yang sudah terjadi padanya. "Huuft … ternyata semua ini hanya mimpi belaka," gumamnya sambil merunduk.
"Mimpi apa, Nak?" tanya sang ibunda bingung.
Bahkan dirinya baru saja terbangun dari tidur yang panjang. Ya, jika dia berpikir pasti ia telah pergi selama bertahun-tahun, sedangkan nuansa dunia yang ia lihat baru saja beberapa jam.
"Kau bahkan baru pulang dari rumah sakit, tetapi kau sudah bermimpi aneh," ungkap ibunya meneratap. Salah satu tangannya mengusap air mata sambil merunduk lesu.
Zhi Yang kurang mengerti apa yang dirasakan oleh sang ibu. "Ibu, aku sungguh tidak mengerti yang ibu katakan. Apa yang sudah terjadi padaku? Dan … kenapa aku tiba-tiba ada di dunia ini?" tanyanya mulai mengelilingi penglihatan.
Ibunya tertoleh dengan menatap lurus ke arah si anak yang merengek dari kisahnya.
"Ini tidak mungkin, aku bahkan sudah berumur dua puluh tahun lebih kan, Bu?" lontar Zhi Yang meyakinkan.
"Kau ini bicara apa?" keluh sang ibunya mengerutkan kening.
Zhi Yang meraba ke segala wajahnya dengan cara membuktikan bahwa dirinya hidup dengan sangat baik. "Lihat, Bu! Aku menjadi manusia yang sehat dan baik-baik saja. Lihatlah diriku!"
Kedua tangannya memperagakan penglihatan yang masih belum ia ketahui. QianFan hanya menggelengkan kepala sembari merundukkan pandangan. Ia pun beranjak dari kursi yang ada di dekat posisi sang anak.
"Ibu, apa ibu tidak percaya padaku? Aku tumbuh menjadi anak yang sehat dan dewasa," ulangnya demi meyakinkan sang ibunya.
QianFan menutupi matanya perlahan, merunduk tak kuasa menahan beban yang dirasa. Salah satu tangannya mulai meraih cermin kecil yang ada di balik laci meja rias.
"Ibu," panggil Zhi Yang lagi.
Sang ibu kini berbalik menatap dirinya sambil memegangi erat cermin kecil. Napasnya sempat tertahan sejenak, lalu menggeserkan langkah menuju posisi tempat Zhi Yang terduduk.
Sang ibu mulai meraih tangan putri tunggalnya dengan erat. Kini, air mata ibunya semakin menurun deras. Namun, Zhi Yang sama sekali tak mengerti dengan keadaan ibunya.
Ibunya mulai menjulurkan cermin ke arah wajah si putri tunggal yang masih berusia remaja itu.
Sontak, Zhi Yang tertegun ketika melirik segala rautnya di hadapan cermin kecil. Kerutan kecil itu terlihat jelas di hadapan matanya. Segala bintik tua lagi kusam itu jelas terlihat.
Zhi Yang mendelik lebar sambil meraba perlahan pipinya. "Haaa … tidak mungkin!" kelitnya menggelengkan kepala.
"Tidak mungkin, ini tidak mungkin!" ulangnya lagi.
Sang ibu kembali menurunkan posisi cermin dari wajahnya, sedangkan QianFan mulai merintih sambil merunduk pilu. Isak tangis yang memilukan kini terdengar mendesis di depannya.
"Ibu, apa ini nyata?" tanya Zhi Yang tak percaya.
Ibunya memegangi dengan erat tangan si buah hati yang harus menderita, "Sebenarnya, kau tidak pernah melalui kebahagiaan yang benar! Ini terasa seperti kutukan bagi ibu dan ayah," lirihnya merintih.
Zhi Yang mengerutkan kening, rasanya tak percaya dengan ucapan sang ibu yang menjerit luka. "Ibu, apa yang sebenarnya terjadi??"
QianFan menggeleng-geleng merintih dengan tangisannya, tetapi tak sanggup untuk menjawab dari pertanyaan putrinya.
Zhi Yang tak kuasa menahan segala pilu yang diderita olehnya saat ini. Lalu, bagaimana dengan kisahnya dengan seorang pria tampan, obat-obatan, tentang dirinya seorang Tabib, bahkan si pelayan yang selalu setia padanya?
Apakah semua ini hanyalah omong kosong dari cerita dongeng belaka? Zhi Yang memutar-mutar kepalanya dan melihat seluruh isi ruangan kembali nyata dan bersuara.
"Berarti, umurku tidak akan lama lagi. Progeria telah merenggut kehidupanku, bagaimana aku bisa melalui semua ini?" gumamnya menderu kebingungan.
***
Di sisi yang berbeda, bahkan dari zaman dan dunia yang berbeda. Jauh dari kata modern dan berkembang. Pria berjubah kental dari kehidupan kuno itu melangkah mengiringi perkotaan. Dimana sosok pria tampan itu mulai memimpin jalanan, didampingi seorang pengawal setianya.
Zhao Yang memperlihatkan kegigihannya menjadi seorang pria tangkas dan berani. Di balik punggung yang bergoyang gagah. Telihat jelas dari beberapa pria dan dua orang wanita.
Berjalan mengacungkan dada sekaligus pandangan yang agak meninggi. Dari balik jalanan, orang-orang mulai melirik curiga bahkan terkesimanya.
Berhenti di tengah-tengah keramaian.
"Barang siapa yang akan bersaksi untuk Tabib Wu Yang akan diberikan kepercayaan dari Raja. Pria ini merupakan keturunan orang terhormat di kota sang raja tinggal. Mereka akan mendapatkan balasan budi jika berani maju untuk menjadi saksi baginya!!" seru dari salah pria kepada semua orang.
Tiba-tiba, kerumunan mulai memuncak mengelilingi di antara mereka. Zhao Yang benar-benar diagungkan di saat itu juga.
"Wah, ini tawaran yang sangat menggiurkan!" bisik dari salah seorang wanita.
"Jika kita akan terlepas dari seorang budak, maka aku akan bersaksi! Kebetulan aku pun melihat nona Wu Yang memasuki rumah setelah beberapa pria memasukinya," usul dari salah seorang pria mengacungkan tangan tinggi-tinggi.
Zhao Yang menatap bangga dari segala penglihatannya. Kini, dia mungkin berhasil untuk memberikan kesempatan bagi mereka.
"Tuan, kami baru saja kekurangan beras. Kami akan bersedia menjadi saksi," usul dari salah seorang wanita.
"Kami tak kuasa memberanikan diri di biro keamanan. Kami takut dengan kejadian itu, bahkan hidup kami pun tak pernah sempurna. Kami akan menjadi saksi jika tuan mencerahkan hidup kami."
Para wanita dan pria yang saling menyahut. Pertemuan di balai desa bahkan riuh dipenuhi dengan sebuah permintaan yang menjanjikan.
Zhao Yang meredupkan pandangannya sambil merunduk perlahan.
"Hari ini, aku benar-benar melakukan hal yang bodoh ketika perjalananku menjadi sebuah investigasi. Tapi, di satu sisi aku mencium aroma masa lalu," gumam Zhao Yang dalam hati.
Dirinya menatap dari acungan tangan yang bahkan berteriak menyorakkan isi pasar. Jing Mi melangkah ke depan semua orang sambil mengacungkan pedangnya meninggi.
"Semuanya bersiap! Kami akan mendata kalian semua. Jika semua sudah terdata dengan baik, kita akan bersama-sama pergi menuju biro keamanan," pinta Jing Mi mengusulkan.
Jing Mi membalikkan badan sambil meminta bantuan dari para pelayan Zhi Yang. Mereka pun menyiapkan satu buah kursi dan meja untuk pengumpulan data.
Dari semua orang yang bersorak ramai, akhirnya benar-benar memberikan harapan. Zhao Yang kini mulai menduduki kursi dimana dirinya akan melihat dan mendengar keluhan dari semua saksi.
Satu per satu orang mulai mengantre untuk dijadikan saksi mata. Zhao Yang mendekati Jing Mi sambil berbisik, "Kita akan memilih mereka yang mana lebih pantas dijadikan seorang saksi."
Jing Mi menganggukkan kepala sekali, lalu mulai menatap semua orang yang berkumpul rapat.
"Semuanya berbaris! Kami akan memilih siapa yang lebih berhak mendapatkan balasan yang setimpal serta menjadi seorang saksi," seru Jing Mi dengan tegasnya.