"Lulu..., sini ku gendong!" Aku merebut payung yang ia bawa. Lalu membungkuk di depannya. Memberinya kesempatan untuk naik ke punggungku.
"Hah? aku bisa jalan sendiri! Ukhuk!!!" Sifat egoisnya itu akhirnya terhalang karena kondisi badannya. Akhirnya Lulu pasrah dengan takdir, ia melingkarkan kedua tangannya ke punggungku. Lalu melompat sedikit, memberiku kesempatan untuk menahan bagian belakang lutut kirinya.
"Sini payungnya biar aku aja!" Lanjut Lulu membuka telapak tangan kanannya.
Setelah Lulu membuka payung merah muda itu, aku mulai berjalan. Membawa beban takdir di punggungku. Perlahan berjalan menuju parkiran yang dihuni ratusan mobil yang menunggu. Sepatu ini menginjak beberapa genangan air dalam perjalanan. Badan kami tak basah sedikitpun berkat Lulu yang mau memegang payung walau kondisi tubuhnya yang buruk.
"Natsuki..., aroma mu ga berubah sama sekali ya...," Lulu memejamkan matanya dan menyandarkan dagunya ke bahu kananku.
"Anak aneh...," gumamku mengiringi perjalanan yang sudah hampir berakhir ini.
Beberapa langkah aku lalui, akhirnya aku bisa menurunkan badan Lulu dari punggungku. Ku hentikan perjalanan ini tepat di samping kursi penumpang belakang sebelah kanan mobil. Sempat ku berdiam diri untuk memastikan apa benar ini mobilnya, dan ternyata anggukan kepala Lulu membuatku yakin.
"Sini sini, turun bentar!" Ucapku sembari menekuk lutut, memudahkan Lulu untuk kembali berdiri.
"Hmm...," matanya mulai menyipit layaknya anak kecil yang mengantuk.
"Bentar!" Ku tekan tombol di kunci mobil lalu membuka pintu belakang sebelah kanan.
"Aku maunya duduk di depan!" Pintanya lemas.
"Iya udah masuk dulu! nanti gampang!" Aku mendorongnya perlahan untuk masuk, lalu setelah menunggu beberapa detik, aku pun menutup pintu belakang itu kembali.
Kepalaku kembali dihantam oleh air hujan sejenak. Karena itulah aku mempercepat gerakan ku untuk masuk ke dalam mobil. Kaki kiri terlebih dahulu, sedikit membungkuk, lalu kaki kanan. Setelah duduk nyaman, ku tutup pintu di sisi kananku ini perlahan. Setelah ku masukan kunci mobil ini ke lubangnya, ku hendak memindahkan perhatianku ke arah Lulu. Namun sifat kekanak-kanakannya itu membuatku tak perlu menengok seratus delapan puluh derajat. Itu dikarenakan ia berusaha sebaik mungkin untuk pindah ke kursi depan, mengerahkan seluruh niatan dan tenaganya.
"Huff..., dinginnyaa!" Keluhnya setelah duduk nyaman di samping kiri ku.
"Hemm...," tanpa basa basi aku menekan tombol di dashboard, mengaktifkan penghangat di kursi mobil. Dan menaikan suhu AC.
"Natsu, anterin aku pulang!" Pinta Lulu dengan wajah pucat yang selalu membuatku was was.
"Kamu yakin ga mau dirawat?" Tanyaku lagi lagi memastikan ia tak mau mengubah pikirannya.
"Iya..., udah buruan jalan, entar aku tunjukin arahnya... Ukhuk!" Ucap Lulu sembari memakai Reliever Inhaler.
(Reliever inhaler. Sesuai namanya, reliever inhaler merupakan jenis yang berfungsi untuk meredakan gejala asma.)
"Iya iya!" Ku turuti permintaannya. Perlahan ku raih sabuk pengaman yang ada di seberang Lulu, ku tarik perlahan strap nya, lalu memasukannya kedalam pengait hingga berbunyi klik.
Tak lupa memakai sabuk pengaman ku juga, ku berdiam diri sejenak mengatur napasku yang masih tak karuan ini.
Memutar kunci untuk menyalakan mesin mobil ini. Menyalakan wiper kaca depan, mengaktifkan lampu hazard. Meletakan kaki kiri ku ke pedal kopling, kaki kanan membantu dengan menekan pedal rem. Ku naikan gear ke yang pertama. Lalu menurunkan rem tangan, perlahan aku melaju keluar dari parkiran rumah sakit nan ramai ini.
"Natsu..., makasih... banyak." Seketika Lulu memejamkan matanya dan tertidur lelap.
"Kamu ga pingsan kan?" Tanyaku menyentuh dahi Lulu yang hangat itu.
"Hmmm...," Lulu menepis tangan kiri ku tanda bahwa ia masih sadarkan diri.