Lima menit berputar dalam jam dinding doraemon yang terpajang di tembok atas televisi itu. Lulu sudah menyelesaikan dua porsi omelette dengan saus rahasia yang entah apa bahan bahannya. Aku sama sekali tak peduli, lebih peduli pada kondisi tubuhku yang sangat lelah ini. Kaki ku bahkan masih terasa digerogoti lintah sampai sekarang.
"Tadaaa!!!!" Seru Lulu setelah menyajikan dua piring omelette di atas meja depan televisi itu.
"Huaaa...," aku hanya bisa terpelongo setelah menghirup aroma dari asap putih yang mengepul dari kedua piring itu.
"Bentar!" Izin Lulu berlari ke arah kamar dan kembali membawa dua kaleng teh hijau yang sepertinya ia bawa di tas ranselnya.
"Inih! yok makan!" Lulu meletakan satu kaleng di samping piring milikku. Lalu duduk di samping kananku. Sangat dekat, bahkan bahu kami terus berbenturan ketika bergerak.
"Nunggu apa lagi? ayo makan!" Lulu mengambil piringnya dengan tangan kiri. Lalu memegang sendok di tangan kanan.
"Hemm," aku pun mengikuti setiap gerak geriknya. Sedikit malu karena Lulu duduk sangat dekat denganku.
Namun setelah berpikir beberapa kali, aku memutuskan untuk mengambil sesendok dsri masakan Lulu. Alangkah terkejutnya aku betapa enaknya masakan si cerewet itu. Tekstur telurnya lembut dan meleleh di mulut, ditambah dengan saus manis dan pedas misterius itu, membuat ku ketagihan untuk merasakannya lagi dan lagi.
"huwa..., Enak!" Gumam ku dengan mulut penuh.
"Makan tu jangan ngomong!" Peringatan Lulu kembali mendorong kepalaku lembut.
"Iya iya..., tapi ini ena-...," sebelum menuntaskan kalimat pujianku, aku dibuat terpaku dengan wajah Lulu.
Sungai kesedihan mengalir turun dari sepasang mata yang banjir itu. Padahal ia sedang mengunyah makanan di mulutnya. Dan Lulu tampak tak sadar bahwa dirinya sedang menangis.
"Kenapa nangis?" Tanyaku langsung menghentikan gerakan rahangnya.
"Hum? Enda tuuu!" Sangkal Lulu mengusap bekas tangisan itu dengan lengan kanannya.
"Yakin?" Tanyaku mencoba membuatnya mengutarakan sesuatu yang ia pendam dalam hati.
"Humm..," Lulu meletakan piringnya di atas meja, lalu mengambil kaleng berisi teh hijau milikknya.
Ternyata gerakan tangannya itu adalah tanda bahwa Lulu siap menceritakan cerita yang panjang padaku.
"Sebenarnya...,"
Dua tahun lalu, sewaktu aku menjalankan misi dari Secret Defense Force. Lulu sedang berbelanja dan bersenang senang bersama ayah dan ibunya di supermarket Matsu, di daerah timur kota Natsu. Lulu hanyalah gadis SMA pada umumnya, yang menjalani kehidupan normal. Namun malam itu mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Saat itu aku masih jadi anak baru di pasukan itu. Di dalam tim ku beranggotakan empat personil. Yaitu aku, Akito, Ketua Kaito sebagai pemimpin, dan Hoshi sebagai support. Atau bisa dibilang pekerjaan yang dimiliki Lulu.
Aku dan Akito bertugas untuk menyamar dan berbaur layaknya anak SMA yang sedang berbelanja di sana. Ketua Kaito bertugas mencari hal hal yang berbau bom bunuh diri. Misi kami adalah untuk mencegah aksi bom bunuh diri yang meningkat secara tiba tiba entah apa penyebabnya. Ketua Kaito mendapat info dari tim intelejen bahwa akan ada bom bunuh diri di supermarket Matsu. Maka dari itu kami dikerahkan bersama anggota kepolisian yang juga ikut menyamar di berbagai sudut tempat itu. Tapi takdir tetap menarik pelatuknya, Ketua Kaito menemukan calon pelaku yang akan meledakan bomnya.
Namun itu sudah terlambat, karena ledakan besar terjadi. Ledakan berpusat di lantai dasar, membunuh ratusan orang. Saat itu Lulu dan orang kedua orang tuanya berada di lantai dua, tepat beberapa meter dari tempatku berdiri. Ledakan itu sangat kuat, sampai meruntuhkan sebagian dari lantai ke dua gedung itu. Ayah dan Ibu Lulu terperosok ke dalam lubang neraka itu. Tapi untungnya aku berhasil meraih tangan Lulu tepat waktu, menariknya ke tempat yang aman.