----(9 April 2016)----
{Elaine Route}
"Natsuki...," Panggilan Ela yang masuk dari telinga kananku.
Ku memutar pandangan sembilan puluh derajat ke kanan. Ela duduk di bangku kelasnya, dengan buku-buku masih berserakan di atas meja. Ia memandangku penuh dengan harapan.
"Hemm?"
Kebisingan kelas mulai menghantam kesadaran ku. Banyak anak anak lain yang membereskan barang barangnya hendak pergi. Namun kami berdua tetap diam di tempat seakan tak ingin waktu menghapus kenangan ini. Saling menatap mata satu sama lain, lagi lagi aku terpana dengan bola mata bak lautan di samudra pasifik. Luas, dan sulit dipahami kondisinya.
"Selamat ulang tahun!" Ucap Ela dengan senyuman pelangi nan indah itu.
"Oh, hem...," Aku hanya menganggukkan kepala ke atas dan kebawah sekali.
"Siang ini ada acara?" Tanya Ela mulai memasukan bukunya satu per satu ke dalam ransel birunya itu.
"Ya kan aku jagain kamu...," Jawabku mengingat bahwa pekerjaanku hanya mengawasi gadis si anak menteri itu.
"Ohh iya juga...,"
"Ela!... mau pulang bareng?" Aidan Menghampiri meja Ela, merebut perhatiannya dariku.
"Oh..., nda usa... ada Natsuki yang mau nganter!" Tolak Ela dengan senyuman ramah.
"Hoo... ya udah, ati ati kalian berdua!" Aidan menoleh sejenak ke arahku, lalu memutuskan untuk pergi dari kisah kami.
Berjalan cepat seolah kesal, dan melewati pintu ditelan jarak. Ela melontarkan kata kata lagi untukku.
"Natsu..., mau aku masakin?"
"Hah? Maksudnya?" Aku kebingungan karena tahu Ela tidak hobi memasak.
"Ayok udah pulang duluk ke apartemen!" Ela bangkit berdiri, meraih tangan kananku, dan memaksaku melangkah mengikutinya.
Berdua melewati keramaian koridor sekolah. Mencuri segala perhatian yang ada ketika lewat. Aku sedikit malu dan tak nyaman, namun aku hanya bisa menyerahkan diriku dalam bimbingan perempuan yang menarik ku itu. Sang surya menyambut wajah kami melewati pintu keluar gedung kelas. Ela terus menggenggam tangan kiri ku ini menuju halte bus depan sekolah. Berdiri berdampingan disana, menunggu penghantar takdir kami.
"Tahun depan...," Ela menahan kata kata yang sudah berada di ujung bibir.
"Heemm? Kenapa?" Rambut panjang hitamnya itu terombang ambing karena angin musim semi.
"Umm...," Ia memandangiku dengan mata biru indahnya itu.
Udara bergerak melewati leherku, seketika aku mengingat hal penting di antara kami. Sebentar lagi kami akan lulus SMA, itu artinya kami harus memikirkan masa depan kami harus seperti apa. Dan tentu saja masa depan Ela sudah diatur oleh ayahnya. Bahkan kami berdua akan bertunangan setelah lulus dari SMA. Masa depan yang bahagia dan baik untuk kami berdua. Akan tetapi Ela memiliki satu masalah yang mengganggu pikirannya. Soal buku sihir, dan ramalan didalamnya.
Buku sihir itu meramalkan masa depan, dimana aku akan kehilangan ingatan lagi untuk selamanya. Dan diriku yang sekarang akan lenyap, aku akan jadi orang lain yang katanya adalah Fate Keeper. Mengapa saat seperti ini, satu keinginan kami tak bisa terwujud. Takdir selalu merebut hal yang berharga bagi kami. Di saat yang tidak tepat. Musim semi ini, kami hanya ingin menikmatinya untuk yang terkahir.
kali.
Itu karena....
"Musim panas ini..., kamu ga akan pergi kan?" Tanya Ela lirih, menggenggam tanganku erat, tak ingin melepasnya sedetik pun.
"Ssttt..., tenang aja!" Aku mengelus kepalanya lembut seiring dengan bus yang datang.
"Mau makan apa nanti sampe di apartemen?" Ela merubah ekspresinya seratus delapan puluh derajat saat dua pintu bus di depan kami terbuka otomatis.
"Terserah kamu aja, aku ma nurut!" Sahutku melempar senyum tipis, menuntunnya masuk ke dalam bus berwarna biru itu.