Pukul [22:10]
Apa itu tadi?
Masa depan?
Aku seperti baru bangun dari mimpi, mimpi yang sangat buruk. Rasa sakit di tubuhku yang sangat nyata tadi lenyap entah kemana. Aku masih bisa merasakan kehangatan Lulu yang duduk sangat dekat denganku. Detak jantungku yang terpacu kencang tadi seketika meredakan lajunya. Sepasang piring putih yang bertumpuk, dan kaleng kosong sisa minum kami. Masih utuh ditempatnya. Kartun kesukaan Lulu juga masih berkumandang di ruangan ini.
Terdiam membisu bahasa, kepalaku terasa sangat sakit. Mata kiri ku mengeluarkan air yang hangat. Bukan, ini bukan air, tekturnya kental seperti darah, namun anehnya ini berwarna biru. Aku langsung mengusapnya dari kenyataan, aku tak ingin menambah beban pikiran Lulu. Ia masih tersenyum tipis memandang ke layar televisi. Kalau tidak salah, setelah ini ia akan menahan ku untuk mencuci piring.
Sini aku cuci," Aku bangkit berdiri serta mengambil kedua piring putih di meja.
"Besok pagi aja!" Lulu menahan lengan bajuku, membuatku membatalkan semua gerakan yang ingin ku lakukan.
"Iya uda deh...," aku kembali duduk dan bersandar di sofa merah yang sedari tadi menemani kami beristirahat.
Tidak salah lagi, takdir kembali mengulang waktu ini. Sebelum badut aneh tadi menyerang. Kalau begitu, setelah ini, Lulu akan memintaku untuk tidak memilih Elaine.
""Natsu..., aku boleh minta sesuatu?" Lulu menoleh ke arahku.
Benar saja, persis seperti dalam mimpi buruk ku tadi. Masa depan sepertinya sudah tetap, bahwa badut itu akan menjatuhkan benda di atas untuk menarik perhatianku.
"Apa?" Aku tetap mengikuti arus cerita yang seharusnya aku jalani.
"Jangan pilih Elaine...,"
Bruk!!! Prak!!
Serentak kami melihat ke atas atap, lalu sadar bahwa terjadi sesuatu di lantai dua. Persis seperti yang ada di mimpiku. Jika aku terus mengikuti arus sungai kematian ini, semuanya akan berakhir di sini. Dan tentu saja aku tak akan membiarkan hal itu terjadi untuk yang kedua kalinya.
"Lulu, beresin barang barangmu! Cepet masuk ke mobil!" Perintahku dengan ketegangan di otak ini.
"Loh kenapa? Tapi tapi kartunnya masi...,"
"Buruan!" Pintaku tegas menatap tajam ke matanya yang berkaca kaca.
"Iya iya!!" Lulu bergegas berlari ke kamar untuk mengambil tas dan laptopnya.
"Emang ada apa?" Tanya Lulu sedikit panik dan tergesa gesa memakai sepatunya lagi.
"Masuk ke mobil buruan!" Perintah kedua ku itu tak menjawab pertanyaannya.
"Iya iya!! galak banget dah!" Keluhnya tidak mengerti apa yang akan terjadi padanya beberapa menit kemudian.
"Ayok!" Aku menggandengnya keluar dari rumah kematian itu, membukakan pintu depan mobil hitam itu baginya, lalu berlari memutar masuk ke dalam kursi kemudi.
Saat ku tutup pintu di kananku, Lulu mulai menyadari apa yang terjadi. Badut itu berdiri di pintu depan rumah yang terbuka lebar itu. Jubah hitam yang menutupi seluruh badan, hanya senyuman penuh taring saja yang tertangkap oleh pandangan kami.
"Aaaaaaa!!! Natsu! siapa itu!!!" Teriak Lulu menambah kepanikan dalam diriku ini.
Ku ambil kunci di saku seragamku ini, lalu memasukannya ke dalam lubang kunci di belakang roda kemudi. Namun saat aku ingin memulai mesin ini untuk bergerak, ternyata, ketakutan sudah merasuk ke jiwa mobil ini juga. Kepalaku semakin tak karuan menghadapi situasi yang horor ini.
"Lulu, kamu pindah kesini! aku yang alihin perhatiannya!" Kata ku merubah pikiran.
"Tapi!!!"
Tak sempat memikirkan apa yamg ada di pikiran Lulu, aku melompat keluar dari mobil itu, lalu berdiri di depan mobil yang akan dipakai Lulu untuk kabur.
"OI!!!! Hunter namamu kan?" Seru ku mengambil semua perhatian di mata kosongnya itu.
Brooommm!!!
Mesin mobil di belakangku ini akhirnya menyala. Sorot lampu utamanya itu tepat ke arah Hunter, memperlihatkan rambut biru dan mata hitam pekat di balik tudung hitamnya.
"HAHAHAHAHA!!!! Kalian pikir bisa kabur dariku gitu aja?!! MWAHAHAHA!!!" Tawa yang keluar dari mulut lebarnya itu disertai Mobil yang dikendalikan Lulu mundur dengan sendirinya.
"Natsuuu!!! Mobilnya gerak sendiri!!!" Ujar Lulu kebingungan membanting setir ke kanan dan ke kiri, namun mobil itu sama sekali tak menuruti permintaannya.
"Lulu!!!!!!" Aku berusaha mengejarnya, berlari sekuat tenanga.
Kereta kuda bermesin itu terlalu cepat, sangat cepat hanya dalam beberapa detik saja. Mobil itu sampai ke jalan raya nan sunyi. Tapi takdir seakan ingin menghapus keberadaan Lulu. Truk kontainer berkecepatan tinggi datang dari kanan. Menubruk kendaraan kecil yang ditumpangi Lulu, membuatnya meledak, pecah menjadi puing puing kecil tak bersisa.
"HAAAAAAAAHHH!!!!! SIALAAAN!!!" Ucapku dengan emosi yang meluap ke langit.
Aku hanya bisa berlutut dan memukul rumput di depan kakiku itu. Air mata ini sudah membekas di pipi, detak jantungku kembali meningkat pesat.
-121BPM-
Syaraf ku mulai bersinar kembali, membuatku bangkit dari tanah dan menoleh ke arah Hunter yang tiba tiba sudah berada tepat di belakangku. Si badut itu tersenyum lebar, melayangkan dua pukulan ke wajah dan perutku. Membuatku melangkah mundur dua kali.
"Haaaaa!!!! Badut sialan!!!"
Aku membalas perbuatannya dengan karma. Tangan kananku memukul wajahnya hingga terpental jauh. Berguling tiga kali dan kembali berdiri seolah tak terjadi apapun. Walau aku tahu hidungnya mengeluarkan cairan merah. Akan tetapi seringai senyumnya itu tidak pudar sedikitpun. Hal itu membuat emosiku makin meluap.
-200BPM-
Aura biru dan merah mulai keluar dari kulitku. Seperti asap yang mengepul di cerobong kereta. Aku melesat maju ke arah pembunuh gila itu. Menjatuhkan kepalanya ke tanah, retakan besar sampai muncul hasil dari lukisan benturan keras.
"Kenapaa?!!!!" Aku mencengeram rambut birunya itu, menariknya ke atas, seperti menggantung daging babi untuk dikeringkan.
"MWAHAHAHAHA!!!! Namaku Hunter..., Nyahahahahah!" Si badut gila itu masih sempat tertawa, sedangkan tubuhnya hancur berantakan.
"Cih...,"
Bruakk!!!"
Tangan kananku meluncurkan tubuh badut itu menembus dinding rumah Lulu. Aku menyempatkan waktuku sejenak untuk memandang kedua telapak tanganku. Sedikit terheran karena mereka mengeluarkan aura yang berbeda dalam satu waktu. Akan tetapi setelah memfokuskan pandanganku ke depan, aku melihat Hunter dengan wajah kacaunya, berada beberapa sentimeter di depanku.
"Jangan lengah wahai tokoh utama! MWAHAHAHAHAH!" bisik Hunter disertai tawa lantang yang menggema ke langit.
Mataku terbelalak lebar menyadari sesuatu yang menembus jantungku. Besi hitam nan panas, Hunter menarik pelatuk pistolnya tepat di dadaku, membuatku terjatuh ke belakang. Kepalaku terbentur keras ke atas rerumputan pendek. Aku masih terbelalak lebar memproses apa yang baru saja terjadi. Sepertinya aku terlalu lengah menghadapi si badut kejam itu. Emosi ku yang masih membara ini tak bisa mengalahkan badut misterius itu.
"Bolehkah aku mengulanginya sekali lagi?" Bisik mulutku di ambang hidup dan mati.
Entah aku memohon kepada siapa, tapi sepertinya permintaanku itu dikabulkan olehnya. Bola bola cahaya kecil berwarna ungu mulai memecah kenangan ku saat ini. Membawaku pergi ke atas langit, tertiup angin memutari waktu, menghapus masa depan dan mengulang masa lalu. Lagi lagi rasa sakit yang menggerogoti tubuhku lenyap seketika.